Jakarta, EKOIN.CO – Cadangan Beras Pemerintah (CBP) Indonesia mencatatkan rekor tertinggi sejak Badan Urusan Logistik (Bulog) berdiri pada 1969, dengan stok mencapai 4 juta ton. Capaian ini diumumkan secara resmi pada Sabtu (31/5/2025) oleh Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman.
Peningkatan stok ini dipandang sebagai tonggak penting dalam perjalanan Indonesia menuju kedaulatan pangan. Pemerintah menyatakan, di tengah krisis pangan global dan tekanan perubahan iklim, Indonesia berhasil mencatatkan surplus beras dari produksi dalam negeri.
“Kita tidak lagi hanya bicara swasembada, tapi sudah bicara kedaulatan,” ujar Menteri Amran dalam keterangannya di Jakarta. Ia menambahkan bahwa angka serapan yang tinggi merupakan bukti nyata keberhasilan kebijakan pertanian nasional.
Hingga 31 Mei 2025 pukul 12.14 WIB, Bulog tercatat telah menyerap 2,429 juta ton beras dari petani lokal. Angka ini meningkat drastis lebih dari 400 persen dibandingkan periode yang sama dalam lima tahun terakhir.
Peningkatan drastis tersebut disokong oleh kebijakan strategis pemerintah, seperti penetapan harga gabah petani sebesar Rp6.500 per kilogram dan pelipatgandaan kuota pupuk bersubsidi.
Pengakuan Internasional terhadap Produksi Pangan Indonesia
Prestasi Indonesia ini juga mendapat perhatian dari sejumlah negara sahabat. Menteri Pertanian dan Keterjaminan Makanan Malaysia, Datuk Seri Mohammad Bin Sabu, bahkan melakukan kunjungan langsung ke Kementerian Pertanian RI pada akhir April lalu.
“Kita juga ingin belajar dari Indonesia bagaimana mereka bisa berjaya dalam memproduksi beras sehingga saat ini beras Indonesia berlimpah,” ungkapnya saat kunjungan tersebut.
Menteri Amran mengungkapkan bahwa sejumlah negara, termasuk Malaysia, telah mengajukan permintaan impor beras dari Indonesia. Salah satu proposal ekspor sebesar 24 ribu ton telah ditandatangani dalam skema B2B (business to business).
Namun, pemerintah menegaskan bahwa prioritas utama tetap pada pemenuhan kebutuhan dalam negeri sebelum membuka keran ekspor lebih luas. “Kita lihat ke depan, prioritas adalah rakyat sendiri,” ujar Mentan Amran.
Kementerian Pertanian juga memastikan bahwa seluruh stok CBP pada tahun ini murni berasal dari hasil panen petani lokal, tanpa adanya tambahan dari beras impor.
Data BPS dan USDA Tegaskan Kinerja Pertanian Nasional
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan produksi beras nasional pada Januari hingga Mei 2025 mencapai 16,55 juta ton. Angka tersebut naik hampir 12 persen dibandingkan tahun lalu pada periode yang sama.
Laporan terbaru dari Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) turut mengonfirmasi pencapaian ini. Dalam laporan musim tanam 2024/2025, Indonesia diperkirakan akan memproduksi 34,6 juta ton beras—tertinggi di Asia Tenggara.
Kinerja tersebut menempatkan Indonesia di atas Thailand dan Vietnam dalam produksi beras. USDA menyebut Indonesia menjadi negara ASEAN pertama yang mampu melampaui target produksi nasional, yaitu sebesar 32 juta ton.
Menteri Amran menyebut bahwa peningkatan ini bukan hanya berdampak pada ketahanan pangan, tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan.
Sektor pertanian menyumbang 10,52 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada triwulan pertama 2025, kontribusi tertinggi sepanjang sejarah menurut data BPS.
Kebijakan Presiden Prabowo Dinilai Efektif
Capaian ini tak lepas dari kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang fokus pada peningkatan produktivitas pertanian. Termasuk di antaranya reformasi sistem distribusi pupuk agar lebih tepat sasaran.
Dengan penyerapan beras lokal yang sangat tinggi dalam waktu singkat, Menteri Amran menyebut ini sebagai “lompatan besar” dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Dulu, angka seperti ini baru tercapai dalam waktu satu tahun. Sekarang, kita sudah mencapainya hanya dalam lima bulan,” ujarnya.
Pemerintah juga menyatakan komitmennya untuk terus menjaga momentum ini agar produksi beras nasional tetap stabil dan bahkan meningkat di semester kedua tahun ini.
Bulog dan Kementerian Pertanian disebut akan memperkuat koordinasi untuk memastikan distribusi beras ke seluruh wilayah Indonesia berjalan lancar, terutama menjelang musim kemarau.
Peningkatan stok beras yang signifikan ini hendaknya menjadi pijakan kuat bagi pemerintah dalam merancang strategi jangka panjang di sektor pertanian. Konsistensi dalam pemberian insentif kepada petani dan transparansi distribusi hasil pertanian harus tetap dijaga agar keberhasilan ini tidak hanya bersifat sesaat.
Pemerintah juga diharapkan memperkuat kerja sama internasional untuk membuka peluang ekspor beras yang menguntungkan petani tanpa mengganggu ketersediaan dalam negeri. Upaya diplomasi pangan perlu diarahkan untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam perdagangan beras global.
Ke depan, tantangan terbesar adalah menjaga keberlanjutan sistem pertanian nasional dalam menghadapi iklim ekstrem, degradasi lahan, dan perubahan pola konsumsi. Maka dari itu, teknologi, inovasi pertanian, serta regenerasi petani muda harus didorong untuk menjaga ketahanan pangan dalam jangka panjang.(*)










