Jakarta EKOIN.CO – Badan Gizi Nasional (BGN) merilis aturan baru terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG) setelah mencuatnya kasus keracunan yang menimpa ribuan anak. Mulai saat ini, setiap dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) wajib dipimpin oleh dua chef bersertifikasi guna menjamin kualitas dan keamanan makanan. Salah satu chef ditunjuk langsung oleh BGN, sementara satu lainnya berasal dari pihak mitra pelaksana program. Gabung WA Channel EKOIN
“Kami juga membuat aturan lagi bahwa ketentuan semua dapur SPPG harus dipimpin oleh chef yang bersertifikasi,” kata Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2025). Ia menegaskan, penempatan dua chef di setiap dapur adalah bentuk tanggung jawab ganda agar standar operasional bisa terjaga ketat.
Nanik menjelaskan, chef yang ditugaskan BGN akan bertindak sebagai wakil lembaga, sementara chef dari mitra berfungsi sebagai pendamping sekaligus pengawas langsung di lapangan. Dengan begitu, pengawasan keamanan pangan diharapkan semakin maksimal.
Keputusan ini diambil setelah laporan keracunan makanan program MBG meningkat tajam. Hingga 26 September 2025, tercatat lebih dari 5.000 anak terdampak, sebagian besar akibat dapur yang tidak mengikuti prosedur baku.
Chef Bersertifikasi Jadi Syarat Mutlak
Menurut Nanik, sistem ganda ini bertujuan memperkuat kontrol dan transparansi dalam pengelolaan dapur MBG. “Satu pimpinan chef itu nanti merupakan wakil dari BGN, tapi pihak mitra juga harus menyiapkan chef sebagai pendamping untuk di dapur,” ujarnya.
Langkah ini sekaligus menjawab sorotan publik terhadap lemahnya sistem pengawasan selama ini. Sebelumnya, banyak dapur MBG hanya dipimpin tenaga nonprofesional tanpa sertifikasi, sehingga celah kesalahan dalam pengolahan makanan semakin besar.
Dalam aturan baru, BGN juga menekankan pentingnya sertifikasi sebagai bukti keahlian chef dalam aspek gizi, sanitasi, hingga keamanan pangan. Dengan standar ini, risiko kesalahan yang berujung pada keracunan diharapkan bisa ditekan.
Selain penguatan sumber daya manusia, BGN juga menekankan perlunya keterlibatan masyarakat lokal dalam penyediaan bahan pangan. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden agar dapur MBG mendukung pemberdayaan ekonomi warga.
Setop Produk Pabrikan, Fokus Ekonomi Lokal
BGN menegaskan komitmennya untuk tidak lagi menggunakan produk olahan pabrikan dalam menu MBG. Sebagai gantinya, bahan makanan akan diambil dari hasil produksi lokal, terutama yang dibuat langsung oleh ibu-ibu murid penerima manfaat.
“Kami akan menjalankan instruksi Presiden bahwa dapur MBG ini adalah untuk membangkitkan ekonomi lokal, bukan untuk memperkaya konglomerat pemilik pabrik roti,” tegas Nanik.
Ia mencontohkan, roti yang disajikan nantinya akan diproduksi oleh para ibu murid, sehingga langsung dinikmati anak-anak mereka sendiri. Sistem ini bukan hanya menjamin kesegaran makanan, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan keluarga penerima manfaat.
Namun, kebijakan ini tetap fleksibel sesuai kondisi daerah. Untuk produk yang sulit diproduksi lokal, seperti susu, BGN masih memperbolehkan penggunaan produk pabrikan secara terbatas. “Kecuali ada susu yang di mana di dapur itu memang tidak ada peternakan susu, maka terpaksa untuk sementara kami bolehkan untuk menggunakan susu kemasan,” jelas Nanik.
Sementara untuk produk lain, seperti roti dan lauk pauk, BGN menegaskan tidak akan ada toleransi terhadap penggunaan produk pabrikan.
Kasus keracunan dalam program MBG terbilang serius. Dari hasil penyelidikan BGN, ada 45 dapur bermasalah yang tidak menjalankan standar SOP. Dari jumlah tersebut, 40 dapur langsung ditutup untuk sementara waktu.
Menurut Nanik, penutupan ini akan berlaku hingga semua proses investigasi selesai dilakukan, termasuk perbaikan sarana dan fasilitas yang dianggap bermasalah.
BGN juga bekerja sama dengan tim independen, Polri, dan Badan Intelijen Negara (BIN) dalam proses pemeriksaan dapur. Hal ini dilakukan agar investigasi berlangsung transparan dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara publik.
Langkah evaluasi total ini diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap program MBG yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anak sekolah.
Dengan adanya aturan baru ini, BGN berharap tidak ada lagi kasus keracunan massal di kemudian hari. Penerapan standar tinggi, baik dari sisi tenaga dapur maupun bahan makanan, dipandang sebagai kunci keberlanjutan program.
Di sisi lain, kebijakan fokus pada ekonomi lokal mendapat sambutan positif dari masyarakat. Para orang tua yang sebelumnya hanya berperan sebagai penerima manfaat kini berpeluang menjadi bagian dari rantai penyedia makanan sehat untuk anak-anak.
Melalui kombinasi kebijakan tersebut, program MBG diharapkan tetap berjalan lancar, sehat, dan memberi dampak nyata bagi masyarakat luas.
Ke depan, BGN memastikan akan terus melakukan evaluasi berkala terhadap setiap dapur SPPG. Dengan sistem pengawasan berlapis, kualitas layanan gizi gratis di sekolah diharapkan semakin terjaga.
Pada akhirnya, tantangan terbesar BGN adalah memastikan semua pihak patuh terhadap aturan baru, termasuk mitra pelaksana program. Keberhasilan aturan ini bergantung pada keseriusan seluruh pihak dalam menjaga kualitas dan keamanan makanan.
Jika semua langkah ini dijalankan konsisten, program MBG tidak hanya menjadi solusi pemenuhan gizi, tetapi juga instrumen pemberdayaan ekonomi masyarakat di berbagai daerah.
Kasus keracunan massal dalam program MBG menjadi pelajaran penting bagi BGN untuk memperketat standar dapur. Aturan baru yang mewajibkan dua chef bersertifikasi hadir sebagai solusi konkret untuk menjamin keamanan pangan.
Penghentian penggunaan produk pabrikan juga menjadi terobosan untuk memperkuat ekonomi lokal. Dengan melibatkan ibu-ibu murid sebagai produsen, program ini semakin dekat dengan masyarakat penerima manfaat.
Namun, tantangan tetap ada, terutama di wilayah yang belum memiliki sumber daya produksi pangan tertentu. Di sinilah peran fleksibilitas aturan menjadi penting agar program tidak terhenti.
BGN harus memastikan sistem pengawasan yang ketat agar kejadian serupa tidak terulang. Kolaborasi dengan pihak eksternal, termasuk aparat penegak hukum, sangat dibutuhkan.
Keberhasilan program MBG di masa depan akan menjadi tolok ukur sejauh mana pemerintah serius menjamin gizi sekaligus memberdayakan masyarakat. ( * )
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










