Jakarta, EKOIN.CO – Lonjakan kasus COVID-19 kembali terjadi di berbagai wilayah Indonesia sepanjang awal Juni 2025. Meski belum mencapai level darurat, peningkatan ini mengundang perhatian pakar kesehatan.
Dr Agung Dwi Wahyu Widodo dr MSi, pakar Imunologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (UNAIR), menyatakan bahwa lonjakan tersebut tetap perlu diwaspadai. Ia menilai masyarakat tidak boleh menganggap remeh tren ini.
“Kita sudah melewati pandemi sekitar empat tahun lalu. Jadi, kalau ada kenaikan sedikit, itu masih bisa dikatakan wajar. Namun, kita tetap harus waspada karena tidak menutup kemungkinan virus ini belum benar-benar hilang. Ia hanya mengalami mutasi menjadi lebih cepat menular, meski gejalanya lebih ringan,” jelasnya.
Menurut Dr Agung, ancaman mutasi virus saat ini tidak separah sebelumnya, tetapi masih dapat memicu penularan yang cepat. Masyarakat dinilai mulai mengendurkan kewaspadaan karena merasa pandemi telah berlalu.
Lonjakan kasus ditemukan di sejumlah kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Kementerian Kesehatan mencatat adanya peningkatan laporan gejala ringan yang berkaitan dengan virus corona.
Varian Nimbus dan Faktor Pemicunya
Peningkatan kasus belakangan ini dipicu oleh tiga penyebab utama. Menurut Dr Agung, faktor tersebut adalah munculnya varian baru, melemahnya kekebalan populasi, serta perubahan perilaku masyarakat setelah pandemi.
“Varian baru ini merupakan hasil mutasi Omikron, mulai dari JN.1 hingga NB.1.8.1. Varian NB.1.8.1 ini dikenal dengan nama Nimbus. Nimbus memiliki perbedaan struktur spike yang sangat signifikan dari varian Omikron sebelumnya,” ujarnya.
Nimbus diketahui lebih cepat menyebar dibandingkan varian sebelumnya. Meskipun tidak menimbulkan gejala berat, kemampuannya menular lebih luas menjadi perhatian tersendiri bagi kalangan medis.
Perubahan cuaca ekstrem juga memperburuk situasi. Peralihan musim yang seharusnya panas berubah menjadi hujan dan dingin, turut menurunkan daya tahan tubuh sebagian masyarakat.
“Perubahan musim ini memicu penurunan kekebalan tubuh masyarakat. Sementara itu, banyak orang merasa COVID-19 sudah tidak ada sehingga mereka mengabaikan protokol kesehatan. Padahal, tidak adanya pemeriksaan bukan berarti virus benar-benar hilang,” terangnya.
Pemeriksaan Minim dan Risiko Infeksi Lubuk
Minimnya pemeriksaan menyebabkan banyak kasus tidak terdeteksi. Dr Agung menekankan bahwa orang-orang dengan gejala ringan sering tidak mengetahui bahwa mereka mungkin telah terinfeksi virus.
Hal ini diperparah dengan perilaku masyarakat yang enggan melakukan tes. Ketika mengalami batuk, pilek, atau demam ringan, sebagian orang memilih mengabaikan gejala dan tetap beraktivitas seperti biasa.
Dalam kondisi ini, infeksi lubuk—penularan yang tidak terpantau—menjadi ancaman nyata. Tanpa pelacakan aktif, virus bisa menyebar lebih luas secara senyap dan sulit dikendalikan.
Sejumlah rumah sakit mulai bersiap dengan protokol siaga. Meskipun belum ada lonjakan pasien rawat inap, potensi peningkatan tetap dipantau secara intensif oleh dinas kesehatan daerah.
Upaya kolektif pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan untuk mencegah penyebaran lebih lanjut. Langkah ini meliputi deteksi awal, penggunaan masker, serta pelaporan kasus gejala ringan.
Vaksin dan Upaya Pencegahan
Dalam menghadapi varian baru seperti Nimbus, efektivitas vaksin lama menjadi tantangan. Virus hasil mutasi seperti Omikron dan Nimbus menunjukkan kemampuan menghindari imunitas dari vaksin generasi awal.
Dr Agung menilai perlunya pembaruan vaksin agar lebih efektif menghadapi varian-varian saat ini. Ia menekankan pentingnya pendekatan seperti vaksin influenza yang diperbarui secara berkala.
“Kita membutuhkan vaksin baru, sama seperti pada kasus influenza musiman. Vaksin yang diperbarui bisa memberi perlindungan lebih baik,” jelasnya.
Selain vaksin, pencegahan pribadi sangat diperlukan. Masyarakat diimbau menjaga gaya hidup sehat sebagai langkah perlindungan utama dalam menghadapi penyebaran virus.
Kebiasaan seperti istirahat cukup, konsumsi gizi seimbang, olahraga rutin, dan menghindari stres menjadi kunci menjaga kekebalan tubuh.
Kesadaran Komunal dan Antisipasi Dini
Dr Agung menekankan pentingnya penerapan protokol dasar, seperti penggunaan masker di ruang publik dan menghindari kerumunan, terutama bagi mereka yang bergejala.
Ia juga mengingatkan bahwa absennya laporan kasus bukan berarti virus tidak lagi menyebar. Kewaspadaan tetap menjadi langkah bijak dalam situasi yang belum sepenuhnya pulih.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sedang mempertimbangkan pembaruan kebijakan pengendalian pandemi. Termasuk evaluasi terhadap efektivitas vaksin dan potensi booster baru bagi populasi rentan.
Upaya menghadapi lonjakan kasus COVID-19 tidak bisa hanya mengandalkan sistem kesehatan. Masyarakat perlu dilibatkan secara aktif melalui edukasi yang tepat dan penyediaan informasi yang akurat. Langkah preventif harus dimulai dari kesadaran individu dalam menjaga kebersihan dan kesehatan diri.
Kesiapan infrastruktur kesehatan seperti rumah sakit, laboratorium pemeriksa, dan tenaga medis juga harus dipastikan tetap siaga. Deteksi dini dan pelacakan kasus berperan penting dalam mencegah penularan massal yang tidak terdeteksi. Pemerintah perlu memastikan distribusi alat tes dan vaksin yang memadai.
Terakhir, komunikasi yang konsisten dan tidak menimbulkan kepanikan harus terus dilakukan. Kampanye publik yang menekankan solidaritas, bukan ketakutan, akan lebih efektif dalam menciptakan partisipasi aktif masyarakat dalam mengatasi varian virus baru seperti Nimbus.(*)










