Jakarta,EKOIN.CO- Ribuan mahasiswa dan warga terlibat bentrok dengan aparat keamanan dalam aksi demo besar di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (28/8/2025). Aksi yang menolak tunjangan fantastis DPR tersebut mendapat sorotan tajam dari media asing Bloomberg, yang menilai protes ini menambah ketidakpastian terhadap stabilitas politik dan ekonomi Indonesia.
Gabung WA Channel EKOIN di sini
Bloomberg menulis dalam laporannya berjudul Thousands clash with police in Jakarta as protests intensify, bahwa meskipun inflasi nasional relatif moderat, tekanan biaya hidup membuat masyarakat semakin frustrasi. Laporan itu menyebut, harga beras dan biaya pendidikan yang tinggi memicu ketidakpuasan luas di masyarakat.
“Protes-protes ini menambah ketidakpastian seputar kesehatan ekonomi Indonesia. Meskipun inflasi moderat dengan rata-rata sekitar 3% sejak pandemi, harga beras dan pendidikan yang tinggi telah memicu ketidakpuasan atas biaya hidup,” tulis Bloomberg.
Demo DPR dan Tuntutan Publik
Aksi di Senayan berawal dari kebijakan tunjangan perumahan Rp50 juta per bulan untuk anggota DPR, jumlah yang hampir sepuluh kali lipat dari upah minimum Jakarta 2025 sekitar Rp5,3 juta. Kebijakan ini memicu amarah publik, terutama di kalangan mahasiswa.
Kericuhan pecah ketika sebagian demonstran melempar batu dan menyalakan petasan, sementara polisi menanggapi dengan gas air mata dan meriam air. Ketegangan semakin meningkat saat massa bergerak ke arah kawasan perbelanjaan di sekitar Senayan pada sore hari.
Polisi kemudian memperketat penjagaan dan menutup akses jalan menuju pusat kota. Bentrokan ini menambah daftar panjang aksi protes terhadap DPR, setelah sebelumnya pada 25 Agustus lalu ratusan mahasiswa juga sempat bentrok dengan aparat di lokasi yang sama.
Bloomberg mengingatkan bahwa aksi serupa tahun 2024 sempat mengguncang nilai tukar rupiah dan pasar saham, hingga DPR membatalkan revisi undang-undang pemilu. Hal ini menunjukkan bahwa gejolak politik masih menjadi faktor sensitif bagi perekonomian nasional.
Isu Ekonomi dan Media Digital
Selain tunjangan DPR, masyarakat juga mengeluhkan lonjakan harga kebutuhan pokok, biaya pendidikan, serta gelombang PHK massal di industri tekstil. Kondisi ini memperburuk kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Di luar isu DPR, kekecewaan masyarakat juga terlihat pada kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di berbagai daerah. Awal Agustus lalu, lonjakan PBB hingga 250% memicu demo besar di Pati, Jawa Tengah, dan meluas ke Bone, Sulawesi Selatan, serta Cirebon, Jawa Barat.
Merespons maraknya isu provokatif, Kementerian Komunikasi dan Digital menyatakan akan memanggil ByteDance (TikTok) dan Meta. Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Angga Raka Prabowo, menegaskan platform digital wajib mematuhi hukum Indonesia.
“Platform dengan kecerdasan buatan canggih harus mampu menyaring dan menghapus materi yang salah atau provokatif,” ujarnya. Angga menepis tuduhan bahwa langkah ini membatasi kebebasan berekspresi, menekankan bahwa langkah itu demi menjaga demokrasi dari ujaran kebencian.
Dengan eskalasi demonstrasi yang terus berulang, sorotan media asing terhadap kondisi politik dan ekonomi Indonesia diperkirakan tidak akan berhenti dalam waktu dekat. Tekanan publik semakin kuat, sementara langkah pemerintah dinantikan untuk meredam keresahan sosial.
Gelombang demo di depan DPR pada 28 Agustus menjadi potret nyata ketidakpuasan publik terhadap kebijakan elit politik. Tunjangan fantastis DPR menjadi pemicu utama, namun akar masalahnya lebih luas: biaya hidup tinggi dan kondisi ekonomi yang tidak stabil.
Protes ini sekaligus menjadi sinyal serius bagi pemerintah bahwa komunikasi kebijakan harus lebih transparan. Kesenjangan antara penghasilan masyarakat dan fasilitas pejabat semakin memperdalam jurang kepercayaan publik.
Selain itu, lonjakan PBB dan isu PHK memperlihatkan tekanan ekonomi yang nyata di lapisan bawah. Jika tak segera diatasi, gelombang demonstrasi berpotensi lebih besar dan meluas ke daerah lain.
Sorotan Bloomberg menegaskan bahwa persoalan ini bukan hanya domestik, melainkan juga berdampak pada persepsi internasional terhadap stabilitas ekonomi Indonesia. Investor dan pelaku pasar akan terus memantau perkembangan situasi politik dalam negeri.
Ke depan, pemerintah perlu mengedepankan langkah yang menyeimbangkan kepentingan politik, ekonomi, dan sosial. Respons cepat dan efektif sangat dibutuhkan agar keresahan publik tidak berubah menjadi krisis berkepanjangan. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
