Tel Aviv, EKOIN.CO - Sebuah drone canggih—yang sempat disebut “Iron drone”—telah berhasil menembus sistem pertahanan udara Israel yang terkenal ketat. Berdasarkan laporan, drone tersebut mampu menghindari deteksi radar Iron Dome dan mencapai target militer, menewaskan empat tentara di pangkalan militer Binyamina-Giv’at Ada pada 13 Oktober 2024 .
Insiden ini menegaskan dampak nyata dari perubahan medan perang udara modern, di mana UAV (Unmanned Aerial Vehicle) dapat melewati lapisan pertahanan canggih seperti Iron Dome.
Latar Belakang Sistem Pertahanan Iron Dome
Sistem Iron Dome dikembangkan oleh Rafael Advanced Defense Systems dan mulai beroperasi sejak Maret 2011 Dengan target utama roket jarak pendek dan drone, sistem ini mengklaim akurasi hingga 90–96 persen dalam mencegat ancaman yang mengarah ke kawasan berpenduduk .
Namun, keberhasilan sistem ini sangat bergantung pada jumlah ancaman dan pola peluncurannya — serangan massal seperti dari Hamas atau Hizbullah dapat memicu kelebihan beban .
Kelemahan Taktis Iron Dome
Beberapa kelemahan taktis telah terungkap:
- Jangkauan Terbatas – Satu baterai hanya melindungi radius sekitar 150 km².
- Kapasitas Terbatas saat Peluru Malah – Serangan simultan besar-besaran dapat melampaui suplai rudal interceptor sekitar puluhan ribu dollar per unit .
- Kesulitan Deteksi Drone Low-Flying – Beberapa drone punya lintasan rendah dan lambat, sehingga radar bisa tidak mendeteksi hingga terlalu dekat .
Kasus “Iron drone” dari Hizbullah
Pada Oktober 2024, kelompok Hizbullah meluncurkan drone jenis Mirsad‑1 dari Lebanon, menembus pertahanan Israel, dan mencapai pangkalan IDF di Binyamina Hasilnya: 4 tentara tewas dan lebih dari 60 lainnya terluka. Media menggambarkannya sebagai “penyerangan terbesar sejak 7 Oktober” .
Drone ini menempuh rute rendah dan menjaga jarak dari radar utama, sehingga Iron Dome gagal mendeteksi. Kombinasi dari teknik penerbangan rendah dan kecepatan lambat membuatnya seperti target udara yang tidak terlalu diprioritaskan.
Perkembangan Sistem Pertahanan Baru
Untuk mengatasi kelemahan tersebut, Israel telah mengembangkan sistem Laser energi tinggi, Iron Beam, yang diperkirakan akan siap uji coba akhir 2024 hingga 2025 .
Laser ini dapat menembak jatuh roket, mortir, bahkan drone dengan biaya operasional sekitar US$2–3,5 per tembakan, jauh lebih murah dibandingkan rudal Tamir .
Naftali Bennett, mantan PM Israel, menyebutnya sebagai “pengubah permainan” yang membuka era baru pertahanan udara .
Implementasi dan Tantangan Teknis
Versi darat Iron Beam saat ini tengah dipersiapkan. Versi udara laser masih dalam tahap pengembangan dan butuh waktu lebih panjang sebelum operasional . Beberapa kelemahan teknologi laser saat ini adalah:
- Keterbatasan dalam cuaca buruk (hujan/berawan).
- Keterbatasan dalam mengejar beberapa target sekaligus .
Perspektif Ahli Keamanan
Menurut Yuri Knutov, sistem Iron Dome hanya efektif dalam jangkauan terbatas dan menghadapi saturasi ancaman secara bersamaan
David Ochmanek dari RAND menyebut drone relatif mudah dihancurkan karena lambat dan tidak manuver kompleks, namun jumlah besar dan lintasan tak terprediksi tetap bisa menekan sistem pertahanan .
Dampak Strategis dan Geopolitik
Serangan seperti Mirsad‑1 dan drone dari Yaman (Houthi) ke Tel Aviv pada 19 Juli 2024 menunjukkan bahwa serangan drone lintasan rendah bisa menembus sistem pertahanan, memicu kecemasan lanskap keamanan regional .
Pemerintah Israel kini berada dalam kompetisi teknologi untuk menghadapi ancaman baru—dari rudal ero dan drone, hingga sistem laser dari Negara Teluk dan negara barat lainnya .
Serangan drone tipe “Iron drone” menembus pertahanan Israel karena kombinasi keunggulan teknologi UAV: penerbangan rendah, lintasan yang tidak konvensional, dan serangan terkoordinasi sehingga jenuhkan Iron Dome.
Penting bagi Israel serta negara-negara lain untuk meningkatkan sistem lapisan pertahanan udara, termasuk menggabungkan radar canggih, interceptor hibrida, dan sistem energi terarah seperti laser.
Perlu peningkatan kapasitas radar khusus untuk deteksi low-altitude UAV, serta integrasi intelijen real-time guna memperkirakan jalur serangan sebelum masuk zona pertahanan kritis.
Pemanfaatan teknologi anti‑drone mesh pada aset militer berjaga juga perlu diperluas, seiring penggunaan drone sebagai taktik baru di medan tempur modern .
Kolaborasi internasional dalam pengembangan sistem laser dan interceptor baru harus dipercepat, juga didukung pengembangan SOP dan simulasi skenario serangan masif.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
(*)










