Jakarta,EKOIN.CO- Presiden Prabowo Subianto menyetujui langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menarik dana mengendap sebesar Rp200 triliun di Bank Indonesia (BI). Dana ini akan dialirkan ke sektor perbankan guna mempercepat penyaluran kredit dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Prabowo restui kebijakan dana triliun
Purbaya mengungkapkan persetujuan Presiden diberikan usai rapat di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu malam (10/9). “Sudah, sudah setuju (Presiden),” ujarnya.
Menurutnya, kebijakan ini diambil agar bank memiliki likuiditas lebih besar, sehingga bisa menyalurkan kredit ke masyarakat.
“Tujuannya supaya bank punya duit, banyak cash tiba-tiba, dan dia gak bisa naruh di tempat lain selain dikreditkan. Jadi, kita memaksa market mekanisme berjalan,” jelas Purbaya.
Ia menambahkan, dana Rp200 triliun yang ditarik berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembayaran Anggaran (SiLPA) senilai Rp425 triliun yang kini mengendap di BI.
Dana perbankan untuk dorong ekonomi
Purbaya menegaskan pemerintah tidak ingin dana tersebut kembali digunakan untuk membeli instrumen Surat Utang Negara (SUN). Sebaliknya, uang harus beredar di masyarakat agar aktivitas ekonomi benar-benar meningkat.
“Kita minta ke BI tidak diserap uangnya. Jadi, uangnya betul-betul ada dalam sistem perekonomian sehingga ekonominya bisa jalan,” katanya.
Ia menggambarkan mekanisme tersebut mirip deposito. “Nanti penyalurannya terserah bank, tetapi kalau saya mau pakai, saya ambil. Tetapi diupayakan, penyalurannya bukan dibelikan SUN lagi,” tambahnya.
Rencana penarikan dana itu juga dipaparkan Purbaya dalam rapat perdana bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Rabu pagi. Ia menekankan langkah ini sebagai stimulus fiskal yang diarahkan untuk mempercepat roda perekonomian.
Jauh dari ancaman inflasi
Menjawab kekhawatiran terkait potensi hiperinflasi, Purbaya menilai kondisi Indonesia masih aman. Menurutnya, inflasi hanya terjadi bila pertumbuhan ekonomi melebihi laju pertumbuhan potensial.
“Kita 6,5 (persen) atau lebih. Kita masih jauh dari inflasi. Jadi kalau saya injek stimulus ke perekonomian, harusnya kalau ekonominya masih di 5 persen, masih jauh dari inflasi,” ucapnya.
Ia menambahkan, sejak krisis ekonomi Indonesia belum pernah mencapai pertumbuhan di atas 6,5 persen. Karena itu, ruang untuk tumbuh lebih cepat tanpa memicu inflasi masih terbuka lebar.
Kebijakan penarikan dana Rp200 triliun ini disebut sebagai langkah awal pemerintah dalam mengoptimalkan potensi likuiditas, mempercepat pertumbuhan, sekaligus menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










