Jakarta, EKOIN.CO – Dinamika kebijakan antara Uni Eropa dan Amerika Serikat kembali menimbulkan gelombang pengaruh global, termasuk terhadap Indonesia. Mulai dari negosiasi tarif, reformasi energi, hingga strategi pertahanan, perubahan arah hubungan dua kekuatan ekonomi dunia ini menciptakan dampak lanjutan yang dirasakan hingga Asia Tenggara.
Tarif Perdagangan Global Bergeser, RI Antisipasi Tekanan Ekspor
Penangguhan tarif Amerika Serikat terhadap Uni Eropa menjadi sinyal penting. Sebagaimana dilaporkan Reuters, Washington menunda penerapan tarif 50 persen untuk produk Eropa hingga 9 Juli 2025. Kebijakan ini dilakukan untuk memberi waktu negosiasi dan menghindari eskalasi perang dagang yang berlarut-larut.
Menteri Perdagangan Indonesia Zulkifli Hasan menyatakan, ketegangan atau pelonggaran tarif antara AS dan UE akan memengaruhi posisi dagang negara lain. “Kita harus cermat. Jika AS longgarkan bea masuk produk Eropa, maka daya saing ekspor kita bisa terdampak, terutama untuk pasar tujuan Eropa,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (14/6/2025).
Kementerian Perdagangan mencatat, nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa pada 2024 mencapai lebih dari USD 18 miliar, dengan produk unggulan seperti minyak sawit, tekstil, dan karet. Apabila Eropa mulai meningkatkan volume impor dari AS, Indonesia harus mencari strategi penguatan pasar dan diversifikasi ekspor.
Industri Teknologi Nasional Harus Adaptif
Kebijakan digital juga turut menjadi sorotan. Amerika meminta Uni Eropa mencabut pajak digital terhadap perusahaan teknologi asal AS, termasuk Google dan Meta. Negosiasi ini bagian dari kompromi perdagangan yang sedang dibangun.
“Jika AS dan Eropa mencapai kesepakatan tentang regulasi digital, Indonesia perlu segera mengevaluasi kerangka kebijakan ekonominya,” kata pakar ekonomi digital dari Universitas Indonesia, Teguh Surya Permana. Ia menyebut bahwa regulasi pajak digital dan kerjasama lintas batas perlu diperkuat agar Indonesia tidak menjadi pelampiasan dari kepentingan besar.
Pemerintah Indonesia sendiri melalui Kementerian Kominfo sedang menyusun regulasi untuk penguatan ekonomi digital nasional, termasuk perlindungan data, pajak platform asing, serta penataan algoritma distribusi konten.
Perubahan Kebijakan Energi, Peluang dan Tantangan bagi RI
Kebijakan energi juga ikut terdampak. Uni Eropa kini mempertimbangkan pelonggaran standar emisi metana guna mengimpor LNG dari Amerika. Langkah ini dapat menggeser fokus pasar global gas alam dan energi transisi.
Direktur Jenderal Migas Tutuka Ariadji mengungkapkan, Indonesia harus cepat menyesuaikan strategi ekspor energi. “Kita sedang dalam proses memperbesar kapasitas LNG, tapi jika Eropa lebih memilih gas AS karena relaksasi regulasi, kita harus lihat ke Asia Timur sebagai prioritas pasar,” jelasnya dalam forum energi nasional.
Indonesia juga memiliki peluang dalam proyek energi bersih, mengingat pergeseran standar energi hijau menjadi arah utama Uni Eropa. Investasi di sektor geothermal dan hidrogen tengah digenjot, termasuk pembicaraan dengan perusahaan dari Jerman dan Belanda.
Strategi Pertahanan Mandiri Eropa Ubah Arah Geopolitik
Eropa kini mendorong inisiatif Readiness 2030 dan ReArm Europe dengan dana investasi pertahanan sebesar €800 miliar. Hal ini menunjukkan langkah nyata Eropa untuk mengurangi ketergantungan pertahanan pada Amerika Serikat.
