Jakarta, Ekoin.co – Anggota DPR Rieke Diah Pitaloka menilai keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyerahkan empat pulau di Aceh kepada Sumatera Utara (Sumut) batal demi hukum. Politikus PDIP ini menegaskan Indonesia sebagai negara hukum, bukan hukum rimba.
Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, tertanggal 25 April 2025, memasukkan Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil ke dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut. Rieke menilai hal ini bertentangan dengan hierarki perundang-undangan.
“Indonesia negara hukum, yang berlaku adalah hukum positif, bukan hukum rimba,” tegas Rieke dalam video di akun Instagram @riekediahp, dikutip Senin (16/6/2025).
Ia mengingatkan jasa Aceh dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. “Ingat Sejarah, Radio Rimba Raya Aceh Selamatkan Indonesia dari Agresi Belanda!” ujarnya.
Rieke mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto mengambil alih penyelesaian polemik ini. “Para menteri adalah pembantu Presiden. Presiden Indonesia saat ini adalah Presiden Prabowo Subianto,” tegasnya.
Rieke menjelaskan, Pasal 7 UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengatur bahwa peraturan di bawah tidak boleh bertentangan dengan yang di atasnya. “Kepmendagri ini bertentangan dengan UU dan Perjanjian Helsinki,” katanya.
Perjanjian Helsinki 2005 menegaskan batas Aceh mencakup seluruh wilayah Keresidenan Aceh, termasuk Singkil dan pulau-pulaunya. Rieke mendorong revisi UU No. 5/1956 untuk mempertegas wilayah Aceh.
Rieke mengutip pernyataan Wakil Presiden ke-10 dan 12, Jusuf Kalla, yang menegaskan keempat pulau tersebut secara historis dan administratif milik Aceh. “Saya berterima kasih kepada Pak JK yang mengingatkan hal ini,” ucapnya.
Rieke menyampaikan empat poin penyelesaian:
1. Kepmendagri No. 300.2.2-2138/2025 harus dibatalkan.
2. Dialog Sumut-Aceh harus sesuai hukum yang berlaku.
3. Penyelesaian harus menjaga komitmen Perjanjian Helsinki.
4. Revisi UU No. 5/1956 untuk memperkuat wilayah Aceh.
