RIYADH, EKOIN.CO – Mantan Kepala Intelijen Arab Saudi, Pangeran Turki Al-Faisal, menegaskan bahwa kerajaan tidak mungkin melakukan normalisasi hubungan dengan pihak yang dianggap penjahat perang. Pernyataan ini diarahkan pada Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang disebut bertanggung jawab atas pembunuhan massal lebih dari 61.700 warga Palestina di Gaza.
Berlangganan WA Channel EKOIN
Dalam wawancara eksklusif dengan CNN, Pangeran Turki menyampaikan penolakannya secara tegas. “Bagaimana mungkin ada yang mengharapkan Arab Saudi untuk menormalisasi hubungan dengan penjahat atau maniak genosida seperti itu?” ujarnya.
Normalisasi dan Prinsip Perdamaian Arab
Pangeran Turki menegaskan, normalisasi hanya dapat terjadi setelah adanya perdamaian yang nyata di kawasan. Ia mengingatkan bahwa Arab Saudi adalah penggagas Inisiatif Perdamaian Arab yang telah lama menjadi tawaran resmi untuk menyelesaikan konflik Timur Tengah.
“Tidak mungkin Arab Saudi akan menormalisasi hubungan dengan Israel dalam kondisi saat ini,” kata Pangeran Turki. “Kerajaanlah yang mengajukan Inisiatif Perdamaian Arab. Ini sudah ada di atas meja.”
Menurutnya, selama kekerasan di Gaza berlanjut dan korban sipil terus berjatuhan, tidak ada ruang untuk mengubah sikap. Ia menyebut upaya Saudi selama ini konsisten berpegang pada hukum internasional dan resolusi Dewan Keamanan PBB.
Syarat Tegas Sebelum Normalisasi
Pangeran Turki menambahkan bahwa sejarah panjang diplomasi Arab Saudi menunjukkan komitmen pada solusi damai. Normalisasi hubungan, menurutnya, bukan sekadar transaksi politik atau diplomasi instan, melainkan hasil dari proses yang menghormati hukum dan keadilan.
“Inisiatif Perdamaian Arab didasarkan pada resolusi-resolusi rutin Dewan Keamanan PBB. Hukum internasional seharusnya berpegang teguh pada isu-isu ini – bukan mengabaikan dan menawarkan harga untuk seorang psikopat pembunuh seperti Tuan Netanyahu,” tegasnya.
Ia menolak gagasan bahwa Arab Saudi akan mengikuti langkah beberapa negara yang telah menormalisasi hubungan dengan Israel tanpa adanya kemajuan berarti bagi Palestina. Baginya, itu akan mengkhianati perjuangan rakyat Palestina.
Pangeran Turki juga menilai bahwa normalisasi tanpa perdamaian akan memperburuk ketidakstabilan regional. Ia menyebut Israel tidak menunjukkan komitmen pada solusi dua negara, bahkan terus melakukan kebijakan yang menimbulkan penderitaan rakyat Palestina.
Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya tekanan internasional bagi Riyadh untuk mempertimbangkan kembali kebijakan luar negerinya. Namun, Pangeran Turki menegaskan bahwa posisi kerajaan tetap berpihak pada prinsip dan keadilan.
Bagi Arab Saudi, kata dia, normalisasi bukanlah tujuan, melainkan konsekuensi dari tercapainya perdamaian yang menyeluruh. Ia mengingatkan bahwa diplomasi sejati memerlukan konsistensi dan keberanian menolak tawaran yang melanggar nilai kemanusiaan.
Pangeran Turki juga menyampaikan bahwa mengabaikan penderitaan warga Gaza hanya akan memperpanjang konflik. Ia menyerukan dunia internasional untuk menekan Israel agar menghentikan agresinya.
“Selama pembunuhan massal berlanjut, selama itu pula tidak akan ada normalisasi,” pungkasnya.
Arab Saudi menegaskan tidak akan membuka pintu normalisasi dengan Israel selama kekerasan terhadap Palestina berlanjut. Sikap ini mencerminkan konsistensi kerajaan terhadap prinsip Inisiatif Perdamaian Arab.
Komunitas internasional perlu mendorong upaya perdamaian yang nyata di Timur Tengah. Mengedepankan dialog, menghentikan kekerasan, dan menegakkan hukum internasional adalah langkah kunci menuju stabilitas kawasan. ( * )
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










