Ramallah ,EKOIN.CO – Seorang warga negara Amerika Serikat keturunan Palestina, Saif al-Din Kamel Abdul Karim Musallat, dilaporkan tewas akibat pemukulan oleh pemukim Israel di wilayah Tepi Barat yang diduduki. Insiden ini terjadi pada Jumat malam, 11 Juli 2025, di kota Sinjil, utara Ramallah. Menurut laporan kantor berita Palestina WAFA, serangan brutal tersebut juga menyebabkan beberapa orang lainnya mengalami luka.
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menyatakan sedang menindaklanjuti laporan tersebut. “Kami mengetahui laporan kematian seorang warga negara AS di Tepi Barat,” ujar juru bicara Departemen Luar Negeri AS, dikutip dari Reuters pada Sabtu, 12 Juli 2025. Pihaknya menolak memberikan pernyataan lanjutan demi menghormati privasi keluarga korban.
Pihak keluarga Musallat yang tinggal di Tampa, Florida, mengonfirmasi kabar duka tersebut kepada The Washington Post. Mereka menyebut bahwa Saif dipukuli hingga meninggal dunia oleh sekelompok pemukim Israel. Tidak disebutkan secara rinci kronologi peristiwa tersebut oleh keluarga korban.
Militer Israel mengaku sedang menyelidiki insiden kekerasan di kota Sinjil. Dalam keterangannya, pihak militer menyebut terjadi “konfrontasi kekerasan” setelah sejumlah warga Israel dilempari batu di dekat lokasi kejadian. Namun, tidak ada keterangan lanjutan mengenai dugaan pemukulan terhadap Musallat.
Peningkatan Kekerasan Pemukim di Tepi Barat
Kasus ini menambah daftar panjang kekerasan yang dilakukan oleh pemukim Israel terhadap warga Palestina, khususnya sejak konflik di Gaza kembali pecah pada akhir 2023. Data dari Kantor Hak Asasi Manusia PBB menyebutkan bahwa tindakan pemukim Israel semakin meningkat dalam beberapa bulan terakhir.
Lembaga tersebut menegaskan bahwa pembangunan dan perluasan permukiman Israel di wilayah Tepi Barat melanggar hukum internasional. Mahkamah Agung PBB pun menyatakan pendudukan Israel atas wilayah tersebut adalah ilegal dan menyerukan agar aktivitas tersebut segera dihentikan.
Menurut laporan Human Rights Watch dan Amnesty International, banyak kasus kekerasan oleh pemukim Israel di Tepi Barat tidak ditindaklanjuti oleh otoritas keamanan Israel. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap akuntabilitas dan perlindungan bagi warga Palestina.
Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa warga negara AS yang memiliki latar belakang Palestina atau keturunan Arab juga menjadi korban kekerasan di Tepi Barat. Di antaranya adalah jurnalis Palestina-Amerika Shireen Abu Akleh yang tewas ditembak, serta remaja Omar Mohammad Rabea dan aktivis Turki-Amerika Aysenur Ezgi Eygi.
Konteks Konflik yang Lebih Luas
Sementara itu, konflik antara Israel dan Hamas yang berkecamuk di Gaza turut memperburuk situasi keamanan di seluruh wilayah pendudukan. Serangan militer Israel ke Jalur Gaza hingga saat ini telah menewaskan lebih dari 57.000 warga Palestina, menurut data dari Kementerian Kesehatan Gaza.
Jumlah korban yang terus bertambah ini juga menjadi dasar pengajuan gugatan genosida terhadap Israel di Mahkamah Internasional. Selain itu, Israel juga menghadapi tuduhan kejahatan perang di Mahkamah Kriminal Internasional akibat operasi militer di wilayah padat penduduk tersebut.
Israel menolak tuduhan-tuduhan tersebut dan menyatakan tindakan militernya sebagai langkah pembelaan diri. Menurut pemerintah Israel, serangan ke Gaza dilakukan sebagai respons atas aksi teror Hamas pada Oktober 2023 yang menewaskan sekitar 1.200 orang di wilayah Israel.
Ketegangan yang meningkat akibat konflik di Gaza memicu lonjakan insiden kekerasan di Tepi Barat. Para pemukim Israel dilaporkan semakin agresif dalam mengusir atau menyerang warga Palestina, terutama di desa-desa terpencil dan dekat zona militer.
