Jakarta. EKOIN.CO – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menggunakan nomor telepon luar negeri untuk menyamarkan jejak komunikasi dengan Harun Masiku. Informasi ini diungkapkan dalam sidang tuntutan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, pada Kamis, 3 Juli 2025.
Dalam sidang tersebut, jaksa KPK Takdir Suhan menjelaskan bahwa penggunaan nomor luar negeri itu bertujuan menghindari deteksi penyidik KPK atas komunikasi yang melibatkan Harun Masiku. Bukti tersebut muncul dari pemeriksaan saksi dan hasil penggeledahan yang dilakukan dalam proses penyidikan.
Selanjutnya, jaksa menyebutkan bahwa Hasto menggunakan nama samaran saat berkomunikasi dengan Kusnadi, staf kesekretariatan DPP PDIP. Nama yang digunakan oleh Hasto dalam komunikasi itu adalah Sri Rejeki Hastomo.
Dijelaskan pula oleh jaksa bahwa komunikasi tersebut tidak hanya dilakukan dengan satu nomor, tetapi juga melalui beberapa nomor lainnya. Salah satu nomor yang digunakan Kusnadi adalah 447455782005 dengan nama samaran Gara Bhaskara.
Sementara itu, Hasto disebut menggunakan dua nomor berbeda yang masing-masing terdaftar atas nama Sri Rejeki Hastomo dan Sri Rejeki 3.0, yakni 447401374259 dan 4474747947808. Informasi ini disampaikan berdasarkan bukti digital yang diajukan dalam persidangan.
Identitas Disamarkan Demi Hindari Penyidik
Tindakan tersebut, menurut jaksa, menunjukkan upaya sistematis untuk memutus rantai komunikasi langsung antara Hasto dan Harun Masiku. Hal ini dilakukan agar tidak ditemukan hubungan langsung antara keduanya dalam proses penyidikan KPK.
“Tindakan ini dimaksudkan agar seolah-olah tidak ada komunikasi langsung antara terdakwa sebagai pemberi perintah dengan Harun Masiku,” tegas Jaksa Takdir di persidangan.
Dalam surat dakwaan, Hasto juga dituduh telah memberikan perintah kepada Harun Masiku untuk menyembunyikan dan menghancurkan alat komunikasi agar tidak terlacak oleh tim KPK saat operasi tangkap tangan pada Januari 2020.
Jaksa mengungkapkan, salah satu perintah yang diberikan Hasto kepada Harun Masiku adalah untuk merendam ponsel agar tidak dapat dilacak keberadaannya. Perintah ini diberikan menjelang pelaksanaan OTT oleh KPK.
Selain itu, Hasto juga disebut menyuruh Harun Masiku untuk tetap berada di kantor DPP PDIP demi menghindari pelacakan dari KPK. Langkah tersebut dilakukan agar Harun tak diketahui keberadaannya.
Terseret Dalam Kasus Suap Harun Masiku
Jaksa KPK juga menyampaikan bahwa Hasto didakwa telah memberi suap sebesar Rp600 juta kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Suap itu diberikan agar Wahyu mengatur proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024.
Dalam dakwaan, Hasto tidak bertindak sendiri. Ia disebut melakukan perbuatan tersebut bersama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku. Dari keempat nama tersebut, Harun Masiku masih berstatus buron hingga saat ini.
Donny Tri Istiqomah saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara yang sama. Sementara itu, Saeful Bahri sudah divonis bersalah sebelumnya.
Menurut jaksa, pengaturan PAW tersebut berkaitan erat dengan kepentingan politik internal partai. Harun Masiku diupayakan untuk dapat masuk menjadi anggota DPR lewat mekanisme tersebut.
Bukti yang diajukan ke persidangan menunjukkan keterlibatan langsung Hasto dalam komunikasi dan pengaturan skenario tersebut. Tindakan tersebut kemudian menghambat proses penyidikan yang dilakukan oleh KPK.
Pihak jaksa juga menekankan bahwa seluruh tindakan Hasto telah mengakibatkan upaya pengejaran terhadap Harun Masiku menjadi terhambat. Hingga kini, keberadaan Harun Masiku belum juga berhasil ditemukan.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
penting bagi seluruh pejabat publik untuk tidak menyalahgunakan jabatan dan kewenangan demi kepentingan pribadi maupun kelompok. Tindakan yang menghalangi proses hukum merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip negara hukum.
Penggunaan identitas palsu dan alat komunikasi asing demi menyembunyikan informasi dari penyidik menunjukkan adanya niat untuk menghindari pertanggungjawaban. Hal ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap institusi dan proses demokrasi.
KPK sebagai lembaga penegak hukum harus terus memperkuat proses pembuktian agar kasus yang melibatkan aktor-aktor penting tidak menjadi tumpul. Penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu.
Partai politik juga diharapkan mengambil langkah tegas terhadap anggotanya yang terlibat dalam pelanggaran hukum. Kejelasan sikap partai bisa menjadi pembelajaran politik bagi masyarakat luas.
Akhirnya, kasus ini mengingatkan semua pihak bahwa transparansi, akuntabilitas, dan integritas adalah fondasi penting dalam membangun kepercayaan publik dan menegakkan supremasi hukum di Indonesia. (*)










