Jakarta, EKOIN.CO – Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini, Rabu (6/8), secara resmi membuka kembali perdagangan saham PT DCI Indonesia Tbk (DCII). Keputusan ini mengakhiri masa suspensi yang berlangsung selama sembilan hari perdagangan sejak 24 Juli 2025. Mengutip keterbukaan informasi BEI, saham DCII kini dapat diperdagangkan lagi di pasar reguler dan pasar tunai.
Manajemen BEI dalam pernyataan tertulisnya menegaskan, “Berdasarkan penilaian Bursa, maka dengan ini diumumkan bahwa suspensi atas perdagangan saham PT DCI Indonesia Tbk (DCII) di Pasar Reguler dan Pasar Tunai dibuka kembali mulai sesi I tanggal 6 Agustus 2025.” Pernyataan ini sekaligus menjadi penanda dimulainya kembali transaksi saham emiten pusat data tersebut.
Sebelumnya, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menyampaikan bahwa penelaahan lebih lanjut dilakukan oleh pihaknya terkait pemenuhan kewajiban keterbukaan informasi dan perkembangan terkini dari perseroan. Ia menambahkan, suspensi yang diberlakukan dalam jangka waktu cukup panjang bertujuan untuk menjaga pasar agar tetap berjalan secara teratur, wajar, dan efisien.
Nyoman juga sempat mengatakan, pencabutan suspensi saham DCII akan dilakukan apabila seluruh kewajiban telah terpenuhi dan tidak ada kondisi material yang berdampak signifikan terhadap keberlangsungan perdagangan saham.
Saham DCII, yang dikenal sebagai emiten pusat data milik Toto Sugiri dan grup Salim, mencatat rekor sebagai saham termahal di bursa berkat lonjakan harga luar biasa beberapa waktu terakhir. Sayangnya, kenaikan performa keuangan yang impresif sepanjang paruh pertama tahun ini tidak menghindarkan saham ini dari penghentian sementara. Tercatat, harga saham DCII terakhir berada di posisi Rp346.725 per lembar pada 23 Juli 2025, setelah sebelumnya mengalami Auto Reject Atas (ARA) sebesar 20% dalam sehari. Sehari sebelumnya, pada 22 Juli 2025, saham ini juga sempat disuspensi karena kenaikan harga yang melonjak nyaris 100% dalam sepekan.
Lonjakan harga yang dramatis ini membuat DCII menjadi saham termahal di BEI secara month to date (MTD) dengan kenaikan 128%. Dengan harga yang sangat tinggi, dibutuhkan modal minimal Rp34,67 juta untuk membeli satu lot, membuat investor ritel semakin sulit untuk berpartisipasi.
Suspensi Bukan Hal Baru Bagi DCII
Penghentian sementara perdagangan bukanlah kejadian baru bagi DCII. Pada tahun yang sama, saham ini pernah disuspensi dari 25 Februari hingga 4 Maret 2025 akibat rumor stock split. Pola kenaikan harga yang sama, dengan ARA beruntun selama empat hari dari 19-24 Februari, juga pernah terjadi sebelum suspensi. Saat suspensi dibuka sehari pada 26 Februari, saham DCII kembali melesat ARA hingga akhirnya digembok lagi selama empat hari perdagangan sampai 4 Maret 2025.
Aksi suspensi kali ini menjadi yang terlama dialami oleh DCII. Namun, seperti yang terjadi pada Maret lalu, setelah suspensi dibuka saham DCII masih mencatatkan ARA dengan persentase 10% per hari selama delapan hari hingga 13 Maret 2025 sebelum akhirnya mengalami Auto Reject Bawah (ARB). Jika pola ini kembali terulang, ARA kemungkinan akan berlanjut meskipun persentasenya menjadi lebih minim dari 20% menjadi 10%. Reli kencang dari Februari-Maret ini menjadi sejarah, di mana harga saham DCII yang sebelumnya stabil di kisaran Rp40.000-Rp50.000 berhasil melesat lebih dari empat kali lipat hingga tembus Rp200.000 per lembar.
Kinerja Keuangan Cemerlang di Balik Volatilitas Harga
Di sisi lain, DCII membukukan kinerja keuangan yang mengesankan hingga semester I 2025. Merujuk laporan keuangan terbaru, laba perusahaan tercatat sebesar Rp616,95 miliar, naik 106% secara tahunan (year on year/yoy) dari Rp299,5 miliar. Pendapatan perseroan juga meningkat 80% yoy menjadi Rp1,33 triliun dari Rp737,3 miliar.
Evelyn, Direktur Keuangan DCI Indonesia, mengungkapkan bahwa perusahaan menargetkan pertumbuhan pendapatan dua digit pada 2025. Untuk mencapai target tersebut, perseroan telah mengalokasikan belanja modal hingga Rp1 triliun, yang sebagian besar akan difokuskan untuk pengembangan fasilitas pusat data terbaru mereka, JK6, di kompleks DCI Cibitung. “Selain itu, kami juga tengah membangun pusat data baru di Surabaya,” ungkapnya.
Prospek pertumbuhan dan kinerja laba yang baik ini memunculkan harapan bahwa saham DCII akan terus naik. Meski demikian, valuasi saham ini memang sudah sangat mahal, dengan PBV lebih dari 200 kali dan PER lebih dari 700 kali. Partisipasi investor ritel yang minim, dengan hanya 903 pemegang saham hingga akhir Juni 2025, membuat pergerakan harga saham DCII menjadi sangat volatil.










