Tel Aviv ,EKOIN.CO – Tentara Israel resmi memperpanjang masa tugas ribuan prajurit aktif hingga satu tahun ke depan. Keputusan ini mencakup unit-unit penting seperti artileri, batalion pengintai, dan pasukan khusus yang saat ini beroperasi di berbagai wilayah konflik.
Langkah perpanjangan ini diberlakukan karena krisis kekurangan personel yang terus memburuk, seiring dengan meningkatnya eskalasi pertempuran di Jalur Gaza dan front lainnya. Channel 12 Israel menyebut keputusan ini menyentuh unit-unit elit seperti Duvdevan, Magellan, Egoz, serta Yehlum yang menangani bidang teknik militer.
Menurut laporan Yediot Ahronot yang dikutip dari Aljazeera, Jumat (11/7/2025), kebijakan tersebut diambil sebagai respons atas tekanan besar yang dihadapi tentara di lapangan. Mereka dituntut untuk terus aktif dalam berbagai operasi, meskipun kehilangan personel terus terjadi.
Pemimpin oposisi Yair Lapid mengkritik kebijakan ini. Ia menyebut langkah pemerintah sebagai bentuk ketidakadilan, karena kelompok religius Haredi tetap dibebaskan dari kewajiban militer. “Ini memalukan,” ujarnya mengomentari ketimpangan kebijakan wajib militer.
Pasukan Al-Qassam Gagalkan Upaya Penangkapan Tentara
Pada hari yang sama, Aljazeera menayangkan rekaman eksklusif yang memperlihatkan serangan langsung pejuang Brigade Al-Qassam terhadap pasukan Israel di Khan Younis, Jalur Gaza bagian selatan. Video itu menampilkan upaya para pejuang untuk menangkap seorang tentara Israel, sebelum akhirnya menembaknya hingga tewas.
Peristiwa tersebut terjadi di daerah Abasan al-Kabira, sebelah timur Khan Younis. Dalam rekaman, terlihat para pejuang Al-Qassam menyerbu posisi militer Israel dan berhasil merampas senjata milik tentara yang gagal mereka tangkap.
Serangan itu merupakan bagian dari operasi yang diberi nama “Batu Daud” sebagai respons atas serangan militer Israel bertajuk “Kereta Gideon”. Hal ini diumumkan Al-Qassam melalui akun resmi Telegram pada Rabu (11/7/2025).
Sasaran operasi Al-Qassam termasuk tank Merkava, pengangkut pasukan, serta dua ekskavator militer. Serangan tersebut menggunakan rudal anti-tank jenis Al-Yasin 105 dan mengakibatkan pertempuran sengit antara kedua pihak.
Menurut keterangan resmi Al-Qassam, medan tempur yang tidak mendukung membuat pejuang mereka gagal membawa pergi tentara tersebut hidup-hidup. Namun, mereka berhasil melumpuhkannya dan membawa senjatanya sebagai bukti operasi.
Helikopter Evakuasi, Israel Akui Kehilangan Tentara
Militer Israel membenarkan bahwa salah satu tentaranya tewas dalam peristiwa tersebut. Dalam pernyataan yang disiarkan secara resmi, mereka menyatakan bahwa tentara yang bertugas sebagai operator mesin teknik itu diserang saat menjalankan operasi rutin.
Pernyataan tersebut juga menjelaskan bahwa kelompok bersenjata muncul dari terowongan bawah tanah di wilayah Khan Younis dan langsung menyerang posisi pasukan mereka. Tentara yang diserang sempat melawan sebelum akhirnya tewas di lokasi.
Dalam serangan itu, helikopter militer Israel diterjunkan untuk melakukan evakuasi. Kejadian ini menambah jumlah korban dari pihak Israel, yang menurut Yediot Ahronot telah mencapai 39 personel sejak perang kembali dilanjutkan pada 18 Maret 2025.
Seorang komandan Al-Qassam yang diwawancarai Aljazeera menyebut operasi ini hanyalah permulaan. Ia menyatakan bahwa upaya untuk menangkap tentara Israel akan terus digencarkan dalam waktu dekat.
