Gaza ,EKOIN.CO – Sedikitnya 15 warga Palestina tewas dalam serangan udara Israel di Deir al-Balah, Jalur Gaza tengah, pada Kamis pagi, 10 Juli 2025. Korban termasuk delapan anak-anak dan dua perempuan yang sedang mengantre suplemen gizi di depan sebuah klinik bantuan kesehatan.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Serangan itu terjadi di luar klinik Altayara, yang dikelola oleh organisasi bantuan Project Hope berbasis di Amerika Serikat. Rekaman yang diperoleh dari Rumah Sakit Martir Al-Aqsa memperlihatkan tubuh-tubuh korban, termasuk anak-anak, tergeletak di lantai, sementara petugas medis mencoba menyelamatkan yang terluka.
Organisasi Project Hope mengutuk serangan itu sebagai pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional. Dalam pernyataannya, kelompok itu menyebut bahwa klinik mereka adalah tempat perlindungan bagi warga yang mencari bantuan medis mendesak.
Serangan saat warga mengantre bantuan kemanusiaan
Menurut laporan dari BBC yang dikutip Jumat (11/7), insiden tragis ini terjadi ketika warga sedang berkumpul di luar klinik, menunggu layanan untuk perawatan gizi buruk, penyakit kronis, serta infeksi. Dalam waktu singkat, suasana berubah menjadi kekacauan.
“Kami mendengar suara drone, lalu ledakan besar mengguncang tanah,” ujar Yousef al-Aydi, seorang saksi mata kepada kantor berita AFP. Ia menggambarkan kepanikan dan penderitaan di lokasi setelah ledakan terjadi.
Rekaman grafis yang beredar di media sosial, yang telah diverifikasi oleh BBC, menunjukkan anak-anak dan orang dewasa terkapar di jalan. Sebagian besar mengalami luka berat dan tidak sadarkan diri, sementara lainnya meninggal di tempat.
Di ruang jenazah Rumah Sakit Al-Aqsa, kerabat para korban terlihat menangis saat membungkus jenazah dengan kain kafan. Beberapa di antara mereka bersiap mengantar jenazah ke pemakaman dengan upacara keagamaan.
Korban termasuk ibu hamil dan anak-anak
Seorang perempuan yang diwawancarai BBC mengatakan keponakannya yang sedang hamil, Manal, dan putrinya, Fatima, termasuk di antara korban tewas. Putra Manal yang masih kecil kini dirawat intensif akibat luka serius.
“Dia hanya mengantre untuk mendapatkan suplemen anak-anak,” kata Intisar, sambil menahan tangis. Seorang perempuan lain menambahkan, “Karena dosa apa mereka dibunuh?”
Ungkapan kepedihan tersebut mencerminkan kesedihan mendalam warga Gaza yang telah bertahun-tahun hidup dalam konflik dan keterbatasan. Kejadian ini memperburuk krisis kemanusiaan yang berlangsung di wilayah tersebut.
Dalam pernyataannya, Presiden dan CEO Project Hope, Rabih Torbay, menyatakan keprihatinan mendalam atas insiden tersebut. “Rasa ngeri dan patah hati tak cukup menggambarkan tragedi ini,” katanya.
Ia menekankan bahwa serangan tersebut merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan menjadi pengingat bahwa tidak ada tempat yang aman di Gaza, bahkan di fasilitas kesehatan sekalipun.
Israel akui serangan, klaim target teroris Hamas
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dalam pernyataan resminya mengakui telah melakukan serangan di wilayah tersebut. Mereka mengklaim menargetkan anggota sayap militer Hamas dari pasukan elit Nukhba, yang terlibat dalam serangan 7 Oktober 2023.
“IDF mengetahui adanya korban di lokasi dan saat ini sedang meninjau insiden tersebut,” ungkap pernyataan resmi IDF. “Kami menyesalkan kerugian yang dialami warga sipil yang tidak terlibat.”
Pernyataan itu memicu kecaman dari berbagai organisasi kemanusiaan internasional, termasuk UNICEF. Kepala UNICEF, Catherine Russell, mengatakan bahwa serangan terhadap keluarga yang sedang berusaha mengakses bantuan tidak dapat diterima.
