Rio de Janeiro EKOIN.CO – Dalam pertemuan puncak BRICS ke-17 yang digelar di Rio de Janeiro, Brasil, pada awal Juli 2025, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, secara tegas mengkritik Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia karena dianggap menunjukkan ketimpangan dalam penyaluran bantuan keuangan. Ia menyoroti bahwa Ukraina telah menerima dana jauh lebih besar dibandingkan seluruh negara di benua Afrika selama dua tahun terakhir.
Lavrov menyatakan bahwa struktur lembaga keuangan internasional yang dibentuk di bawah sistem Bretton Woods secara sistematis menguntungkan negara-negara Barat dan merugikan negara-negara berkembang. Kritik itu disampaikannya saat memberikan pidato di hadapan delegasi dari negara anggota BRICS.
“Ini sangat jelas yang ditunjukkan dalam kasus Ukraina,” ujar Lavrov. Ia menyebut bahwa ketimpangan tersebut bukan hanya mencolok, melainkan sudah masuk kategori “statistik yang memalukan” dan berpotensi merusak legitimasi IMF dan Bank Dunia sebagai institusi global.
Lavrov menjelaskan, sejak awal tahun 2022, Bank Dunia telah menyetujui bantuan sebesar USD54 miliar untuk Ukraina. Nilai ini dua kali lipat dari total bantuan tahunan yang biasanya diberikan kepada seluruh negara di Afrika.
IMF Dinilai Beri Keistimewaan Tidak Wajar ke Ukraina
Lebih lanjut, Lavrov mengungkap bahwa IMF pada tahun 2023 menyetujui pinjaman sebesar USD15,6 miliar kepada Ukraina. Jumlah itu, menurutnya, setara dengan 577% dari kuota Ukraina di IMF. Ia menyebut, besarnya pinjaman tersebut mencerminkan lebih dari sepertiga total program tahunan IMF.
“Jumlah sebesar itu diberikan hanya kepada satu negara, sementara banyak negara Afrika hanya menerima sebagian kecil,” ucap Lavrov, merujuk pada ketidakadilan sistemik dalam distribusi dana IMF dan Bank Dunia.
Lavrov menegaskan bahwa selama KTT BRICS kali ini, para anggota fokus mendorong reformasi sistem keuangan global agar lebih mencerminkan bobot ekonomi negara-negara berkembang, khususnya pasar di Global Selatan dan Timur.
Ia menyatakan perlunya percepatan dalam redistribusi kuota dan hak suara di IMF. Menurut Lavrov, langkah ini penting agar tidak ada satu blok ekonomi pun yang mendominasi dan mengendalikan arah kebijakan lembaga-lembaga multilateral.
BRICS Dorong Tatanan Ekonomi Global Baru
Dalam forum tersebut, Lavrov juga menyoroti peran organisasi regional seperti Uni Afrika yang semakin besar. Ia menilai bahwa dinamika ekonomi dunia saat ini telah berubah dan negara-negara berkembang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi global.
Ia menggarisbawahi bahwa BRICS kini memainkan peran penting dalam membentuk tatanan ekonomi global yang lebih adil. “Kami ingin membangun arsitektur ekonomi global yang lebih stabil berdasarkan prinsip universalisme, transparansi, non-diskriminasi, dan akses yang setara terhadap instrumen yang tersedia,” jelasnya.
Sejak didirikan pada 2009, BRICS telah mengalami ekspansi anggota. Selain Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, organisasi ini kini mencakup Mesir, Uni Emirat Arab, Ethiopia, Indonesia, dan Iran.
Pada awal 2025, Bolivia, Belarusia, Kazakhstan, Malaysia, Thailand, Uganda, dan Uzbekistan telah bergabung sebagai mitra. Mereka kemudian disusul oleh Vietnam pada Juni 2025.
Lavrov menekankan bahwa kerja sama BRICS tidak hanya mencakup politik dan keamanan, tetapi juga sangat fokus pada reformasi ekonomi dan pembenahan struktur keuangan internasional yang dinilai tidak setara.
Ia juga menambahkan bahwa pendekatan inklusif dan kolaboratif menjadi ciri utama dari blok BRICS. Menurutnya, ini yang membedakan BRICS dengan lembaga-lembaga yang berbasis di Barat.
Kritik Lavrov terhadap IMF dan Bank Dunia didukung oleh banyak negara anggota BRICS yang merasakan perlakuan yang tidak adil dalam mekanisme keuangan global saat ini.
Dalam sesi pleno, beberapa delegasi juga mengangkat isu ketimpangan bantuan, pengaruh politik dalam keputusan pinjaman, serta perlunya perubahan model penilaian kredit global.
Salah satu isu yang banyak disorot adalah bagaimana lembaga keuangan internasional cenderung memberikan prioritas kepada negara yang berada dalam orbit geopolitik Barat, sementara mengesampingkan kebutuhan pembangunan di negara berkembang.
Negara-negara anggota BRICS juga menyampaikan rekomendasi agar pembiayaan pembangunan lebih diarahkan untuk mendukung infrastruktur, ketahanan pangan, dan transisi energi di negara-negara Selatan.
Menutup pernyataannya, Lavrov mengatakan bahwa momen ini menjadi titik penting dalam mendorong sistem ekonomi dunia yang lebih seimbang. Ia menyebut bahwa reformasi harus dimulai dari lembaga-lembaga global yang selama ini menjadi arsitek kebijakan ekonomi internasional.
Para pemimpin BRICS sepakat akan membawa usulan reformasi sistem keuangan global ini ke forum-forum internasional, termasuk di pertemuan G20 mendatang dan Sidang Umum PBB.
Dengan dukungan kolektif dari Global Selatan dan mitra-mitra baru, BRICS berambisi mengubah lanskap ekonomi global ke arah yang lebih setara dan berkelanjutan.
Upaya ini juga diharapkan dapat memicu transformasi di IMF dan Bank Dunia agar lebih inklusif serta tidak terjebak pada kepentingan geopolitik sepihak.
perlu adanya transparansi dan kesetaraan dalam kebijakan distribusi dana global oleh lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia. Negara-negara berkembang perlu memiliki suara yang lebih kuat dalam pengambilan keputusan agar bantuan benar-benar tepat sasaran dan tidak didominasi oleh kepentingan blok tertentu.
Penting pula bagi negara-negara berkembang untuk membentuk aliansi keuangan mandiri yang mampu menjadi penyeimbang dalam tatanan keuangan dunia. Dengan demikian, ketergantungan terhadap struktur lama dapat dikurangi secara bertahap.
Reformasi menyeluruh pada sistem kuota IMF perlu dipercepat guna memberikan representasi yang lebih adil bagi negara berkembang yang memiliki kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi global. Langkah ini harus didukung oleh seluruh komunitas internasional demi stabilitas jangka panjang.
Negara-negara BRICS juga disarankan untuk memperkuat sinergi dalam pembentukan sistem keuangan alternatif yang lebih akuntabel dan responsif terhadap tantangan negara berkembang. Kerja sama lintas wilayah akan memperkuat posisi negosiasi BRICS di forum internasional.
ketimpangan dalam distribusi bantuan keuangan global adalah isu struktural yang memerlukan reformasi sistemik. Melalui platform seperti BRICS, negara-negara berkembang memiliki peluang nyata untuk mengoreksi ketidakadilan dan membentuk tatanan ekonomi baru yang lebih inklusif dan berkeadilan.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










