Brussels EKOIN.CO – Ketegangan dagang antara Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS) memasuki babak baru dengan kemungkinan tarif impor diturunkan menjadi 15 persen. Meski begitu, UE tetap menyiapkan langkah balasan senilai Rp1.600 triliun jika kesepakatan tidak tercapai sebelum tenggat 1 Agustus 2025.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Dikutip dari Euronews, dua diplomat Uni Eropa mengungkap bahwa Komisi Eropa telah memberi pengarahan kepada negara anggota terkait skenario pembalasan dagang. Dalam pengarahan itu, Komisi menyampaikan lembar fakta berisi mekanisme aktivasi instrumen anti-paksaan terhadap AS jika perundingan gagal.
Salah satu sumber diplomatik menyebut, “Mayoritas suara yang memenuhi syarat tampaknya telah tercapai di antara negara-negara anggota untuk menggunakan instrumen anti-paksaan jika skenario tanpa kesepakatan benar-benar terjadi,” ujarnya, Kamis (24/7/2025).
Instrumen anti-paksaan yang dimaksud akan membatasi akses perusahaan AS terhadap pengadaan publik dan hak kekayaan intelektual di kawasan Eropa. Tindakan itu diposisikan sebagai respons atas potensi peningkatan tarif oleh Presiden Donald Trump.
Tarif Dagang dan Sektor Strategis Jadi Sorotan
Pertemuan antara Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Friedrich Merz pada Rabu malam menjadi perhatian utama, sebab dianggap krusial dalam menentukan dukungan politik terhadap strategi Komisi Eropa. “Makan malam malam ini antara Macron dan Merz akan menjadi penentu untuk meraih mayoritas yang memenuhi syarat,” kata sumber kedua.
Komisi Eropa juga sedang menyusun paket serangan balik yang ditujukan ke sektor layanan digital dan keuangan milik AS. Dua sektor tersebut selama ini menyumbang surplus besar bagi AS dalam perdagangan dengan Uni Eropa.
Tarif dasar 15 persen sedang dibahas sebagai titik kompromi. Namun, diplomat menyebut negosiasi masih jauh dari kesepakatan karena perbedaan pendapat tajam terkait sektor otomotif dan farmasi. Sektor ini dinilai strategis oleh kedua pihak.
Sementara itu, tarif saat ini yang dikenakan AS terhadap produk Eropa cukup tinggi. Untuk baja dan aluminium sebesar 50 persen, mobil 25 persen, dan produk lain 10 persen. Bahkan, Trump sempat mengancam akan menaikkan seluruh tarif menjadi 30 persen per 1 Agustus.
“Bom” Dagang Rp1.600 Triliun Disiagakan UE
Komisi Eropa telah menyiapkan dua daftar produk asal AS untuk dikenai tarif balasan, yang kini digabung dalam satu paket kebijakan. Nilai paket tersebut mencapai 93 miliar euro atau sekitar Rp1.600 triliun (kurs Rp17.200). Kebijakan ini belum akan diberlakukan sebelum 7 Agustus.
Juru bicara Komisi Eropa, Olof Gill, menyatakan, “Prioritas kami tetap pada negosiasi, namun kami juga secara paralel menyiapkan skenario untuk semua kemungkinan, termasuk langkah-langkah balasan tambahan.”
Ia menambahkan bahwa daftar balasan itu dibuat agar lebih jelas dan kuat. “Kami akan menggabungkan daftar satu dan dua menjadi satu daftar tunggal… dan mengajukannya kepada negara-negara anggota untuk disetujui,” ujarnya.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen juga menggarisbawahi kesiapan UE menekan AS dengan mengenakan tarif pada sektor jasa, yang merupakan andalan AS dalam perdagangan global dengan Eropa.
Pembahasan mengenai tarif dasar 15 persen masih berlangsung, namun tenggat waktu kian dekat. Jika negosiasi gagal, maka kedua belah pihak akan terlibat dalam perang dagang terbuka dengan dampak ekonomi global yang signifikan.
Euronews mencatat bahwa diskusi antara perwakilan Komisi dan pemerintah AS berlangsung intensif. Namun, belum ada terobosan besar, khususnya karena AS menginginkan perlindungan tambahan bagi sektor otomotif dalam negeri.
Ancaman tarif sebesar 30 persen dari AS dinilai oleh UE sebagai bentuk tekanan yang tidak dapat diterima. Karenanya, instrumen anti-paksaan disiapkan untuk melindungi kepentingan ekonomi kawasan.
Secara umum, strategi balasan UE mencerminkan kekhawatiran terhadap ketergantungan ekonomi yang berlebihan pada AS, terutama dalam sektor digital dan keuangan yang sensitif.
Kebijakan balasan itu juga diharapkan mendorong AS untuk mempertimbangkan ulang pendekatannya, demi menghindari eskalasi konflik dagang lintas Atlantik yang bisa berdampak luas.
Situasi ini memperlihatkan bahwa baik AS maupun UE siap mengambil langkah tegas. Namun, masih terbuka kemungkinan penyelesaian melalui negosiasi dalam waktu singkat sebelum 1 Agustus.
Kesepakatan dagang akan menjadi penentu utama stabilitas hubungan ekonomi antara dua kekuatan besar ini, yang bisa mempengaruhi perdagangan global selama bertahun-tahun ke depan.
Komisi Eropa menegaskan tetap mengedepankan jalur diplomasi dan dialog, meskipun mempersiapkan langkah pembalasan sebagai bentuk pertahanan ekonomi regional.
ketegangan dagang antara AS dan Uni Eropa mencerminkan dinamika geopolitik yang kompleks. Perselisihan tarif menunjukkan bahwa integrasi ekonomi global tetap rentan terhadap kebijakan unilateral.
Perundingan yang sedang berlangsung menjadi peluang penting untuk meredakan ketegangan dan menciptakan kerangka dagang yang lebih adil bagi kedua belah pihak. Jika berhasil, kesepakatan bisa menjadi contoh kolaborasi efektif di tengah tekanan proteksionisme.
Sebaliknya, kegagalan mencapai kesepakatan akan memicu ketidakpastian yang merugikan banyak pihak, termasuk pelaku usaha di kedua kawasan. Ancaman tarif dan pembalasan balasan berisiko memicu gejolak ekonomi lebih luas.
Langkah Uni Eropa menyiapkan respons bernilai Rp1.600 triliun mencerminkan tekad mempertahankan posisi tawar dalam perundingan. Keputusan akhir tetap menunggu perkembangan politik di Washington dan Brussels.
Oleh karena itu, pelaku pasar global, analis, dan pembuat kebijakan akan mencermati hasil akhir perundingan ini sebagai indikator stabilitas perdagangan internasional menjelang akhir 2025. (*)










