Eks Kadinsos Makassar Dituntut 5 Tahun Penjara Terkait Korupsi

Eks Kadinsos Makassar Mukhtar Tahir dituntut 5 tahun penjara atas kasus korupsi bansos. Kasus mark up bansos Covid-19 di Makassar menyeret tujuh terdakwa.

Makassar EKOIN.CO – Kasus korupsi bansos kembali menjadi sorotan publik setelah tujuh terdakwa, termasuk eks Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Makassar, dituntut hukuman penjara. Dugaan penyalahgunaan pengadaan sembako Covid-19 tahun anggaran 2020 ini menimbulkan kerugian negara hingga miliaran rupiah. Skandal bansos tersebut mencuat dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Kamis (11/9/2025).

Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi, menyampaikan bahwa para terdakwa didakwa melanggar UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hukuman yang dituntut beragam, mulai dari 1,5 tahun hingga 5 tahun penjara, bergantung pada peran masing-masing dalam kasus bansos ini.

Menurut Soetarmi, “Para terdakwa dituntut 1,5 tahun sampai 5 tahun, kasus ini terjadi pada tahun anggaran 2020.” Pernyataan ini menegaskan adanya penyelewengan dana yang seharusnya digunakan untuk masyarakat terdampak pandemi.

Bansos dan Hukuman Berat Eks Kadinsos

Mantan Kadinsos Makassar, Mukhtar Tahir (56), mendapat tuntutan terberat. Ia dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsidair 6 bulan kurungan. Selain itu, ia diwajibkan membayar uang pengganti Rp983 juta, subsidair 2 tahun 6 bulan kurungan.

Tuntutan berat ini dijatuhkan karena perannya dianggap paling dominan dalam praktik mark up bansos. Mukhtar disebut memanfaatkan posisinya sebagai pejabat publik untuk memperkaya diri.

Sementara itu, Salahuddin selaku Wakil Direktur PT Mulia Abadi Perkasa dituntut 4 tahun 6 bulan penjara. Ia juga harus membayar denda Rp100 juta serta uang pengganti sebesar Rp1,4 miliar.

Rangkaian Tuntutan Terhadap Pihak Swasta

Selain pejabat publik, sejumlah pihak swasta juga terseret dalam kasus bansos. Direktur CV Adifa Raya Utama, Suryadi (42), dituntut pidana penjara 2 tahun 6 bulan serta denda Rp50 juta. Ia pun diwajibkan membayar uang pengganti Rp466 juta.

Keterlibatan pihak swasta ini menunjukkan adanya praktik kolusi dalam pengadaan sembako bansos. Proses pengadaan yang seharusnya transparan justru dijadikan ajang keuntungan pribadi.

Tuntutan terhadap tujuh terdakwa ini menjadi babak penting dalam penegakan hukum kasus korupsi bansos. Publik menanti keputusan hakim, apakah tuntutan jaksa akan dikabulkan sepenuhnya atau diputus lebih ringan.

Sidang lanjutan dijadwalkan dalam waktu dekat dengan agenda pembelaan dari masing-masing terdakwa. Keputusan akhir akan menjadi cerminan keseriusan aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi, terutama pada program bantuan untuk rakyat kecil.

Kasus bansos di Makassar ini bukan yang pertama kali terjadi di Indonesia. Beberapa kasus serupa pernah mencuat di daerah lain, menandakan bahwa pengawasan distribusi bantuan masih lemah.

Skandal bansos memberi pelajaran penting bahwa dana publik yang diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat harus dijaga dari penyalahgunaan. Transparansi dan akuntabilitas mutlak dibutuhkan agar praktik serupa tidak terulang.

( * )

Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v


 

Exit mobile version