Tel Aviv EKOIN.CO – Empat tentara Israel dilaporkan melakukan bunuh diri dalam kurun waktu kurang dari dua pekan setelah mereka kembali dari medan pertempuran di Jalur Gaza. Laporan ini mengemuka di tengah meningkatnya kekhawatiran atas dampak psikologis perang berkepanjangan yang telah berlangsung sejak Oktober 2023.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Menurut surat kabar Haaretz, dua dari empat tentara tersebut merupakan wajib militer aktif. Sementara itu, dua lainnya adalah pasukan cadangan yang baru saja diberhentikan dari tugas tempur di Gaza. Insiden ini menambah panjang daftar kasus bunuh diri di kalangan tentara Israel sejak konflik dimulai.
Pada Selasa sebelumnya, seorang tentara kelima dilaporkan mencoba bunuh diri dan mengalami luka berat, sebagaimana diberitakan The Times of Israel. Kasus ini semakin memperkuat kekhawatiran terhadap tekanan mental luar biasa yang dialami para personel militer yang kembali dari zona konflik.
Konflik yang berlangsung di Gaza telah merenggut nyawa lebih dari 58.000 warga Palestina, termasuk di antaranya sedikitnya 17.000 anak-anak. Di tengah eskalasi pertempuran tersebut, lonjakan kasus bunuh diri di kalangan militer Israel terus menjadi perhatian.
Angka Bunuh Diri Tentara Meningkat Drastis
Dikutip dari Middle East Eye pada Rabu (16/7), data yang dihimpun Haaretz mengungkapkan bahwa sebanyak 43 tentara telah bunuh diri sejak perang dimulai. Dari jumlah tersebut, 14 kasus terjadi pada tahun ini, dan 21 kasus tercatat sepanjang 2024, menjadikannya tahun dengan angka tertinggi sejak 2011.
Pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, dalam pernyataannya melalui akun X, menyebut situasi ini sebagai “sesuatu yang tak tertahankan.” Ia menambahkan, “Perang ini juga membunuh jiwa,” merujuk pada dampak psikologis yang tidak kalah mematikan dibandingkan luka fisik akibat pertempuran.
Organisasi kesehatan mental di Israel memperingatkan bahwa angka sebenarnya kemungkinan lebih tinggi karena banyak kasus yang tidak dilaporkan secara resmi. Mereka menyoroti bahwa sistem pelaporan militer belum mampu mengakomodasi semua kasus yang berkaitan dengan trauma akibat peperangan.
Laporan Haaretz juga menyebut sedikitnya 12 individu yang melakukan bunuh diri sejak perang meletus, dan insiden itu secara langsung dikaitkan dengan pengalaman mereka selama bertugas di Gaza. Sumber militer mengonfirmasi bahwa sebagian besar dari kasus tersebut diduga kuat berhubungan dengan intensitas pertempuran yang dihadapi.
Situasi Gaza Semakin Mencekam, Tentara dalam Tekanan
Bunuh diri terbaru ini terjadi seiring dengan meningkatnya serangan balasan Hamas terhadap pasukan Israel di wilayah Gaza. Dalam beberapa pekan terakhir, terjadi peningkatan penyergapan terhadap pasukan darat Israel yang beroperasi di berbagai zona konflik di Jalur Gaza.
Setidaknya 12 tentara Israel tercatat menjadi korban penyergapan hanya dalam dua pekan terakhir. Tekanan di lapangan yang semakin besar, termasuk upaya penangkapan tentara oleh Hamas, memperparah beban psikologis para prajurit yang baru saja kembali atau sedang aktif bertugas.
Kementerian Pertahanan Israel mencatat sebanyak 893 tentara telah tewas sejak perang dimulai. Dari jumlah tersebut, 45 di antaranya meninggal dunia setelah Israel membatalkan gencatan senjata pada 18 Maret lalu. Selain itu, lebih dari 19.000 tentara dilaporkan mengalami luka, baik fisik maupun mental.
Kondisi ini memicu desakan dari berbagai kalangan agar pemerintah segera mengambil tindakan nyata dalam menangani kesehatan mental para prajurit. Beberapa pihak meminta peningkatan layanan konseling serta pemulihan trauma pascakonflik bagi seluruh personel militer, terutama mereka yang terlibat langsung dalam operasi darat di Gaza.
