Jakarta, EKOIN.CO – Pemerintah Amerika Serikat mengumumkan kesepakatan perdagangan terbaru dengan Indonesia yang mencakup permintaan pengiriman data pribadi warga negara Indonesia ke wilayah Amerika Serikat. Informasi tersebut dimuat dalam pengumuman resmi Gedung Putih berjudul Joint Statement of Framework for United States-Indonesia Agreement on Reciprocal Trade yang dirilis pada Rabu, 23 Juli 2025 waktu setempat.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Dalam dokumen itu, disebutkan bahwa Indonesia akan memberikan kepastian hukum terkait kemampuan mentransfer data pribadi keluar dari wilayahnya menuju Amerika Serikat. Kesepakatan ini menjadi bagian dari perjanjian timbal balik antara kedua negara, terutama dalam konteks perdagangan jasa dan investasi digital.
“Indonesia berkomitmen untuk mengatasi hambatan yang berdampak pada perdagangan, jasa dan investasi digital. Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk mentransfer data pribadi keluar dari wilayahnya ke Amerika Serikat,” demikian bunyi pernyataan resmi Gedung Putih, dikutip Kamis (24/7/2025).
Permintaan AS dan UU PDP Indonesia
Selain itu, dalam pernyataan tambahan bertajuk Fact Sheet: The United States and Indonesia Reach Historic Trade Deal, juga disebutkan bahwa pengiriman data tersebut akan dilindungi oleh hukum Indonesia. AS akan diakui sebagai negara yang dianggap memiliki perlindungan data pribadi yang memadai.
“Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk memindahkan data pribadi dari wilayahnya ke Amerika Serikat melalui pengakuan Amerika Serikat sebagai negara atau yurisdiksi yang menyediakan perlindungan data yang memadai berdasarkan hukum Indonesia,” demikian isi dokumen tersebut.
Permintaan dari AS ini bersinggungan dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), yang berlaku efektif mulai Oktober 2024. Namun, hingga kini Indonesia belum memiliki badan pengawas khusus yang bertugas mengawasi pelaksanaan undang-undang tersebut.
UU PDP Indonesia mengatur bahwa perlindungan data pribadi bersifat ekstrateritorial. Artinya, UU ini juga berlaku untuk perusahaan asing selama memproses data milik warga negara Indonesia. Sebaliknya, warga negara asing juga mendapatkan perlindungan jika datanya diproses di wilayah hukum Indonesia.
Pasal Penting dan Sikap Pemerintah Indonesia
Adapun peraturan mengenai transfer data pribadi tertuang dalam Pasal 55 dan Pasal 56 UU PDP. Di antara isi pentingnya, disebutkan bahwa data pribadi hanya dapat dipindahkan ke luar negeri jika negara penerima memiliki tingkat perlindungan data pribadi yang setara atau lebih tinggi dibandingkan Indonesia.
Pasal 56 ayat 2 menyatakan, “Pengendali Data Pribadi wajib memastikan negara tempat kedudukan penerima transfer Data Pribadi memiliki tingkat Pelindungan Data Pribadi yang setara atau lebih tinggi dari yang diatur dalam Undang-Undang ini.” Hal ini menjadi perhatian dalam permintaan dari pihak Amerika Serikat.
Menanggapi situasi ini, Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafid menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Ia mengatakan bahwa koordinasi tersebut merupakan langkah awal untuk membahas lebih lanjut detail kesepakatan tersebut.
“Kami ada undangan dari Menko Perekonomian untuk berkoordinasi,” ujar Meutya di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (23/7/2025). Rencana koordinasi tersebut akan dilakukan pada Kamis (24/7/2025) untuk membahas topik yang lebih rinci.
“Saya besok akan berkoordinasi dulu dengan Menko Perekonomian, saya belum tahu persisnya, topiknya apa, tapi nanti besok tentu akan ada pernyataan dari Menko Perekonomian atau dari kami,” jelas Meutya menambahkan.
Di sisi lain, belum diketahui apakah permintaan Amerika ini akan memengaruhi regulasi dalam UU PDP. Pemerintah RI disebut-sebut harus memastikan bahwa pengiriman data pribadi ke AS tetap mematuhi ketentuan yang berlaku, termasuk soal penyimpanan dan keamanan data.
Perlu dicatat, UU PDP juga mengharuskan data pribadi warga Indonesia yang diproses oleh perusahaan asing tetap disimpan di server yang berlokasi di Indonesia, kecuali ada pengecualian tertentu yang diatur melalui kesepakatan internasional.
Dalam konteks ini, permintaan AS agar dapat menerima data pribadi warga RI menjadi bagian dari strategi dagang mereka. Pemerintah Indonesia pun masih mengkaji dampak kesepakatan tersebut terhadap pelaksanaan UU PDP dan kedaulatan data nasional.
Hingga berita ini ditulis, belum ada pernyataan resmi dari Menko Perekonomian terkait hasil koordinasi yang akan dilakukan dengan Kementerian Komdigi. Pemerintah masih melakukan pembahasan internal untuk menentukan langkah selanjutnya.
kesepakatan perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat yang mencakup transfer data pribadi telah menjadi isu strategis yang memerlukan perhatian serius. Pemerintah RI perlu memastikan bahwa pengiriman data ke luar negeri tidak melanggar prinsip perlindungan data warga negara.
Selain itu, perlu ada kejelasan mengenai pengakuan negara tujuan transfer data. Jika Amerika Serikat diakui setara dalam hal perlindungan data pribadi, maka pemerintah harus menyusun aturan pelaksana yang rinci dan tegas.
Sementara itu, pembentukan lembaga pengawas UU PDP menjadi kebutuhan mendesak agar regulasi dapat berjalan efektif. Tanpa lembaga ini, pelaksanaan UU PDP dikhawatirkan tertunda lebih lama dan membuka celah pelanggaran.
Dari sisi ekonomi, kesepakatan ini bisa membuka peluang baru dalam perdagangan digital. Namun di sisi lain, ada tantangan untuk menjaga kedaulatan data nasional agar tidak dikompromikan oleh tekanan mitra dagang.
Oleh karena itu, transparansi dan koordinasi antarinstansi sangat dibutuhkan dalam menjawab permintaan AS. Pemerintah harus mempertimbangkan semua aspek sebelum mengambil keputusan mengenai data pribadi warga negara Indonesia. (*)
