New YorK, EKOIN.CO – Presiden Prabowo Subianto hadir memimpin langsung delegasi Indonesia ke Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan World Economic Forum (WEF) di New York, didampingi oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas). Dalam kesempatan tersebut, Zulhas menegaskan bahwa Indonesia kini tidak lagi sekadar penonton, melainkan aktif menjadi solusi atas berbagai tantangan global, terutama dalam isu pangan, iklim, dan lingkungan.
Dalam pidatonya yang dinilai visioner, Prabowo menyampaikan bahwa Indonesia akan tampil sebagai penjaga perdamaian, penggerak ekonomi hijau, dan pemain utama dalam diplomasi global. Keberhasilan dalam program swasembada pangan menjadi contoh konkret bahwa Indonesia telah bergerak dari posisi pasif ke posisi aktif dalam panggung dunia.
Indonesia dari Penonton ke Pemain Solusi
Langkah Presiden Prabowo bersama Zulhas ke forum internasional adalah simbol transisi diplomasi Indonesia. Zulhas menyatakan, “Indonesia kini tampil bukan sekadar partisipan, melainkan sebagai pemain utama yang membawa solusi atas tantangan global.”
Menurut Zulhas, pidato Prabowo mencakup agenda perdamaian, krisis pangan, dan perubahan iklim — isu-isu yang selama ini menjadi sorotan dunia.
Selain itu, Zulhas menyebut bahwa Indonesia telah mencatat rekor produksi beras tertinggi dan cadangan gabah tertinggi dalam sejarah. “Fakta ini menjadi bukti nyata keberhasilan program yang bertujuan mengamankan kedaulatan pangan nasional,” ujarnya.
Indonesia bahkan sudah mulai mengekspor beras ke negara-negara yang membutuhkan, termasuk Palestina. Hal ini menurut Zulhas menunjukkan bahwa pangan kini menjadi instrumen diplomasi kemanusiaan yang strategis.
Misi Lingkungan dan Diplomasi Pangan Ke Depan
Dalam forum WEF, Zulhas memaparkan bahwa Indonesia memprioritaskan investasi hijau dan penguatan ekonomi sirkular, terutama di sektor pangan dan pengelolaan limbah plastik. “Pesan yang disampaikan jelas, Indonesia siap menjadi pilar masa depan yang berkelanjutan,” kata Zulhas.
Delegasi Indonesia juga memberikan dukungan atas terbentuknya Tropical Forest Financing Facility (TFFF), sebuah inisiatif yang digagas Brasil bersama negara lain, termasuk Indonesia, untuk menjembatani kebutuhan pembiayaan konservasi hutan tropis melalui skema pembiayaan campuran (blended finance).
Zulhas menekankan pula peran masyarakat adat dan komunitas lokal sebagai ujung tombak pelestarian hutan. Ia menyebut bahwa diplomasi negara dan sinergi antar-kementerian harus terkoordinasi agar kepentingan nasional dan tanggung jawab global bisa berjalan seiring.
Lebih dari itu, Zulhas melihat bahwa Indonesia perlu memperluas kapasitas diplomasi dalam bidang pangan agar bisa menjadi lumbung pangan dunia, bukan hanya untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Dengan bekal diplomasi pangan dan lingkungan tersebut, Indonesia diharapkan bisa memainkan peran lebih strategis di panggung global, bukan hanya sebagai pengamat, melainkan sebagai pembentuk solusi dunia yang berkelanjutan dan adil.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










