Jakarta, Ekoin.co – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengajukan permohonan pencabutan paspor terhadap tersangka Jurist Tan selaku eks staf khusus (stafsus) mantan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim.
Pencabutan paspor dalam rangka memudahkan penangkapan terhadap Jurist Tan yang saat ini keberadaannya di luar negeri.
“Kita bermohon (pencabutan paspor), sedang bermohon ke pihak Imigrasi untuk dicabut,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna kepada wartawan di Kejagung, Jakarta, yang dikutip Selasa (12/8).
Selain itu, penyidik pidsus Kejagung telah memasukkan Jurist Tan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) karena tidak pernah menghadiri pemanggilan dalam pemeriksaannya sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook.
Sementara itu, status penerbitan Red Notice untuk Jurist Tan juga tengah dalam proses koordinasi dengan Interpol, dan nantinya menjadi buronan Internasional.
“Kalau terkait dengan Jurist Tan sudah ditetapkan DPO-nya. Sudah ada permohonan kita dan proses terkait red notice sedang proses. Tinggal kita tunggu saja,” ujar Anang.
Diketahui, Kejagung menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada Kemendikbudristek dalam program digitalisasi pendidikan periode 2019-2022.
Keempat tersangka, yakni Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021, Sri Wahyuningsih (SW); Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, Mulyatsyah (MUL); Staf khusus Mendikbudristek Bidang Pemerintahan era Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT/JS); dan Konsultan Perorangan Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah pada Kemendikbudristek, Ibrahim Arief (IBAM).
Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop, tim penyidik Jampidsus belum menetapkan eks Mendikbudristek Nadiem Makarim sebagai tersangka.
“Berdasarkan alat bukti yang cukup, maka penyidik menetapkan keempat orang tersebut sebagai tersangka,” kata mantan Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, pada saat itu dijabat Abdul Qohar dalam konferensi pers kepada wartawan di gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Selasa (15/7).
Qohar mengatakan bahwa keempat tersangka, yakni MUL, SW, JT, dan Ibrahim Arif telah melakukan perbuatan melawan hukum, menyalahgunakan kewenangan dengan membuat petunjuk pelaksanaan yang mengarahkan ke produk tertentu yaitu Chrome OS untuk pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada tahun anggaran 2020 sampai tahun 2022.
“Perbuatan keempat tersangka tersebut telah merugikan keuangan negara, dan tujuan pengadaan TIK untuk siswa sekolah tidak tercapai karena Chrome OS banyak kelemahan untuk daerah 3T yaitu daerah terdepan, terluar, dan tertinggal,” ucap Qohar. ()










