Jakarta, EKOIN.CO – Penelitian terbaru dari Pusat Riset Arkeometri Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap fakta penting tentang kekayaan budaya prasejarah di kawasan Karst Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan. Kawasan ini tercatat memiliki gambar cadas terbanyak di Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Adhi Agus Oktaviana, periset BRIN, dalam Konferensi Internasional Gau Maraja 2025 bertajuk “Leang-Leang Maros as the Gateway to Ancient Human in the World”, yang digelar pada Sabtu, 5 Juli 2025 di Maros. Ia menyebut bahwa kawasan tersebut menyimpan sekitar 75 persen gambar cadas nasional.
Adhi menegaskan bahwa keberagaman lukisan cadas di wilayah ini mencerminkan kompleksitas kehidupan manusia prasejarah. “Kawasan ini paling beragam dan kompleks dalam memahami banyak segi kehidupan manusia prasejarah dan transformasinya,” ujarnya.
Menurut Adhi, salah satu temuan penting berada di situs Leang Karampuang, di mana terdapat lukisan cap tangan, babi besar, babi kecil, babi beranak, dan kepala anoa. Ia menambahkan, “Temuan yang menarik adalah gambar kumpulan babi-rusa berumur 51.200 sebelum sekarang.”
Pola khas gambar cadas di Sulawesi Selatan juga menjadi sorotan. Ia menjelaskan bahwa lukisan tangan dengan jari runcing muncul tidak hanya di Maros-Pangkep, namun juga menyebar hingga ke Sulawesi Tenggara. Pola ini dianggap sebagai jejak migrasi prasejarah.
Gambar Purba Sebagai Ensiklopedi Pengetahuan
Kepala Pusat Riset Arkeologi Sejarah dan Prasejarah BRIN, Muhammad Irfan Mahmud, turut menggarisbawahi nilai ilmiah dari penemuan ini. Ia menyebut lukisan gua di kawasan Maros sebagai ensiklopedi pengetahuan umat manusia.
“Semua lukisan merupakan sebuah ensiklopedi sejarah yang berisi pengetahuan dari orang-orang terdahulu,” kata Irfan dalam forum yang sama. Ia menyatakan bahwa lukisan tersebut bukan hanya bentuk seni, tetapi bukti kemampuan berpikir masyarakat prasejarah.
Melalui studi kasus situs Leang Tianang, Maros, ditemukan motif flora dan fauna yang memiliki nilai bio-indikator terhadap kondisi ekologi masa lampau. Gambar ini bukan sekadar hiasan mitologis, melainkan berisi pengetahuan ekosistem simbolik.
Irfan menjelaskan bahwa gambaran tersebut merefleksikan pemahaman kosmologi masyarakat masa lalu. Gambar fauna air menggambarkan dunia bawah, perahu sebagai dunia manusia, dan nipah sebagai lambang dunia atas, yaitu ruh dan langit.
“Nipah bagi penduduk pesisir merupakan simbol dari langit batas kosmografi, sedangkan tunas nipah menggambarkan lambang pertumbuhan, kesuburan dan kelahiran kembali,” ungkapnya, menutup presentasi.
Penemuan lukisan prasejarah di Karst Maros-Pangkep menegaskan posisi kawasan ini sebagai pusat penting warisan budaya manusia awal di Asia Tenggara. Keberadaan 75 persen gambar cadas nasional di wilayah ini bukan hanya soal kuantitas, tetapi juga memperkaya pemahaman tentang kehidupan spiritual dan sosial masa lalu.
Motif-motif yang ditemukan, mulai dari babi-rusa hingga flora air dan tumbuhan nipah, menunjukkan keterkaitan erat antara manusia prasejarah dengan lingkungan alam mereka. Simbolisme yang tergambar menandai kesadaran ekologi dan spiritual yang berkembang dalam komunitas prasejarah.
Dengan pendekatan ilmiah dan simbolis yang digabungkan, penelitian BRIN memberikan pijakan baru dalam interpretasi seni cadas. Ini sekaligus menjadi penanda bahwa kawasan Maros-Pangkep layak mendapat perhatian dunia sebagai gerbang pengetahuan manusia purba.(*)