Komunitas internasional, termasuk Amerika Serikat, telah berulang kali menyuarakan keprihatinan terhadap kekerasan yang dilakukan oleh pemukim. Namun, hingga saat ini belum ada tindakan konkret yang berhasil menghentikan eskalasi tersebut.
Hingga Sabtu malam, belum ada pernyataan resmi dari otoritas Israel mengenai penyebab kematian Saif al-Din Musallat. Penyelidikan oleh militer Israel masih berlangsung, namun banyak pihak meragukan independensi proses tersebut.
Aktivis HAM Palestina menyerukan dilakukannya penyelidikan internasional untuk memastikan keadilan bagi korban. Mereka menyatakan bahwa sistem hukum Israel kerap tidak memberikan keadilan dalam kasus kekerasan terhadap warga Palestina.
Warga Palestina di kota Sinjil menggelar aksi duka dan menuntut pertanggungjawaban dari pihak yang terlibat dalam kematian Musallat. Mereka membawa foto korban dan meneriakkan seruan agar kekerasan oleh pemukim segera dihentikan.
Insiden ini juga memicu kemarahan diaspora Palestina di berbagai negara, termasuk di Amerika Serikat. Aksi solidaritas dan doa bersama dilaporkan berlangsung di beberapa kota besar seperti New York, Chicago, dan Los Angeles.
Kematian Musallat memperlihatkan betapa rapuhnya perlindungan terhadap warga sipil, bahkan bagi mereka yang memiliki kewarganegaraan asing. Para pengamat menyebut bahwa warga Palestina yang memiliki paspor asing pun tetap tidak kebal dari risiko kekerasan di wilayah pendudukan.
Departemen Luar Negeri AS belum mengonfirmasi apakah akan mengirim tim investigasi ke Tepi Barat atau tidak. Namun, beberapa anggota Kongres dari Partai Demokrat mendesak pemerintah untuk memastikan penyelidikan independen dan transparan atas insiden ini.
Situasi di Tepi Barat diperkirakan akan semakin memanas dalam waktu dekat, seiring meningkatnya ketegangan akibat operasi militer di Gaza dan kegagalan perundingan damai. Komunitas internasional diharapkan dapat memainkan peran lebih aktif dalam meredakan konflik.
peristiwa kematian Saif al-Din Musallat menunjukkan kenyataan keras dari eskalasi kekerasan di Tepi Barat. Warga sipil, bahkan yang memiliki kewarganegaraan ganda, tetap menjadi korban dalam konflik yang tak kunjung mereda. Serangan pemukim terhadap warga Palestina makin sering terjadi dan tidak mendapat penindakan yang tegas.
Penting bagi komunitas global, termasuk negara-negara berpengaruh seperti Amerika Serikat, untuk menindaklanjuti kasus ini dengan serius. Penyelidikan independen harus dilakukan demi memastikan keadilan bagi korban dan mencegah impunitas di masa mendatang. Organisasi HAM internasional juga harus dilibatkan dalam proses ini.
Ketegangan yang terus berlanjut di wilayah pendudukan hanya akan menciptakan lingkaran kekerasan yang semakin mematikan. Keberadaan hukum internasional harus ditegakkan agar kekerasan yang merugikan warga sipil dapat dihentikan. Kasus ini harus menjadi titik balik untuk mengakhiri pelanggaran yang terus berlangsung di Tepi Barat.
pemerintah Amerika Serikat perlu memberikan perlindungan yang lebih kuat bagi warganya di zona konflik. Upaya diplomatik juga harus diperkuat untuk mendorong Israel menghentikan kekerasan oleh pemukim. Media dan masyarakat sipil harus terus menyoroti kasus-kasus pelanggaran agar tidak tenggelam dalam dinamika politik.
Selain itu, perlu adanya tekanan internasional terhadap Israel untuk menghentikan perluasan permukiman dan menghormati hukum internasional. Masyarakat global memiliki tanggung jawab moral untuk tidak tinggal diam atas penderitaan rakyat Palestina. Transparansi dalam investigasi akan membantu mengembalikan kepercayaan publik.
Pendidikan dan kampanye anti-kekerasan di tingkat lokal maupun internasional dapat membantu mengurangi ketegangan jangka panjang. Semua pihak harus menyadari pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dalam menyelesaikan konflik. Hanya dengan komitmen bersama, perdamaian yang adil dapat terwujud.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










