Jakarta EKOIN.CO – Fenomena astronomi Aphelion diperkirakan akan terjadi mulai Selasa, 8 Juli 2025, pukul 05.27 WIB. Pada saat ini, posisi Bumi berada pada titik terjauh dari Matahari, yaitu sekitar 152 juta kilometer atau 66 persen lebih jauh dari jarak rata-rata 90 juta kilometer.
Fenomena ini terjadi setiap tahun dan termasuk dalam siklus orbit elips Bumi. Walau tidak dapat dilihat langsung oleh mata, dampaknya cukup signifikan terhadap cuaca dan kesehatan masyarakat. Selama periode Aphelion yang diprediksi berlangsung hingga Agustus, masyarakat di berbagai wilayah Indonesia diperkirakan akan mengalami penurunan suhu yang cukup drastis.
Menurut informasi yang beredar luas di kanal edukasi dan astronomi, termasuk berbagai komunitas pengamat langit, suhu dingin yang muncul sebagai akibat dari Aphelion bisa menimbulkan keluhan seperti flu, meriang, batuk, dan gangguan pernapasan lainnya. Masyarakat diminta untuk menjaga daya tahan tubuh agar tidak mudah terserang penyakit.
Fenomena Aphelion bukanlah kejadian baru, namun setiap tahun efeknya bisa berbeda tergantung pada kondisi atmosfer dan lingkungan. Tahun ini, sejumlah wilayah seperti Bandung, Malang, dan dataran tinggi lainnya mulai mencatat suhu pagi hari di bawah 18 derajat Celsius.
Penurunan Suhu Bisa Pengaruhi Kesehatan
Walau tak seekstrem musim dingin di negara subtropis, kondisi udara yang lebih dingin dari biasanya cukup memengaruhi kesehatan masyarakat, khususnya kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan penderita gangguan pernapasan.
Suhu yang lebih rendah dari normal juga bisa mengganggu pola tidur dan metabolisme tubuh. Oleh karena itu, masyarakat dianjurkan untuk menjaga asupan gizi dan menghindari aktivitas berlebihan di pagi atau malam hari ketika suhu berada di titik terendah.
Sejumlah dokter dan ahli kesehatan menyarankan untuk memperbanyak konsumsi vitamin C dan D, menjaga hidrasi tubuh, serta mengurangi konsumsi minuman dingin selama periode Aphelion. “Cuaca yang lebih dingin dapat melemahkan sistem imun, maka menjaga kebugaran tubuh menjadi sangat penting,” ujar dr. M. Hidayat, praktisi kesehatan di Jakarta.
Kementerian Kesehatan belum merilis imbauan resmi terkait Aphelion, namun sejumlah pusat layanan kesehatan sudah bersiap menghadapi peningkatan pasien dengan keluhan batuk pilek, seperti yang terjadi pada periode serupa di tahun sebelumnya.
Imbauan Tingkatkan Imunitas Tubuh
Fenomena ini terjadi akibat orbit Bumi yang berbentuk elips, sehingga menyebabkan jarak Bumi ke Matahari bervariasi setiap tahunnya. Titik Aphelion adalah kondisi ketika Bumi berada di titik terjauh dari Matahari, berbanding terbalik dengan Perihelion yang merupakan jarak terdekat.
Beberapa wilayah di Indonesia, seperti Dieng dan Lembang, sudah mencatat suhu pagi hari berkisar 13–15 derajat Celsius, lebih dingin dibanding bulan Juni. BMKG menyarankan masyarakat untuk menyesuaikan aktivitas harian, terutama bagi mereka yang bekerja di luar ruangan.
Suhu dingin juga berpotensi memicu kambuhnya penyakit kronis seperti asma dan rematik. Oleh karena itu, masyarakat diminta lebih waspada dan segera berkonsultasi ke layanan kesehatan bila mengalami gejala yang mencurigakan.
Kondisi ini juga menjadi perhatian para orang tua untuk menjaga anak-anak mereka tetap hangat, terutama saat tidur malam. Penggunaan selimut dan pakaian berlapis menjadi salah satu solusi praktis untuk mengurangi paparan udara dingin.
Meski suhu rendah bukanlah penyebab langsung virus seperti corona, kondisi tubuh yang menurun bisa meningkatkan risiko tertular berbagai penyakit infeksi. Oleh karena itu, menjaga jarak dan kebersihan tetap relevan di tengah cuaca ekstrem.
