Bali, EKOIN.CO –Indonesia menjadi tujuan favorit bagi wisatawan dari Amerika Barat dan Eropa. Menurut data terbaru, turis asal Inggris, Prancis, Jerman, Belanda, dan Rusia sangat sering mengunjungi sejumlah destinasi utama di Tanah Air. Para wisatawan asal Eropa tercatat tak hanya berlibur, namun juga menginap lebih lama dan membelanjakan lebih banyak uang selama tinggal.
Pesona Bali tetap kokoh sebagai primadona. Selain pantai dan budaya, fasilitas lengkap dan akses mudah menjadi daya tarik utama. Berdasarkan laporan BPS, pendatang dari Inggris, Jerman, dan Prancis termasuk dalam kelompok terbanyak dari negara-negara Eropa yang datang ke Indonesia
Turis asal Rusia juga menempati urutan besar terkait durasi tinggal dan pengeluaran. Menurut statistik BPS 2019, rata-rata turis Rusia menginap hampir 20 hari, sementara warga negara Eropa lainnya seperti Belanda, Swedia, Jerman, Austria, Swiss, Finlandia, Belgia, dan Denmark mencatat rata‑rata lama tinggal antara 14,8 hingga 18 hari .
Destinasi Utama yang Dikunjungi Wisatawan Eropa dan Barat
Tempat yang sering menjadi tujuan adalah Bali, Yogyakarta, Borobudur, dan Raja Ampat. Bali merujuk sebagai gerbang utama, didominasi oleh penerbangan dari Eropa Barat, sedangkan Yogyakarta dan situs Borobudur banyak dikunjungi oleh wisatawan budaya
Sedangkan Raja Ampat serta komodo di Nusa Tenggara Timur menjadi destinasi bagi pecinta alam dan penyelam dari Eropa dan AS Desa budaya seperti Penglipuran juga menarik karena kebersihannya diakui dunia serta pengalaman budaya otentik bagi pengunjung asing
Jumlah dan Asal Turis Eropa dan Barat
Sepanjang tahun 2023, negara-negara Eropa seperti Inggris (335.209 pengunjung), Prancis (273.682), Jerman (347.185), dan Belanda (159.055) masuk dalam sepuluh besar asal wisatawan ke Indonesia Data lain menunjukkan Australia, Singapura, dan Malaysia mendominasi jumlah total, namun Eropa Barat tetap menyumbang kunjungan signifikan meskipun dalam kisaran ratusan ribu per tahun.
Durasi dan Pengeluaran Wisatawan
Wisatawan Eropa terkenal lebih lama tinggal dan royal dalam pengeluaran. Pada 2019, pengeluaran mereka berkisar US$1.326 sampai US$1.412 per kunjungan rata‑rata, lebih tinggi dari rata‑rata umum. Turis Rusia bahkan menginap hingga 19,66 hari sedangkan rata‑rata warga Eropa lainnya antara 14,8 hingga 18 hari .
Tren Kunjungan dan Pemulihan Pariwisata
Wisatawan asing dari Eropa meningkat pesat pasca pandemi. Pada 2022-2023 kunjungan hampir pulih, dengan pertumbuhan signifikan dari pasar Eropa dan Asia Bali menyambut 6,33 juta wisatawan internasional pada 2024, melampaui jumlah sebelum pandemi, meski puluhan persennya berasal dari Eropa dan Amerika Barat
Sementara itu, kunjungan triwulan pertama 2025 mencapai lebih dari 7 juta orang, dengan Australia, Singapura, dan Malaysia sebagai penyumbang terbanyak. Meskipun demikian, turis Eropa tetap mendominasi durasi dan pembelanjaan per kunjungan
Tantangan dan Wisata Berkualitas
Lonjakan wisatawan Barat menimbulkan tantangan seperti kemacetan, polusi, dan tekanan terhadap budaya lokal di Bali. Overtourism membuat pemerintah mempertimbangkan moratorium pembangunan hotel baru di empat kawasan padat turis
Pemerintah Bali juga menerapkan pajak turis US$9 serta ketentuan perilaku untuk menekan dampak sosial dan lingkungan. Meski diberlakukan, kepatuhan masih rendah dan implementasi belum merata
Para pemimpin lokal dan aktivis lingkungan memperingatkan pentingnya pariwisata berkelanjutan. Desa seperti Penglipuran dijadikan model wisata budaya karena mengutamakan kebersihan dan keterlibatan masyarakat, yang diharapkan menjadi alternatif terhadap pembangunan masif di area pesisir
Desa budaya ini menjadi magnet bagi wisatawan Eropa yang mencari pengalaman autentik dan menghargai lingkungan. Sementara itu, Dorongan ke destinasi super prioritas baru di luar Bali menunjukkan upaya diversifikasi pariwisata bagi turis Eropa dan Barat
Sebagai destinasi seperti Bali tetap menjadi tujuan utama wisatawan dari Eropa dan Amerika Barat berkat perpaduan budaya, alam, dan kenyamanan. Durasi menginap serta pengeluaran turis Eropa menunjukkan potensi besar bagi devisa. Namun demikian kekhawatiran atas overtourism menuntut regulasi lebih ketat dan diversifikasi tujuan wisata. Desa budaya seperti Penglipuran menawarkan model alternatif yang lebih berkelanjutan dan internal dalam menjaga warisan budaya. Pemerintah perlu terus mendorong promosi destinasi baru agar beban wisatawan tidak hanya tertumpu pada Bali, sehingga manfaat ekonomi bisa lebih merata dan lingkungan tetap terlindungi.
Pengembangan destinasi selain Bali dengan memperhatikan kapasitas lokal dapat mengurangi tekanan di kawasan padat pengunjung.
Penerapan pajak dan aturan perilaku wisatawan harus ditegakkan secara konsisten untuk menciptakan pariwisata berkualitas.
Promosi desa budaya dan ekowisata diharapkan menarik segmen turis Eropa yang tertarik pada pengalaman autentik.
Perlu peningkatan infrastruktur dan regulasi di Bali agar pembangunan tidak mengorbankan lahan pertanian dan nilai budaya.
Kolaborasi pemerintah dan pelaku lokal diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara ekonomi dan kelestarian lingkungan. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