Pihak militer sendiri belum merilis pernyataan resmi terkait lonjakan kasus bunuh diri terbaru ini. Namun, sejumlah pejabat internal mengakui bahwa kebutuhan akan penanganan psikologis pascaperang semakin mendesak dan harus menjadi prioritas.
Sejumlah organisasi hak asasi manusia di Israel dan luar negeri juga menyoroti kondisi psikologis tentara sebagai dampak dari perang yang tidak kunjung usai. Mereka menilai bahwa konflik berkepanjangan tidak hanya menghancurkan kehidupan warga sipil, tetapi juga meninggalkan luka mendalam bagi para prajurit yang menjalankan tugas negara.
Media lokal menambahkan bahwa beberapa keluarga tentara yang bunuh diri merasa kehilangan dukungan dari institusi militer setelah anggota keluarganya diberhentikan dari tugas aktif. Mereka meminta adanya reformasi dalam sistem pendampingan mental bagi tentara, terutama setelah penugasan.
Sementara itu, kelompok oposisi di parlemen Israel mendesak adanya investigasi menyeluruh atas sistem kesehatan mental di kalangan militer. Mereka menuding pemerintah lalai dalam menyediakan fasilitas dan dukungan emosional bagi prajurit yang telah mengorbankan dirinya di medan tempur.
Perkembangan ini kembali membuka diskusi luas di kalangan masyarakat Israel terkait dampak jangka panjang perang terhadap generasi muda yang menjadi wajib militer. Banyak dari mereka harus menghadapi realitas brutal perang sejak usia yang masih sangat muda.
Dalam laporan tambahan, Haaretz menyebut bahwa sistem evaluasi psikologis sebelum dan sesudah penugasan militer masih minim. Pemeriksaan mental lebih banyak berfokus pada kesiapan bertempur, bukan pada dampak pascapertempuran.
Meningkatnya kasus bunuh diri ini menjadi sorotan utama dalam wacana nasional. Pemerintah didesak untuk tidak hanya fokus pada aspek militer dalam perang, tetapi juga memperhatikan sisi kemanusiaan, terutama bagi mereka yang telah menjalankan tugas negara di zona konflik.
Sejumlah pakar psikologi militer menyarankan adanya masa pemulihan wajib bagi setiap tentara usai penugasan, lengkap dengan sesi terapi dan dukungan emosional. Hal ini dinilai penting untuk menghindari tekanan pascatrauma yang berujung pada bunuh diri.
Pemerintah Israel diminta untuk segera meningkatkan sistem pemantauan kondisi psikologis di lingkungan militer dan memperluas akses layanan konsultasi yang mudah diakses oleh seluruh personel, baik aktif maupun cadangan.
Upaya untuk menekan angka bunuh diri harus dilakukan secara menyeluruh dan sistemik, bukan hanya reaktif saat kasus telah terjadi. Tanpa langkah konkret, jumlah korban bisa terus meningkat seiring eskalasi perang yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
Penting juga bagi masyarakat luas, khususnya keluarga para prajurit, untuk lebih terbuka terhadap isu kesehatan mental. Dukungan dari lingkungan sekitar bisa menjadi faktor penting dalam membantu proses pemulihan mereka yang mengalami trauma pertempuran.
lonjakan kasus bunuh diri di kalangan tentara Israel pascaketerlibatan dalam perang Gaza menyoroti masalah serius yang selama ini belum tertangani secara menyeluruh. Data yang tersedia menunjukkan adanya korelasi kuat antara intensitas pertempuran dan kondisi mental para prajurit. Dukungan emosional, terapi psikologis, dan sistem pemulihan menjadi kebutuhan mendesak dalam situasi ini. Pemerintah diharapkan tidak menunda lagi upaya reformasi di sektor kesehatan mental militer. Kegagalan menangani persoalan ini dapat berdampak sistemik terhadap stabilitas internal dan moral pasukan.
bagi pemerintah Israel adalah untuk segera melakukan audit menyeluruh atas kebijakan kesehatan mental di militer. Pendampingan pascatugas perlu dijadikan standar prosedur operasional. Program intervensi dini juga perlu dikembangkan agar potensi bunuh diri bisa dicegah sejak dini. Kolaborasi antara militer, pakar psikologi, dan lembaga sipil dapat mempercepat penanganan yang lebih holistik. Selain itu, edukasi tentang kesehatan mental harus menjadi bagian dari pelatihan militer sejak awal. Semua pihak perlu terlibat agar tragedi serupa tidak terus berulang. ( * )