Selain itu, Aphelion juga berdampak kecil pada intensitas sinar Matahari yang diterima Bumi. Walau perbedaan ini tidak terlalu signifikan, namun cukup berpengaruh terhadap durasi siang yang sedikit lebih panjang dan malam yang lebih dingin.
Para ilmuwan menjelaskan bahwa Aphelion tidak terkait langsung dengan musim, karena musim di Bumi lebih dipengaruhi oleh kemiringan sumbu rotasi. Namun, dalam kasus wilayah tropis seperti Indonesia, suhu udara tetap dapat berubah karena efek atmosfer lokal.
Fenomena ini menjadi pengingat penting untuk memperhatikan perubahan iklim dan adaptasi tubuh terhadap kondisi lingkungan. Kegiatan fisik tetap dianjurkan, namun harus dibarengi dengan pemanasan dan pendinginan yang cukup.
Hingga saat ini, tidak ditemukan dampak negatif besar secara global akibat Aphelion. Namun, masyarakat tetap diminta siaga terhadap perubahan suhu udara dan menjaga kesehatan masing-masing.
Pemerintah daerah di beberapa wilayah dataran tinggi juga sudah mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya menjaga stamina dan mengenakan pakaian hangat selama beberapa minggu ke depan.
Sebagai upaya pencegahan, beberapa sekolah telah mengimbau siswa untuk membawa jaket, terutama saat kegiatan belajar mengajar di pagi hari. Langkah ini diharapkan dapat mencegah penurunan konsentrasi akibat suhu dingin.
BMKG memperkirakan suhu dingin ekstrem akan terjadi secara bertahap hingga akhir Juli dan kembali normal menjelang pertengahan Agustus. Masyarakat diminta tidak panik, namun tetap memperhatikan kondisi tubuh dan cuaca.
Kampanye hidup sehat mulai kembali digaungkan oleh komunitas-komunitas kesehatan. Mereka mengajak masyarakat untuk mengonsumsi makanan bergizi, istirahat cukup, dan rajin berolahraga ringan di rumah.
Fenomena Aphelion juga menjadi ajang edukasi astronomi bagi pelajar. Beberapa sekolah di Jakarta dan Yogyakarta diketahui mengadakan sesi belajar khusus untuk mengenal orbit Bumi dan perubahan jarak terhadap Matahari.
Menutup penjelasan dari berbagai sumber, masyarakat diminta tetap tenang dan tidak mengaitkan fenomena ini dengan hal-hal yang belum terbukti secara ilmiah, termasuk rumor yang menghubungkannya dengan virus tertentu.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
yang dapat diberikan kepada masyarakat adalah agar menjaga kondisi tubuh dengan asupan makanan bergizi dan rutin beristirahat cukup. Perubahan suhu secara ekstrem dapat memengaruhi sistem kekebalan tubuh, terutama jika tidak diimbangi dengan gaya hidup sehat.
Menghindari aktivitas berat di luar rumah pada pagi dan malam hari bisa menjadi langkah bijak, khususnya bagi mereka yang memiliki riwayat penyakit pernapasan. Mengenakan pakaian hangat dan memastikan ventilasi rumah cukup baik juga bisa mengurangi risiko gangguan kesehatan.
Penting bagi setiap individu untuk mengenali gejala-gejala awal dari gangguan yang mungkin muncul, seperti batuk kering, sakit kepala ringan, atau kelelahan tidak biasa. Dengan mengenali lebih awal, pengobatan pun bisa segera dilakukan.
Meskipun suhu lebih dingin bisa dirasakan sebagai kenyamanan sesaat, tetap diperlukan kewaspadaan dan penyesuaian aktivitas harian agar tubuh tidak terpapar udara dingin dalam waktu lama. Hal ini penting untuk menjaga produktivitas dan mencegah penurunan daya tahan.
Dengan kesadaran kolektif dan edukasi publik yang masif, diharapkan masyarakat dapat menghadapi fenomena Aphelion tahun ini dengan persiapan yang lebih baik. Kolaborasi antara individu, komunitas, dan institusi menjadi kunci penting untuk menjaga kesehatan bersama.(*)










