Jakarta, EKOIN.CO – Tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa delapan orang saksi pada Selasa, 8 Juli 2025. Salah satu saksi yang diperiksa adalah eks Direktur Utama (Dirut) Bank Jateng terkait pemberian fasilitas kredit oleh sejumlah bank daerah dan bank BUMN kepada PT Sritex.
Pemeriksaan sejumlah saksi sebagai bagian dari proses penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dan anak usahanya.
Kasus tersebut melibatkan pemberian kredit oleh tiga bank daerah, yakni PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (bank bjb), PT Bank DKI, dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah.
Pemeriksaan saksi bertujuan untuk memperkuat bukti dan melengkapi berkas perkara yang menjerat tersangka ISL dan pihak lainnya dari pejabat perbankan.
Kejaksaan Agung menyebutkan, para saksi diperiksa karena memiliki posisi strategis yang berkaitan langsung dengan proses pemberian kredit atau posisi di perusahaan penerima kredit.
Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar dalam keterangan tertulisnya yang diterima wartawan.
Dugaan korupsi dalam perkara ini menjadi perhatian publik mengingat nilai kredit yang diberikan cukup besar dan melibatkan perusahaan tekstil ternama nasional serta beberapa lembaga keuangan milik pemerintah daerah.
Rincian Identitas Saksi dan Latar Belakang Jabatan
Delapan saksi yang diperiksa berasal dari berbagai institusi dan memiliki peran penting dalam rantai kebijakan kredit atau operasional PT Sritex.
“Dua orang di antaranya adalah AS dan SH, masing-masing menjabat sebagai Manager Health Safety Environment dan Manager General Affairs di PT RUM, anak usaha Sritex,” kata Harli dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (8/7).
Selanjutnya, kata dia, saksi berinisial SPR yang merupakan Direktur Utama (Dirut) Bank Jateng pada periode 2018 hingga 2021. Sementara itu, saksi OS menjabat sebagai Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko Bank Jateng pada tahun yang sama.
Dari pihak PT Sritex, tiga nama muncul yakni HW dan RY yang disebut sebagai perwakilan PT Sritex di Jakarta, serta WS yang menjabat sebagai Corporate Secretary dan saat ini juga menduduki posisi Direktur Keuangan.
“Satu nama lain yang turut dimintai keterangan adalah SN, yang disebut sebagai bagian dari tim teknis Jasindo,” ucap Harli.
Keterlibatan SN menunjukkan adanya pengkajian asuransi atau penjaminan dalam proses pemberian kredit tersebut.
Pemeriksaan terhadap delapan saksi dilakukan oleh tim jaksa penyidik guna mendalami dugaan peran masing-masing dalam pemberian fasilitas kredit yang kini tengah diselidiki.
Penguatan Bukti dan Penyusunan Berkas Perkara
Kejaksaan Agung menegaskan bahwa proses pemeriksaan saksi menjadi bagian penting dari strategi penyidikan. Para saksi dimintai keterangan untuk memperjelas alur peristiwa yang mengarah pada dugaan tindak pidana korupsi.
Menurut siaran resmi dari Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, pemeriksaan ini juga diperlukan untuk memastikan apakah terdapat pelanggaran dalam prosedur, pengawasan internal, atau penggunaan fasilitas kredit yang diberikan.
Keterangan yang diperoleh dari para saksi akan dipadukan dengan dokumen dan alat bukti lain untuk melengkapi pemberkasan perkara. Hasil penyidikan ini nantinya akan menjadi dasar dalam proses penuntutan terhadap pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.
Kejaksaan menyampaikan bahwa proses hukum akan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan akan terus dikembangkan jika ditemukan keterlibatan pihak lain dalam perkara tersebut.
Sampai saat ini, identitas tersangka yang telah diumumkan adalah ISL dan beberapa pihak lainnya. Namun demikian, Kejaksaan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka tambahan seiring berkembangnya bukti.
Dalam menghadapi perkara ini, penting bagi pihak penyidik untuk tetap menjaga akurasi dalam setiap proses pengumpulan keterangan dan dokumen. Pemeriksaan yang dilakukan secara menyeluruh terhadap seluruh pihak yang terkait, termasuk dari jajaran bank dan perusahaan penerima kredit, menjadi fondasi penting untuk memperjelas duduk perkara.
Transparansi dari pihak Kejaksaan juga diharapkan tetap dijaga agar publik dapat memantau jalannya proses hukum secara objektif. Kejelasan informasi akan mencegah timbulnya asumsi yang tidak berdasar dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum.
Sementara itu, para saksi yang dimintai keterangan diharapkan kooperatif dan memberikan informasi sesuai fakta yang mereka ketahui. Sikap terbuka akan mempercepat proses penyidikan serta memperjelas keterlibatan atau ketidakterlibatan masing-masing pihak.
Peran lembaga pengawas eksternal seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga penting untuk mengkaji ulang mekanisme pemberian kredit di lembaga keuangan milik daerah, agar kasus serupa tidak kembali terjadi di masa depan.
Langkah Kejaksaan Agung dalam memanggil saksi-saksi dari berbagai latar belakang menunjukkan bahwa pendekatan hukum dilakukan secara menyeluruh dan tidak terbatas hanya pada pihak pemohon kredit.
Pemeriksaan delapan orang saksi dalam perkara dugaan korupsi pemberian kredit kepada PT Sritex menandai keseriusan Kejaksaan Agung dalam menelusuri aliran dana dan potensi pelanggaran hukum yang terjadi. Keterlibatan saksi dari perusahaan dan perbankan memperkuat dugaan adanya kerja sama yang menyimpang dari aturan yang berlaku.
Kasus ini menjadi cerminan bahwa tata kelola dalam sistem perbankan, khususnya yang dikelola pemerintah daerah, masih memiliki celah yang dapat dimanfaatkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penguatan sistem audit dan pengawasan internal secara berkala.
Diharapkan, proses penyidikan yang berjalan saat ini dapat menghasilkan keputusan hukum yang adil dan berorientasi pada pemulihan kerugian negara. Selain itu, perlu adanya langkah preventif terhadap praktik pemberian kredit yang tidak sesuai ketentuan.
Keterbukaan dari lembaga penegak hukum dalam menyampaikan perkembangan perkara merupakan hal yang sangat dibutuhkan untuk menjaga akuntabilitas. Media juga berperan penting dalam menyampaikan informasi secara proporsional kepada publik.
Kasus ini harus dijadikan momentum untuk memperbaiki tata kelola keuangan di institusi perbankan dan korporasi, sekaligus memperkuat sinergi antar lembaga agar tidak ada celah bagi praktik penyimpangan keuangan di masa mendatang. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di :
https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
