Jakarta, EKOIN.CO – Sejak awal kemunculannya, film animasi bertajuk Merah Putih One For All terus menjadi perbincangan publik. Terkini, film tersebut kembali menuai kontroversi setelah dituding menggunakan enam karakter 3D tanpa izin dari penciptanya.
Dugaan tersebut muncul dari seorang seniman 3D asal Pakistan, Junaid Miran. Melalui komentar di salah satu video pada kanal YouTube miliknya, Junaid mengklaim tidak pernah dihubungi atau diberi kredit terkait penggunaan karyanya yang disinyalir menjadi karakter utama dalam film.
“Tidak ada siapapun dari tim produksi yang menghubungi saya atau memberikan kredit apapun dengan karakter saya digunakan menjadi karakter utama dalam film. Mereka menggunakan total enam karakter,” jelasnya, seperti yang dikutip pada Selasa (12/8/2025).
Pernyataan Junaid tersebut langsung mendapat respons beragam dari warganet. Banyak yang meminta Junaid untuk menuntut pihak pembuat film. Bahkan ada yang merasa malu atas kejadian tersebut. Salah seorang warganet juga menduga bahwa bukan hanya enam karakter yang diambil, melainkan ada lebih banyak aset lain yang digunakan tanpa izin.
Selain itu, warganet juga mendorong Junaid untuk menuntut agar film Merah Putih One For All tidak ditayangkan di bioskop.
Isu penggunaan aset tanpa izin ini sebenarnya bukan kali pertama mencuat. Sebelumnya, warganet juga telah mempertanyakan aset karakter dalam film yang menelan biaya produksi Rp6,7 miliar itu. Bukan hanya karya Junaid, Merah Putih One For All juga dicurigai menggunakan aset yang dijual di Ddaz3D, seperti gudang, hutan, air terjun, dan jalanan perkotaan.
Menanggapi tudingan yang beredar, Eksekutif Produser sekaligus Sutradara film Merah Putih One For All, Endiarto, akhirnya angkat bicara. Mengenai kemiripan film besutannya dengan aset dari Reallusion Content Store, Endiarto menyebut bahwa hal itu sah-sah saja.
“Kalau ada kemiripan itu sah saja. Cuma pada awalnya bidang IT, animator kami membikin bukan bermaksud begitu. Tapi, dia mengeluarkan segala effortnya,” kata Endiarto yang dikutip dari Detik.com.
Endiarto juga tidak menjawab secara pasti apakah desain dalam filmnya diambil dari platform animasi luar negeri.
Menurutnya, sebuah film animasi memiliki kebebasan dalam hal gaya dan interpretasi desain visual. Ia juga mengatakan bahwa tim animator telah berupaya semaksimal mungkin untuk menciptakan latar yang mirip dengan alam dan pedesaan di Indonesia.
“Kalau dibahas, itu kan nggak kelar-kelar. Kami serahkan justifikasi itu dari penonton. Cuma kalau belum menonton secara penuh kan sepertinya tidak fair,” jelas Endiarto.
Sebagai informasi, aset yang dijual di Reallusion Content Store memiliki harga sekitar US$43,50, atau setara dengan Rp700 ribu. Junaid Miran diketahui juga menjual aset karakternya melalui platform tersebut.










