Dana Bansos Rp2,1 Triliun Mengendap di Rekening

PPATK menemukan dana bansos Rp2,1 triliun mengendap di 10 juta rekening dormant. Ribuan rekening milik pemerintah juga tidak aktif dan menampung dana Rp500 miliar.

JAKARTA EKOIN.CO – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap adanya dana bantuan sosial (bansos) senilai Rp2,1 triliun yang mengendap di lebih dari 10 juta rekening dormant atau tidak aktif. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa penyaluran bansos belum mencapai sasaran yang tepat.

Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v

Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK, M Natsir Kongah menyatakan dana tersebut tidak mengalami transaksi selama lebih dari tiga tahun. “PPATK menemukan lebih dari 10 juta rekening penerima bantuan sosial yang tidak pernah dipakai selama lebih dari 3 tahun. Dana bansos sebesar Rp2,1 triliun hanya mengendap, dari sini terlihat ada indikasi bahwa penyaluran belum tepat sasaran,” ujar Natsir dalam keterangannya, Rabu (30/7).

Lebih lanjut, PPATK juga menemukan ribuan rekening milik instansi pemerintah yang juga dalam kondisi tidak aktif. Dana yang tertahan dalam rekening pemerintah tersebut mencapai Rp500 miliar, menurut Natsir.

Temuan Rekening Milik Pemerintah dan Nominee

PPATK mencatat sedikitnya 2.000 rekening milik instansi dan bendahara pengeluaran dinyatakan dormant, padahal seharusnya aktif untuk mendukung kegiatan operasional. “Padahal secara fungsi, rekening ini seharusnya aktif dan terpantau,” kata Natsir menekankan pentingnya pengawasan terhadap dana negara.

Temuan tersebut bukan satu-satunya yang mengindikasikan anomali. PPATK juga mencatat lebih dari 1 juta rekening terhubung dengan aktivitas pidana sejak 2020. Dari jumlah itu, lebih dari 150 ribu rekening berstatus nominee atau digunakan atas nama orang lain.

Rekening-rekening nominee ini diduga berasal dari aktivitas ilegal seperti jual beli rekening dan peretasan data nasabah. Dana hasil kejahatan masuk ke rekening tersebut, yang kemudian dibiarkan tidak aktif dan menjadi tempat penampungan.

“Lebih dari 50.000 rekening tidak ada aktivitas transaksi sebelum teraliri dana ilegal,” jelas Natsir, menggambarkan modus pelaku kejahatan dalam menyamarkan dana ilegal.

Dana Mengendap Selama Lebih dari 10 Tahun

PPATK juga menemukan sekitar 140 ribu rekening tidak aktif selama lebih dari satu dekade. Dana yang tersimpan dalam rekening tersebut mencapai Rp428 miliar. Akumulasi dana yang tidak mengalami pembaruan data nasabah ini dinilai mengkhawatirkan.

Seiring maraknya penyalahgunaan rekening dormant, PPATK bersama sektor perbankan melakukan pemutakhiran data nasabah. Langkah ini menjadi bagian dari upaya perlindungan konsumen dan menjaga integritas sistem keuangan.

Pada 15 Mei 2025, PPATK menghentikan sementara transaksi pada rekening dormant berdasarkan data perbankan per Februari 2025. Kebijakan ini dimaksudkan sebagai langkah preventif guna meminimalkan risiko penyalahgunaan.

Langkah pemblokiran ini menurut PPATK bertujuan untuk menjaga keamanan dana nasabah agar tetap utuh, sekaligus mendorong verifikasi ulang kepemilikan rekening oleh pihak bank dan nasabah.

PPATK menegaskan bahwa dana dalam rekening dormant tetap aman. Pemilik rekening diminta segera menghubungi bank terkait untuk melakukan klarifikasi dan reaktivasi sesuai ketentuan yang berlaku.

Langkah penertiban rekening dormant juga diharapkan mendorong peningkatan efisiensi dalam penyaluran bantuan sosial. Dengan data rekening yang akurat, pemerintah dapat lebih tepat sasaran dalam menyalurkan bansos.

PPATK menyatakan akan terus memantau rekening-rekening yang berisiko tinggi untuk memastikan dana negara maupun dana masyarakat tidak dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Upaya ini turut mendukung program pemerintah dalam memperbaiki sistem distribusi bantuan sosial agar lebih transparan, akuntabel, dan berdaya guna.

Sistem monitoring yang lebih ketat akan diterapkan guna mengidentifikasi rekening tidak aktif di sektor perbankan serta mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan keuangan.

PPATK juga mengimbau masyarakat untuk proaktif melakukan pembaruan data rekening serta melaporkan jika menemukan rekening tidak dikenal yang terhubung dengan transaksi mencurigakan.

Temuan ini membuka peluang evaluasi sistemik terkait penyaluran bansos agar tidak hanya tepat jumlah dan waktu, tetapi juga tepat sasaran penerima manfaat.

dari temuan PPATK menunjukkan bahwa sistem penyaluran dana bansos memerlukan reformasi menyeluruh. Ketidaktepatan sasaran terbukti dari dana yang tidak terpakai dan mengendap lama dalam rekening.

Sistem perbankan juga dituntut lebih aktif dalam pengawasan rekening, terutama milik instansi negara dan bendahara pengeluaran. Keterlibatan aktif dari bank dalam verifikasi data menjadi kunci pencegahan kejahatan finansial.

Pemerintah perlu meningkatkan sinergi antar lembaga untuk memastikan akurasi data penerima bansos. Evaluasi rutin dan pembaruan sistem dapat mengurangi potensi kerugian negara akibat dana tidak tersalurkan.

Langkah pemblokiran rekening dormant juga menjadi strategi efektif dalam mengamankan dana serta meningkatkan disiplin administratif di lingkungan pemerintahan dan masyarakat.

Sebagai penutup, peningkatan kesadaran masyarakat dan penguatan regulasi menjadi kombinasi penting untuk menciptakan sistem keuangan yang aman, efisien, dan bebas dari penyalahgunaan. (*)


 

Exit mobile version