Sumenep, EKOIN.CO- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep menegaskan akan mengambil langkah tegas terhadap para pengusaha tembakau yang tidak mengurus izin pembelian hasil panen petani. Meski musim panen telah berlangsung di sejumlah kecamatan, hingga kini belum ada satu pun pengusaha yang mengajukan perizinan resmi ke Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Kepala DPMPTSP Sumenep, Abd Rahman Riadi, mengingatkan bahwa setiap pengusaha yang bermaksud membeli tembakau wajib mengantongi izin. Ia menilai kondisi ini berbeda dibandingkan tahun lalu, di mana setidaknya 10 pengusaha terdaftar memiliki izin resmi pembelian.
Menurut data pemerintah, jumlah tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan keberadaan gudang tembakau di Sumenep yang mencapai 29 titik. “Mungkin ya, nanti akhir Agustus atau awal September 2025 ini para pengusaha mulai mengurus perizinan pembelian,” ujar Rahman, Rabu (20/8/2025).
Pemkab Ingatkan Pentingnya Izin Tembakau
Rahman menambahkan, pihaknya berharap tahun ini jumlah pengusaha yang mengurus izin bisa meningkat. Dengan begitu, para petani dapat menjual tembakau mereka dengan harga yang lebih baik.
“Harapan kami, lebih banyak yang mengurus izin agar bisa membeli tembakau petani dengan harga mahal,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah Perindustrian dan Perdagangan (DKUPP) Sumenep, Moh. Ramli, menegaskan bahwa pihaknya telah mengimbau pengusaha untuk segera mengurus izin. Jika tidak, kata dia, konsekuensinya akan ditindak oleh Satpol PP.
“Nanti yang akan menegakkan hukumnya Satpol PP,” ujar Ramli.
Untuk memastikan regulasi berjalan, Pemkab Sumenep telah membentuk tim monitoring dan evaluasi (Monev) khusus industri tembakau. Tim ini melibatkan DKUPP, DPMPTSP, Satpol PP, serta beberapa unsur pendukung lainnya.
Praktik Curang dalam Pembelian Tembakau
Wakil Ketua Komisi II DPRD Sumenep, Irwan Hayat, menyoroti praktik pelanggaran di lapangan. Ia mengungkapkan adanya dugaan manipulasi laporan serapan tembakau oleh sejumlah pabrikan.
Menurutnya, ada perusahaan yang hanya melaporkan setengah dari kebutuhan riil. Jika kebutuhan sebenarnya mencapai 2.000 ton, perusahaan hanya melaporkan 1.000 ton. Setelah kebutuhan sesungguhnya terpenuhi, perusahaan lalu menutup gudang atau menghentikan pembelian secara formal.
“Sebenarnya pembelian tembakau ini masih terus dilakukan. Tetapi, pada prosesnya melalui perantara pihak lain,” ungkap Irwan.
Skema perantara tersebut, lanjutnya, membuat biaya pembelian tetap ditanggung pabrikan, namun barang disimpan di gudang non korporasi. Setelah pabrikan menutup gudang resmi, tembakau tersebut dipindahkan kembali ke gudang utama milik perusahaan.
Strategi itu, menurutnya, sering digunakan untuk menekan beban pajak. Sebab, semakin besar volume pembelian tembakau, semakin tinggi pula pajak yang harus dibayar perusahaan.
Irwan menilai praktik ini merugikan banyak pihak, terutama petani. Pasalnya, mekanisme pasar tidak berjalan transparan dan berdampak pada fluktuasi harga yang justru menyulitkan petani kecil.
Pemkab Sumenep bersama DPRD berjanji akan mengawasi secara ketat proses peredaran hasil panen tembakau. Langkah ini diharapkan dapat menekan praktik kecurangan sekaligus memberikan kepastian harga bagi petani.
Pemerintah juga berharap adanya sinergi antara pengusaha, pabrikan, dan petani. Dengan regulasi yang jelas, industri tembakau di Sumenep diharapkan mampu memberi keuntungan merata tanpa ada pihak yang merasa dirugikan.
Langkah tegas Pemkab Sumenep menyoroti urgensi izin pembelian tembakau sebagai bentuk perlindungan terhadap petani. Tanpa regulasi yang jelas, petani rawan menghadapi harga rendah akibat praktik curang pengusaha.
Keberadaan tim monitoring yang melibatkan berbagai pihak menunjukkan keseriusan pemerintah daerah dalam menjaga tata kelola industri tembakau.
Meski begitu, dugaan manipulasi data serapan tembakau oleh pabrikan menjadi tantangan serius yang harus diatasi.
Pengawasan ketat serta transparansi data kebutuhan serapan perlu diterapkan untuk memastikan ekosistem perdagangan tembakau berjalan sehat.
Petani tembakau diharapkan mendapat perlindungan maksimal dari regulasi, sehingga hasil panen benar-benar memberikan kesejahteraan. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










