Enam Gejala Stroke yang Muncul Sebulan Sebelumnya

Gejala stroke bisa muncul sebulan sebelum terjadi. Pusing hingga kesulitan bicara bisa jadi pertanda awal.

 

Jakarta EKOIN.CO – Stroke dapat terjadi secara tiba-tiba tanpa peringatan, tetapi sejumlah gejalanya bisa muncul lebih awal, bahkan hingga satu bulan sebelumnya. Sejumlah ahli saraf dan organisasi kesehatan menegaskan pentingnya mewaspadai gejala-gejala ini karena sering kali diabaikan atau disalahartikan sebagai stres atau kelelahan biasa.

Menurut laporan dari Times of India, terdapat enam gejala yang kerap muncul menjelang serangan stroke. Salah satu gejala yang paling sering terjadi adalah pusing secara mendadak, khususnya ketika ruangan terasa berputar atau seseorang merasa kehilangan keseimbangan. American Stroke Association menjelaskan bahwa pusing ini menjadi tanda terganggunya fungsi bagian belakang otak akibat aliran darah yang tidak lancar.

Selain pusing, kelelahan yang tidak dapat dijelaskan juga menjadi pertanda lain. Kelelahan ini bukan akibat aktivitas berat atau kurang tidur, melainkan karena otak bekerja ekstra akibat gangguan aliran darah atau adanya gumpalan mikro yang terbentuk secara perlahan. Banyak penyintas stroke mengingat adanya rasa lelah berlebihan beberapa minggu sebelum kejadian.

Gejala lainnya adalah sakit kepala yang terjadi terus-menerus dan tidak merespons obat-obatan biasa. Penelitian menunjukkan bahwa sakit kepala jenis baru, terutama yang terasa seperti tekanan atau denyutan di satu sisi kepala atau belakang mata, bisa menjadi peringatan serius. Kondisi ini mengindikasikan adanya penyempitan arteri yang mengganggu suplai oksigen ke otak.

Kesemutan atau mati rasa di satu sisi tubuh, seperti di wajah, lengan, atau kaki, juga harus diwaspadai. Ahli saraf menyebut ini sebagai tanda neurologis awal dari gangguan aliran darah ke otak. Walaupun mati rasa ini mungkin hanya terjadi sesekali, kehadirannya berulang bisa menunjukkan gejala stroke ringan atau transient ischemic attack (TIA).

Gangguan penglihatan yang tampak seperti “mata lelah” juga menjadi salah satu sinyal. Ketika suplai darah ke otak terganggu, penglihatan bisa menjadi kabur, gelap sementara, atau terlihat seperti melalui terowongan. Kondisi ini sering kali tidak disertai rasa sakit dan hanya berlangsung beberapa menit, tetapi jika terjadi berulang, bisa jadi pertanda TIA.

Gejala terakhir yang disebutkan dalam laporan adalah kesulitan berbicara atau memahami percakapan. Dalam istilah medis disebut afasia, kondisi ini bisa dimulai dari hal-hal kecil seperti mencampuradukkan kata, tersendat saat berbicara, atau sulit memahami lawan bicara. Ketika kemampuan komunikasi terganggu berulang kali, ini bisa menandakan masalah pada pusat bahasa otak.

Tanda-tanda tersebut sering kali dianggap ringan dan tidak membahayakan, padahal merupakan sinyal penting dari tubuh. Dengan mengenali gejala-gejala ini lebih dini, seseorang dapat segera mencari bantuan medis dan mencegah stroke yang lebih parah.

Para ahli menekankan bahwa gejala-gejala tersebut tidak boleh dianggap remeh, terutama jika muncul secara tiba-tiba dan tanpa sebab yang jelas. Pencegahan stroke menjadi sangat mungkin jika tanda-tandanya dikenali lebih awal dan ditindaklanjuti secara medis.

Dikutip dari Times of India, banyak kasus stroke berat sebenarnya didahului oleh stroke ringan yang tidak disadari. Jika seseorang mengalami gejala seperti yang disebutkan secara berulang, penting untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan.

Dalam banyak kasus, deteksi dini bisa menyelamatkan nyawa. Pemeriksaan tekanan darah, kolesterol, dan riwayat keluarga juga menjadi langkah penting dalam upaya pencegahan stroke.

American Stroke Association juga menyarankan masyarakat untuk memahami dan mengenali akronim FAST (Face, Arms, Speech, Time) dalam mendeteksi stroke. Wajah menurun, lengan tidak bisa diangkat bersamaan, bicara kacau, dan pentingnya bertindak cepat adalah elemen utama dari deteksi dini.

Meski gejala-gejala tersebut mungkin tidak selalu berujung pada stroke, mengenali pola tubuh yang berbeda dari biasanya dapat membantu meminimalisasi risiko. Jangan menunggu hingga kondisi memburuk sebelum mencari pertolongan.

Langkah lain yang dapat dilakukan adalah memperhatikan gaya hidup, seperti mengurangi konsumsi garam, berhenti merokok, dan rutin berolahraga. Konsultasi medis secara berkala juga penting bagi mereka yang memiliki faktor risiko tinggi seperti hipertensi atau diabetes.

Stroke merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan di dunia. Di Indonesia sendiri, angka kejadian stroke masih cukup tinggi, terutama di usia lanjut.

Oleh karena itu, edukasi masyarakat tentang gejala awal stroke menjadi sangat penting. Banyak dari gejala tersebut tidak langsung dianggap serius, padahal jika direspons dengan cepat, kerusakan otak bisa dicegah.

Mengingat kompleksitas gejala yang dapat menyerupai kondisi ringan lainnya, kesadaran akan pentingnya mengenali sinyal tubuh sangat dibutuhkan. Pencegahan lebih baik daripada pengobatan, dan dalam kasus stroke, waktu adalah segalanya.

Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v

Sebagai langkah awal, penting bagi setiap individu untuk lebih peka terhadap perubahan kondisi tubuh, terutama jika mengalami gejala yang tidak biasa. Meremehkan rasa pusing, kelelahan ekstrem, atau sakit kepala yang terus-menerus bisa mengabaikan sinyal vital dari tubuh.

Disarankan untuk segera memeriksakan diri ke dokter jika mengalami satu atau lebih dari gejala yang telah dijelaskan, terlebih bila terjadi secara berulang. Konsultasi medis dapat mengidentifikasi risiko lebih awal dan memberikan intervensi yang tepat waktu.

Perubahan gaya hidup juga memiliki peran besar dalam menurunkan risiko stroke. Mengatur pola makan sehat, menjaga tekanan darah, serta menghindari stres berlebih dapat membantu menjaga kesehatan pembuluh darah otak.

Sosialisasi mengenai pentingnya mengenali gejala stroke sejak dini harus terus digencarkan. Lingkungan keluarga, tempat kerja, dan komunitas perlu saling mendukung dalam menciptakan kesadaran bersama.

Akhirnya, edukasi kesehatan secara berkelanjutan, akses terhadap layanan medis yang cepat, serta pemahaman tentang deteksi dini stroke akan menjadi fondasi utama dalam menurunkan angka kejadian stroke di masyarakat.(*)


Exit mobile version