Jakarta, EKOIN.CO – WHO Goodwill Ambassador for Leprosy Elimination, Yohei Sasakawa, kembali menegaskan komitmennya untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara fokus dalam program global Zero Kusta.
Pernyataan itu ia sampaikan saat menghadiri rangkaian pertemuan kesehatan di Jakarta, Selasa (9/7). Sasakawa menyebut Indonesia memiliki kompleksitas tersendiri, namun juga peluang besar untuk memimpin penghapusan kusta di dunia.
“Di Indonesia, ada lebih dari 17.000 pulau, dan mereka juga punya budaya serta sejarahnya sendiri. Jadi, itu salah satu tantangannya,” ujar Sasakawa dalam keterangannya.
Ia menambahkan bahwa kehadiran Menteri Kesehatan Indonesia turut memberi harapan baru. “Kami sangat bersyukur dengan kehadiran Menteri Kesehatan ini, karena beliau mencoba membawa Zero Kusta dari negara ini dengan cara baru,” imbuhnya.
Menurut Sasakawa, penyakit kusta sering kali tertinggal dalam prioritas program kesehatan global karena jumlah kasusnya lebih kecil dibanding penyakit menular lain.
Dampak Stigma Lebih Parah dari Penyakitnya
“Biasanya, kalau Menteri Kesehatan itu yang bersangkutan, mereka punya prioritas lain, seperti TB, malaria, atau HIV/AIDS. Dari segi jumlah pasien, kusta jauh lebih sedikit—dua digit atau tiga digit dibandingkan penyakit-penyakit lainnya,” jelasnya.
Namun, ia menekankan bahwa yang membuat kusta istimewa adalah dampak stigma dan diskriminasi yang menyertainya. Hal tersebut, menurutnya, tidak dijumpai pada penyakit lain.
“Bahkan jika orang tersebut sembuh total dari kusta, mereka masih akan disebut sebagai pasien kusta. Anda mungkin tidak pernah mengatakan mantan pasien TB atau mantan pasien malaria,” ucap Sasakawa.
Ia menjelaskan, penyakit ini telah menjadi perhatian hidupnya selama lebih dari 50 tahun karena beban sosial yang sangat berat dialami para penyintas.
“Ini satu-satunya penyakit yang juga disebutkan dalam Alkitab. Karena alasan-alasan tersebut, penyakit ini telah ditempatkan di bawah diskriminasi yang ditakuti—yang tidak ada pada penyakit lainnya,” tambahnya.
Peran Pemuka Agama dan Sekolah Sangat Vital
Sasakawa menyerukan pentingnya pelibatan sekolah dan tokoh agama dalam upaya eliminasi. Menurutnya, pendekatan medis saja tidak cukup untuk menghapus stigma.
“Menteri Kesehatan saja tidak akan dapat mencapai Nol Kusta. Kami juga membutuhkan dukungan dari sekolah. Mereka harus bertanggung jawab untuk mencoba menemukan lesi kulit di antara anak-anak di tingkat sekolah,” ungkapnya.
Ia mengatakan keterlibatan pemimpin agama akan membantu menyentuh aspek sosial dan kepercayaan masyarakat.
“Saya telah melakukan banyak pembicaraan dengan Paus dari Vatikan, sehingga kami dapat memperoleh bantuan dari para pemimpin agama,” jelas Sasakawa.
Ia menegaskan pendekatan serupa juga harus dilakukan terhadap pemimpin Muslim di Indonesia dan dunia. “Kita akan terus mendekati mereka untuk mendapatkan bantuan,” pungkasnya.
Menkes Tegaskan Kusta Bisa Disembuhkan
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin turun langsung ke daerah dengan kasus kusta tinggi, seperti Kabupaten Sampang, Madura.
Dalam kunjungannya, Budi menegaskan bahwa kusta bukanlah penyakit kutukan atau aib sosial yang perlu disembunyikan.
“Di sini saya ingin memastikan tidak ada lagi orang yang merasa malu memeriksakan diri. Kusta bukan penyakit kutukan, bukan hukuman dari Tuhan. Ini penyakit menular yang bisa sembuh total,” ujarnya saat berdialog dengan warga.
Ia menjelaskan bahwa pengobatan dini sangat efektif mencegah kecacatan akibat kusta. “Kalau ditemukan cepat, enam bulan diobati bisa sembuh dan tidak menyebabkan cacat,” tambahnya.
Dorongan Hapus Kampung Kusta dan Isolasi Sosial
Menkes juga menyoroti perlunya menghapus praktik lama yang memisahkan penderita kusta dalam komunitas tersendiri.
“Kalau teman-teman pernah dengar kampung kusta, itu sebenarnya tidak terlalu tepat. Karena kusta setelah diobati dalam sebulan sudah tidak menular,” jelasnya.
Langkah ini dianggap krusial untuk memulihkan kehidupan sosial para penyintas kusta di masyarakat luas.
Pemerintah menargetkan Indonesia bebas kusta dengan pendekatan inklusif dan terintegrasi lintas sektor.
Upaya ini melibatkan komunitas lokal, tokoh agama, pendidik, serta organisasi internasional seperti Sasakawa Health Foundation dan WHO.
Komitmen internasional yang ditunjukkan Yohei Sasakawa mencerminkan perhatian serius terhadap Indonesia dalam upaya penghapusan kusta. Dengan wilayah yang kompleks dan tantangan geografis yang luas, Indonesia menjadi titik krusial program Zero Kusta dunia.
Kehadiran Menkes Budi Gunadi Sadikin yang aktif turun langsung ke lapangan memperkuat pendekatan yang tidak hanya medis, tetapi juga sosial. Pemerintah kini semakin terbuka terhadap metode baru yang memberdayakan masyarakat, sekolah, dan tokoh agama.
Eliminasi kusta tidak bisa dilakukan sendiri oleh sektor kesehatan. Kolaborasi lintas agama, pendidikan, serta penghapusan stigma sosial menjadi kunci agar Indonesia bisa menjadi contoh global dalam menghapuskan penyakit yang sudah bisa disembuhkan ini.(*)