Juru bicara Al-Qassam, Abu Obeida, dua hari sebelumnya telah memperingatkan bahwa kerugian harian pasukan Israel akan terus bertambah, dari utara ke selatan Jalur Gaza. Ia mengisyaratkan bahwa pihaknya sedang mempersiapkan operasi skala besar.
Pejuang Al-Qassam juga dikabarkan telah menghancurkan moral pasukan Israel dengan meningkatkan intensitas serangan dan penyergapan. Mereka kini mengklaim siap menghadapi dan mengalahkan kendaraan serta tentara musuh di berbagai titik strategis.
Pernyataan itu menekankan bahwa perlawanan Palestina telah mencapai fase baru, dengan keberhasilan dalam menyusup ke posisi-posisi musuh dan mengeksekusi strategi tempur dengan presisi tinggi.
Perkembangan situasi di lapangan mengindikasikan bahwa konflik di Jalur Gaza akan terus bereskalasi. Sementara itu, Israel mencoba memperkuat pertahanan dengan memperpanjang masa tugas pasukannya di tengah tekanan yang terus meningkat.
Pemerintah Israel tampaknya tidak memiliki banyak pilihan selain mempertahankan pasukan yang ada di medan konflik. Kekurangan personel, meningkatnya jumlah korban, dan tekanan dari dalam negeri turut memperumit keadaan.
Di sisi lain, Al-Qassam semakin menunjukkan keahlian dalam taktik gerilya dan penyerangan langsung. Mereka menggunakan berbagai senjata anti-tank dan taktik penyergapan yang efektif untuk melawan kekuatan militer yang lebih besar.
Rekaman terbaru yang dirilis Aljazeera memperlihatkan bahwa Al-Qassam tak hanya menyerang, tapi juga berupaya menangkap tentara untuk dijadikan tawanan, yang bisa digunakan dalam pertukaran tahanan di masa depan.
Dengan meningkatnya jumlah korban dan tekanan politik, situasi keamanan di Gaza dan Israel Selatan diprediksi akan semakin tidak stabil dalam beberapa pekan ke depan.
Israel menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan moral dan kekuatan pasukannya. Perpanjangan masa tugas tentara bisa berdampak pada kondisi psikologis prajurit dan efektivitas mereka dalam jangka panjang.
Di sisi lain, Hamas dan sayap militernya menunjukkan bahwa mereka masih memiliki kapasitas dan strategi untuk melakukan perlawanan yang efektif, meskipun tekanan militer dari Israel terus meningkat.(*)
dari peristiwa ini adalah bahwa ketegangan antara Israel dan Hamas terus meningkat, dengan taktik perlawanan dari Al-Qassam yang semakin berani dan strategis. Keputusan Israel memperpanjang masa tugas tentaranya menunjukkan adanya krisis internal dalam pengelolaan personel militer. Dalam jangka pendek, langkah ini bisa mengatasi kekurangan pasukan, namun dapat menimbulkan tekanan psikologis dan sosial di kalangan prajurit. Al-Qassam berhasil menunjukkan bahwa mereka masih memiliki kapasitas perlawanan yang signifikan, bahkan saat menghadapi tekanan militer besar. Konflik ini kemungkinan akan terus meningkat jika tidak ada intervensi diplomatik atau kesepakatan damai yang dicapai.
yang bisa diambil dari situasi ini adalah pentingnya semua pihak mencari solusi diplomatik guna menghindari jatuhnya lebih banyak korban jiwa. Komunitas internasional dapat berperan sebagai mediator untuk mendorong gencatan senjata yang adil. Pemerintah Israel sebaiknya mengevaluasi ulang kebijakan perekrutan dan distribusi beban militer, terutama terkait ketimpangan antara kelompok masyarakat. Di sisi lain, pemimpin perlawanan di Gaza juga perlu mempertimbangkan strategi yang mengedepankan keselamatan warga sipil di wilayah konflik. Upaya pertukaran tahanan dapat menjadi titik awal perundingan damai jika dikembangkan secara adil dan transparan.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










