Pencipta ChatGPT Soroti Tantangan Adaptasi AI bagi Karyawan Berusia Lanjut

Sam Altman, CEO OpenAI, menyampaikan keprihatinannya terhadap para pekerja berusia 62 tahun yang kesulitan beradaptasi dengan teknologi kecerdasan buatan (AI), karena ia menilai kaum muda jauh lebih mahir dalam menghadapi perubahan. Ia menekankan bahwa AI membuka peluang besar bagi generasi baru untuk menciptakan perusahaan bernilai miliaran dolar, sementara survei menunjukkan bahwa banyak pekerja senior menganggap AI sebagai ancaman. Di saat yang sama, CEO Nvidia, Jensen Huang, mengingatkan bahwa mereka yang tidak menggunakan AI akan tergantikan, yang sejalan dengan prediksi Dario Amodeo dari Anthropic bahwa AI bisa menghapus banyak pekerjaan dalam beberapa tahun ke depan.

Jakarta, EKOIN.CO – CEO OpenAI, Sam Altman, menyoroti dampak teknologi kecerdasan buatan (AI) terhadap dunia kerja, khususnya bagi kelompok pekerja usia lanjut. Dalam sebuah wawancara eksklusif, Altman menyampaikan kekhawatirannya tentang tantangan adaptasi yang dihadapi oleh para pekerja yang memasuki usia pensiun, alih-alih berfokus pada dampak terhadap anak muda. Pernyataannya ini muncul di tengah perdebatan hangat mengenai masa depan pekerjaan manusia yang berpotensi tergantikan oleh otomatisasi.

Dalam percakapannya di podcast ‘Huge Conversations’ bersama Cleo Abram, Altman mengungkapkan kekhawatiran utamanya adalah pada orang-orang berusia 62 tahun yang enggan beradaptasi dengan kemajuan teknologi baru. “Saya rasa memang benar beberapa pekerjaan akan sepenuhnya musnah. Hal seperti ini selalu terjadi dan anak muda adalah kelompok terbaik dalam beradaptasi untuk perubahan,” kata Altman, seperti dikutip dari Entrepreneur pada Rabu (13/8/2025). Ia meyakini, kelompok anak muda lebih cepat beradaptasi karena mereka terbiasa dengan perubahan teknologi yang pesat.

Pria yang menciptakan ChatGPT ini justru melihat era AI sebagai ladang kesempatan bagi kaum muda. Altman menyampaikan, “Anak muda memiliki akses terhadap tool-tool canggih yang bisa membuat mereka mengerjakan banyak hal yang dulu memerlukan ratusan orang.” Ia bahkan menambahkan bahwa jika usianya 22 tahun dan baru saja lulus kuliah, ia akan merasa sangat beruntung dengan banyaknya peluang yang ditawarkan oleh AI. Menurutnya, teknologi ini memungkinkan seseorang membangun perusahaan berstatus unicorn atau mencapai valuasi miliaran dolar AS untuk pertama kalinya.

Berbeda dengan kaum muda, survei menunjukkan bahwa pekerja berusia lanjut memiliki pandangan yang beragam terhadap AI. Sebuah survei dari AARP tahun lalu menunjukkan bahwa 85% warga AS berusia 50 tahun ke atas pernah mendengar tentang AI, namun hanya 33% yang antusias menyambutnya. Kemudian, survei lain pada bulan Mei lalu mengungkapkan, 61% pekerja senior memandang AI sebagai ancaman yang berpotensi menggantikan pekerjaan mereka, sementara sisanya melihatnya sebagai peluang. Ini menjadi bukti bahwa masih ada keraguan dan kekhawatiran di kalangan generasi tua.

Di sisi lain, Jensen Huang, CEO Nvidia, melihat AI sebagai alat yang menyamakan kedudukan bagi semua orang, termasuk mereka yang tidak memiliki latar belakang teknis. Menurutnya, AI memungkinkan siapa pun untuk membuat kode hanya dengan perintah bahasa alami, membuka pintu bagi penciptaan produk dan layanan baru, serta peluang pendapatan yang lebih luas. Namun, Huang memberikan peringatan penting: karyawan yang tidak memanfaatkan AI akan tergantikan oleh mereka yang mampu menguasai teknologi tersebut. Senada dengan itu, CEO Anthropic, Dario Amodeo, pernah memprediksi bahwa dalam lima tahun ke depan, AI dapat menghapus seluruh pekerjaan entry-level dan white-collar.

Exit mobile version