Sementara itu, perundingan gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang dimediasi oleh Amerika Serikat, Qatar, dan Mesir masih berlangsung. Namun, belum ada sinyal kuat bahwa kesepakatan akan segera tercapai.
Jumlah total korban jiwa pada hari itu tercatat mencapai 66 orang di seluruh Jalur Gaza. Serangan terhadap klinik kesehatan menambah panjang daftar korban sipil yang jatuh akibat konflik yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
Krisis kemanusiaan di Gaza terus memburuk seiring terbatasnya akses ke makanan, air bersih, dan layanan medis. Banyak warga mengandalkan bantuan internasional untuk kebutuhan dasar sehari-hari.
Warga Gaza hidup dalam tekanan dan ketidakpastian. Bahkan upaya mereka untuk mendapatkan suplemen gizi atau perawatan medis dapat berujung pada ancaman kematian, seperti yang terjadi dalam insiden ini.
Organisasi kemanusiaan menyerukan penghentian segera atas serangan terhadap fasilitas sipil dan mendesak dunia internasional untuk bertindak guna melindungi warga sipil Palestina, terutama anak-anak dan perempuan.
Pihak medis di Gaza memperingatkan bahwa kapasitas rumah sakit semakin terbatas, dan jika serangan terus terjadi, sistem kesehatan berpotensi runtuh total. Rumah sakit-rumah sakit kini kelebihan kapasitas dan kekurangan pasokan penting.
Peningkatan serangan dan lambatnya perundingan gencatan senjata menjadi faktor utama yang memperparah penderitaan warga sipil. Banyak pihak mendesak solusi damai segera untuk mencegah jatuhnya korban tambahan.
Dunia internasional diharapkan untuk lebih aktif dalam mendorong penghentian kekerasan dan menjamin jalur bantuan kemanusiaan tetap terbuka. Situasi yang terus memburuk di Gaza menjadi sorotan banyak organisasi hak asasi manusia.
Peristiwa tragis di Deir al-Balah memperlihatkan betapa rentannya warga sipil, terutama anak-anak dan perempuan, dalam konflik yang berlangsung di Gaza. Serangan terhadap warga yang mengantre bantuan menimbulkan luka kemanusiaan yang mendalam.
Respons komunitas internasional dibutuhkan secara nyata untuk melindungi warga dari serangan di tempat-tempat yang semestinya aman, seperti klinik dan rumah sakit. Akses kemanusiaan tidak boleh menjadi sasaran kekerasan bersenjata.
Keprihatinan global atas insiden ini seharusnya mendorong percepatan proses diplomatik dalam mencapai gencatan senjata yang adil dan langgeng. Kematian anak-anak di depan fasilitas bantuan seharusnya tak terulang kembali.
Organisasi internasional dan negara-negara berpengaruh diharapkan menekan pihak-pihak terkait untuk segera menghentikan operasi militer terhadap lokasi sipil. Gaza tidak bisa terus dibiarkan menjadi ladang pembantaian terbuka.
Peristiwa ini harus menjadi momentum evaluasi menyeluruh terhadap konflik berkepanjangan yang menelan korban jiwa dari kelompok paling rentan. Kehidupan warga Gaza membutuhkan perlindungan konkret, bukan sekadar pernyataan belasungkawa.
Diperlukan gencatan senjata permanen yang mengikat kedua belah pihak dan dijamin oleh komunitas internasional. Tanpa hal itu, siklus kekerasan akan terus berulang.
Fasilitas sipil seperti rumah sakit dan klinik harus diberi status aman oleh semua pihak yang terlibat konflik, dan setiap pelanggaran terhadapnya harus diselidiki secara transparan.
Distribusi bantuan harus dipastikan berjalan tanpa gangguan, dengan perlindungan maksimal terhadap para penerima dan petugas kemanusiaan. Kolaborasi global penting untuk memastikan kelancaran hal ini.
Negara-negara donor dan badan PBB perlu menambah dukungan logistik dan medis ke Gaza. Krisis gizi dan kesehatan tidak bisa ditunda penyelesaiannya, apalagi saat konflik masih berlangsung.
Masyarakat internasional perlu lebih aktif menuntut pertanggungjawaban hukum bagi pihak-pihak yang terbukti melanggar hukum perang dan menyerang warga sipil, demi keadilan dan pencegahan tragedi serupa.(*)