Pakar hubungan internasional dari CSIS, Rizal Sukma, menyebut bahwa perubahan ini turut menggeser peta geopolitik. “Ketika Eropa membangun kekuatan militernya sendiri, keseimbangan global berubah. Indonesia perlu menyesuaikan hubungan strategis dengan blok Eropa agar tidak hanya berpaku pada kekuatan tradisional seperti AS dan Tiongkok,” ungkap Rizal, Sabtu (15/6/2025).
Ia menambahkan, ASEAN juga bisa menjadi mitra strategis baru bagi Eropa di Indo-Pasifik, termasuk dalam pertahanan siber dan pengawasan maritim.
Diplomasi Indonesia Perlu Lebih Aktif
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri telah menanggapi dinamika ini. Jubir Kemlu Lalu Muhamad Iqbal menyampaikan bahwa Indonesia terus mengamati perkembangan hubungan trans-Atlantik dan dampaknya secara global.
“Kita tetap menjaga posisi non-blok, tapi aktif membangun kemitraan konstruktif dengan semua pihak. Uni Eropa adalah mitra strategis dalam perdagangan, iklim, dan pendidikan,” ujarnya dalam pernyataan resmi, Sabtu (15/6/2025).
Sementara itu, perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA) terus dipercepat agar menjadi landasan kokoh bagi peningkatan ekspor dan investasi dua arah. Indonesia menargetkan perjanjian ini rampung pada 2026.
Strategi Indonesia dalam Lanskap Global Baru
Di tengah perubahan kebijakan dua blok besar dunia, Indonesia dituntut untuk fleksibel namun strategis. Peneliti INDEF Esther Sri Astuti menegaskan, Indonesia tidak bisa netral pasif, melainkan aktif memilih peluang dan menyusun mitigasi risiko.
“Jangan sampai kita hanya jadi pasar atau korban perang dagang global. Kita perlu investasi dalam diplomasi ekonomi, penguatan industri, dan peningkatan kapasitas digital,” tuturnya.
Ia juga menekankan pentingnya peran Indonesia sebagai jembatan antara kekuatan besar dunia, terutama dalam isu global seperti energi hijau, stabilitas kawasan, dan tata kelola digital.
Saran:
Indonesia perlu segera memperkuat daya saing produk ekspornya, khususnya ke pasar Eropa dan AS. Ini termasuk meningkatkan kualitas produk, memperbaiki standar industri, dan membuka jalur logistik yang lebih efisien. Dengan begitu, ketika tarif atau kebijakan berubah di luar negeri, produk Indonesia tetap kompetitif.
Pemerintah juga harus mempercepat penguatan kebijakan digital nasional. Penyusunan UU Perlindungan Data Pribadi dan regulasi ekonomi digital yang jelas bisa menjadi landasan kuat menghadapi tekanan global atas data dan transaksi lintas batas. Kerjasama internasional dalam bidang teknologi juga perlu diperluas.
Sektor energi Indonesia harus bersiap menghadapi potensi pergeseran pasar LNG global. Investasi dalam energi terbarukan seperti panas bumi dan hidrogen harus dipercepat, agar Indonesia tidak tertinggal dari tren transisi energi dunia. Kolaborasi dengan Uni Eropa di bidang teknologi hijau bisa menjadi prioritas.
Dari sisi pertahanan dan diplomasi, Indonesia perlu menegaskan peran aktif di kawasan Indo-Pasifik. Ini termasuk memperkuat kerja sama dengan ASEAN dan menjadi mitra strategis yang netral namun konstruktif di antara kekuatan besar dunia.
Secara keseluruhan, perubahan kebijakan antara Eropa dan Amerika Serikat menjadi momentum bagi Indonesia untuk memperbaiki struktur ekonominya, memperluas kemitraan strategis, serta meningkatkan kapasitas daya saing nasional dalam lanskap global yang semakin kompleks.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










