Salvini Tantang Macron Soal Ukraina Italia-Prancis Bersitegang

Italia dan Prancis kembali bersitegang setelah komentar keras Matteo Salvini menantang Emmanuel Macron terkait Ukraina. Perselisihan ini menambah catatan panjang ketegangan diplomatik kedua negara Eropa

ROMA, EKOIN.CO – Hubungan diplomatik Italia dan Prancis kembali memanas setelah Wakil Perdana Menteri Italia, Matteo Salvini, melontarkan komentar pedas terhadap Presiden Prancis Emmanuel Macron mengenai wacana penempatan pasukan Eropa di Ukraina. Ketegangan itu membuat Prancis segera memanggil duta besar Italia untuk menyampaikan protes resmi.
Gabung WA Channel EKOIN

Salvini, yang juga Menteri Transportasi Italia sekaligus pemimpin partai Liga sayap kanan, menyindir langsung Macron saat dimintai tanggapan. “Pergilah ke sana jika kau mau. Pakai helmmu, jaketmu, senapanmu, dan pergilah ke Ukraina,” ucapnya dengan nada keras kepada wartawan, Jumat (23/8).

Pernyataan itu segera menuai reaksi keras dari Paris. Kementerian Luar Negeri Prancis menyebut pernyataan Salvini sebagai hal yang melukai iklim saling percaya dan merusak hubungan historis dua negara yang selama ini berupaya memperkuat kerja sama, terutama dalam isu Ukraina.

Ketegangan Diplomatik Ukraina

Prancis menegaskan bahwa komentar tersebut bertolak belakang dengan semangat persatuan Eropa dalam mendukung Ukraina. Menurut sumber diplomatik, duta besar Italia di Paris diingatkan agar pemerintah Roma mengendalikan pernyataan pejabatnya, karena hal itu bisa berdampak pada hubungan bilateral yang sensitif.

Sejak awal perang Rusia-Ukraina, Macron menjadi salah satu pendukung utama Kyiv. Ia berulang kali menyerukan agar Eropa siap mengirimkan bantuan lebih besar, termasuk opsi pengerahan pasukan bila diperlukan dalam skenario pascaperang.

Sementara itu, Salvini secara konsisten menunjukkan sikap skeptis terhadap pendekatan Macron. Ia bahkan menggunakan dialek Milan yang bernada kasar untuk menegaskan penolakannya terhadap ide pengerahan pasukan.

Ketegangan ini bukan yang pertama kali terjadi. Sejak pemerintahan Giorgia Meloni terbentuk pada 2022, perselisihan diplomatik dengan Paris kerap muncul, baik terkait isu migrasi, kebijakan ekonomi, hingga strategi menghadapi konflik Ukraina.

Italia dan Prancis Bersilang Pandangan

Italia di bawah kepemimpinan Meloni menyatakan tetap mendukung Ukraina, namun lebih berhati-hati dalam mengomentari opsi pengerahan militer Eropa. Pemerintah Roma menekankan pentingnya pendekatan diplomasi dan koordinasi dengan sekutu NATO sebelum mengambil langkah besar.

Di sisi lain, Paris menilai bahwa Uni Eropa tidak boleh ragu menunjukkan ketegasan dalam menghadapi Rusia. Macron juga menjalin komunikasi erat dengan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer serta para pemimpin dunia lain guna menggalang dukungan jangka panjang bagi Kyiv.

Sumber di Roma menyebut, meski ketegangan dengan Prancis sering mencuat di permukaan, kedua negara tetap menjalin kerja sama strategis di bidang ekonomi, energi, dan pertahanan. Namun, komentar keras Salvini dikhawatirkan bisa memperburuk citra diplomasi Italia di mata sekutu Eropa.

Pernyataan Salvini juga menunjukkan dinamika internal politik Italia, di mana partai Liga kerap menampilkan posisi berbeda dengan mitra koalisinya. Sikap keras terhadap Macron dipandang sebagai upaya Salvini memperkuat basis politik domestiknya.

Diplomat senior Eropa menilai bahwa perselisihan ini bisa segera diredakan melalui jalur komunikasi resmi. Namun, bila tidak dikelola dengan baik, polemik ini berpotensi mengganggu koordinasi Eropa terkait strategi bantuan bagi Ukraina.

Meski terjadi gesekan, baik Paris maupun Roma masih berada dalam satu garis besar dukungan terhadap Ukraina. Perbedaan terutama muncul pada cara dan skala keterlibatan militer Eropa di masa depan.

Ketegangan Italia dan Prancis terkait Ukraina menegaskan rapuhnya hubungan diplomatik di Eropa saat menghadapi perang berkepanjangan. Komentar Salvini menjadi pemicu baru yang menyoroti rentannya kerja sama antarnegara dalam isu sensitif.

Pernyataan keras tersebut memperlihatkan perbedaan visi antara Roma yang lebih hati-hati dan Paris yang ingin lebih proaktif. Ketidakselarasan itu bisa menghambat upaya Uni Eropa membangun konsensus kuat terhadap Ukraina.

Meski begitu, saluran diplomasi tetap terbuka. Prancis dan Italia memiliki sejarah kerja sama panjang yang menjadi modal penting untuk meredakan ketegangan.

Tantangan ke depan adalah menemukan titik temu antara kepentingan politik domestik masing-masing dengan kebutuhan kolektif Eropa.

Dalam konteks perang Rusia-Ukraina, kesatuan sikap tetap menjadi faktor krusial agar Eropa bisa memberikan dukungan maksimal. (*)

Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v


 

Exit mobile version