Teheran EKOIN.CO – Media Israel melaporkan bahwa Iran kemungkinan besar akan melancarkan serangan balasan mendadak terhadap Israel sebagai respons atas ancaman yang terus menerus dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Laporan tersebut disampaikan oleh Israel Hayom dan mengutip analisis dari pakar Iran, Yossi Menchorov, yang menyebutkan bahwa balas dendam dari Pemimpin Tertinggi Iran, Ali Khamenei, semakin mendekati kenyataan.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Dalam laporannya, Israel Hayom menekankan adanya kesalahan perhitungan dari kepemimpinan Iran yang dapat memicu pecahnya perang besar antara kedua negara. Dikatakan bahwa terdapat perdebatan serius di antara pejabat tinggi politik dan keamanan Iran mengenai kemungkinan serangan pre-emptive terhadap Israel.
Laporan ini didasarkan pada analisis yang ditulis oleh Menchorov dari Misgav Institute for National Security and Strategy yang berbasis di Yerusalem. Menurutnya, baik Iran maupun Israel telah memasuki fase baru dari konfrontasi strategis yang berisiko meningkat menjadi bentrokan terbuka.
Diskusi internal di Iran mengenai serangan balasan tersebut juga diungkap oleh surat kabar Iran, Vatan Emrooz, yang terbit pada Ahad lalu. Surat kabar itu dikenal memiliki kecenderungan konservatif dan radikal, serta dianggap dekat dengan pandangan garis keras pemerintah Iran.
Dalam pemberitaannya, Vatan Emrooz menyoroti bahwa para pemimpin Iran tengah mempertimbangkan respons militer secara mendadak terhadap Israel, sebagai upaya menanggapi berbagai ancaman serangan yang disebut-sebut akan dilakukan oleh Tel Aviv dalam waktu dekat.
Ancaman Netanyahu Memicu Ketegangan
Pemimpin Israel Benjamin Netanyahu diketahui telah berulang kali mengancam akan menggagalkan setiap upaya Iran dalam mengembangkan program nuklir dan rudal balistiknya. Pernyataan tersebut meningkatkan kekhawatiran di Teheran dan mempercepat diskusi tentang langkah pertahanan maupun serangan balik.
Kondisi tersebut memperparah tensi yang sudah tinggi antara kedua negara, terutama setelah kekalahan militer Iran dalam perang singkat selama 12 hari yang baru saja berlalu. Dalam konflik itu, Iran kehilangan sejumlah tokoh penting serta pangkalan militer strategisnya di Suriah dan Lebanon.
Dalam tulisan Yossi Menchorov, dijelaskan bahwa konfrontasi antara Teheran dan Tel Aviv telah berubah dari perang proksi menjadi ancaman langsung yang saling diumbar. Ia menyebutkan bahwa kedua belah pihak sudah mempersiapkan diri untuk eskalasi skala penuh.
Menurutnya, serangan pre-emptive yang sedang dibahas oleh para pemimpin Iran dapat mengambil berbagai bentuk, mulai dari peluncuran rudal jarak jauh, serangan siber, hingga operasi militer terbatas di wilayah perbatasan.
Babak Baru Konflik Iran-Israel
Ketegangan Iran-Israel memang telah berlangsung selama puluhan tahun, tetapi beberapa bulan terakhir menunjukkan adanya intensifikasi konflik yang belum pernah terjadi sebelumnya. Iran merasa semakin terisolasi dan terancam oleh sanksi internasional serta tekanan militer dari blok Barat.
Sejumlah analis juga menilai bahwa keputusan Iran untuk mempercepat kemungkinan serangan pre-emptive tidak hanya didasarkan pada pertimbangan militer, melainkan juga politik domestik. Pemerintah di Teheran tengah menghadapi tekanan dari kelompok garis keras untuk bertindak lebih tegas terhadap Israel.
Sementara itu, pihak Israel terus meningkatkan kewaspadaan militernya. Beberapa laporan intelijen mengindikasikan bahwa sistem pertahanan rudal Israel telah berada dalam status siaga penuh sejak akhir pekan lalu.
Israel Hayom mencatat bahwa Israel tidak akan tinggal diam jika merasa terancam secara langsung oleh Iran. Bahkan ada spekulasi bahwa Israel dapat melancarkan serangan pendahuluan terlebih dahulu jika mendeteksi tanda-tanda serangan dari Teheran.
Di sisi lain, Vatan Emrooz menyampaikan bahwa Teheran merasa telah dilecehkan secara sistematis oleh tindakan Israel dan sekarang adalah waktu yang tepat untuk menunjukkan kekuatan. Mereka memperingatkan bahwa tindakan Israel yang agresif tidak akan dibiarkan tanpa konsekuensi.
Meski demikian, belum ada pernyataan resmi dari Ali Khamenei terkait strategi militer yang akan diambil. Namun laporan media di kedua negara menunjukkan bahwa persiapan untuk kemungkinan konfrontasi bersenjata telah dilakukan secara serius oleh masing-masing pihak.
Beberapa pengamat menilai situasi ini sangat rapuh, dan sedikit kesalahan komunikasi atau salah perhitungan bisa memicu eskalasi cepat menuju perang terbuka. Saat ini, diplomasi regional belum menunjukkan tanda-tanda intervensi aktif untuk meredakan ketegangan.
Bahkan negara-negara Teluk seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab mulai memantau pergerakan militer di kawasan dengan lebih cermat, khawatir akan meluasnya konflik ke wilayah mereka jika perang Iran-Israel benar-benar meletus.
Sementara itu, PBB dan beberapa negara Eropa menyerukan kedua negara agar menahan diri dan menghindari langkah-langkah provokatif. Namun, belum ada mediasi langsung yang diupayakan oleh pihak internasional untuk menengahi krisis ini.
Jika konflik ini tidak dapat diredam, maka bisa berdampak besar terhadap stabilitas Timur Tengah secara keseluruhan. Rantai pasokan energi dunia juga berpotensi terganggu, mengingat Iran merupakan produsen minyak besar yang strategis.
Konflik ini juga dikhawatirkan akan dimanfaatkan oleh kelompok militan untuk memperluas pengaruhnya di kawasan, terutama di Suriah, Lebanon, dan Irak yang saat ini masih mengalami ketegangan politik.
Ketegangan antara Iran dan Israel berada pada titik kritis yang belum pernah terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Risiko konfrontasi terbuka sangat nyata dan memerlukan perhatian serius dari komunitas internasional. Setiap tindakan sepihak dari salah satu pihak berpotensi menyalakan bara perang yang lebih luas.
Perlu adanya tindakan diplomatik cepat dari negara-negara besar dunia untuk mengurangi tekanan antara kedua negara. Tanpa itu, konflik ini akan berkembang menjadi krisis regional yang lebih besar dan tidak mudah dihentikan.
Komunitas internasional harus mendorong dialog antara kedua pihak, meski itu sulit, untuk mencegah jatuhnya korban jiwa lebih banyak dan kehancuran infrastruktur di kedua negara. Jalur diplomasi tetap menjadi satu-satunya jalan keluar yang rasional.
Media memiliki peran penting untuk meredakan tensi, bukan memperkeruh situasi dengan retorika panas. Laporan yang bertanggung jawab dan berimbang dapat membantu menginformasikan masyarakat tanpa memprovokasi reaksi emosional.
Kehati-hatian sangat penting dalam menyikapi informasi dan perkembangan di wilayah konflik ini. Masyarakat internasional sebaiknya terus mengikuti perkembangan dari sumber-sumber kredibel dan menunggu pernyataan resmi dari pemerintah masing-masing negara. (*)










