RAKHINE, EKOIN.CO – Nasib pilu kini dirasakan masyarakat Myanmar, khususnya di wilayah negara bagian Rakhine. Warga di daerah itu dilaporkan mengalami kelaparan dan harus mengais makanan seadanya akibat blokade perang serta pemotongan bantuan internasional.
Ikuti berita terbaru di WA Channel EKOIN.
Pedagang buah Kyaw Win Shein (60) dari kota Mrauk U mengungkapkan penderitaan sehari-hari yang harus ia hadapi. “Hari baru telah berlalu, dan saya harus berjuang lagi untuk hari baru,” katanya kepada AFP, Jumat (15/8/2025). Ia menyebutkan kondisi semakin memburuk, dengan harga kebutuhan pokok naik sementara pendapatan menurun.
Kelaparan Membayangi Warga Rakhine
Wilayah Rakhine di pesisir barat Myanmar berbatasan langsung dengan Bangladesh. Kawasan ini menjadi salah satu daerah terparah yang terdampak perang saudara usai kudeta militer 2021. Dalam konflik berkepanjangan itu, junta militer melakukan blokade terhadap suplai kebutuhan hidup bagi sekitar 2,5 juta penduduk.
Akibat blokade, banyak warga dipaksa mencari makanan alternatif seperti rebung untuk bertahan hidup. Namun, makanan tersebut tidak bergizi dan memperburuk masalah malnutrisi.
Program Pangan Dunia (WFP) melaporkan pekan lalu bahwa 57% keluarga di Rakhine tengah tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan pokok. Angka ini melonjak dari 33% pada Desember tahun lalu. “Kombinasi mematikan dari konflik, blokade, dan pemotongan dana mendorong peningkatan dramatis dalam kelaparan dan malnutrisi,” tulis WFP.
Di wilayah Rakhine utara, situasi disebut jauh lebih parah. Kelangkaan pupuk menyebabkan hasil panen merosot dan harga produk pertanian melambung tinggi. Kondisi ini membuat warga semakin terdesak.
“Saya bukan satu-satunya yang mengalami kesulitan. Semua orang sama,” ujar Kyaw Win Shein, menegaskan penderitaan massal yang dialami penduduk.
Orang-Orang Kelaparan & Tak Punya Uang
Salah satu daerah yang sangat terdampak kelaparan adalah Desa Ponnagyun, tak jauh dari ibu kota Rakhine, Sittwe. Meski pasar masih menjual ikan laut, banyak warga tidak mampu membeli karena ketiadaan uang tunai.
“Orang-orang kelaparan di desa saya,” kata seorang warga pengelola warung telepon umum di Ponnagyun, yang meminta identitasnya dirahasiakan. Ia menambahkan bahwa warga kini banyak mengandalkan rebung sebagai makanan utama.
Keterbatasan bantuan memperburuk keadaan. Menurut pengakuan warga, hanya dua kali bantuan sampai ke komunitas mereka sepanjang tahun lalu. Sementara itu, blokade militer begitu ketat hingga uang kertas pun rusak tak terpakai di kantong pelanggan dan pedagang.
“Harga komoditas sangat tinggi,” ungkap Hla Paw Tun (64), warga Mrauk U. “Banyak orang yang menjual, tetapi hanya sedikit yang membeli. Kami berjuang bertahan hidup dari hari ke hari,” tambahnya.
Situasi di Rakhine juga tidak lepas dari catatan kelam masa lalu. Pada 2017, wilayah ini menjadi saksi dugaan kekejaman militer terhadap minoritas Rohingya yang disebut sejumlah negara sebagai genosida. Kini, lebih dari satu juta warga Rohingya masih hidup di kamp pengungsian di Bangladesh.
Data PBB bulan lalu menyebutkan bahwa dalam 18 bulan terakhir saja, lebih dari 150.000 pengungsi baru meninggalkan Myanmar akibat eskalasi konflik.
Penderitaan panjang di Rakhine menandai betapa seriusnya krisis kemanusiaan yang dihadapi Myanmar. Dengan terbatasnya bantuan internasional, masyarakat setempat hanya bisa menggantungkan harapan pada peluang kecil untuk bertahan hidup di tengah bayang-bayang kelaparan.
Krisis kelaparan di Myanmar, terutama di Rakhine, menunjukkan bagaimana blokade militer dan pemotongan bantuan global memperburuk penderitaan warga sipil. Data WFP membuktikan lonjakan signifikan keluarga yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok dalam waktu singkat.
Pernyataan warga setempat menggarisbawahi betapa dalamnya kesulitan ekonomi yang mereka hadapi. Banyak yang terpaksa memakan makanan seadanya tanpa nilai gizi.
Blokade juga memutus aliran bantuan, membuat uang tak lagi bernilai, dan menghambat aktivitas perdagangan. Keadaan ini membuat masyarakat hidup dalam kondisi rentan dan terancam.
Selain krisis pangan, situasi juga dipengaruhi oleh sejarah panjang kekerasan terhadap kelompok Rohingya, yang hingga kini masih menjadi pengungsi.
Warga Myanmar di Rakhine mengalami kelaparan akibat blokade dan minimnya bantuan.
Program Pangan Dunia memperingatkan risiko malnutrisi meningkat drastis.
Untuk keluar dari krisis, diperlukan intervensi serius komunitas internasional agar penderitaan warga Myanmar, khususnya Rakhine, tidak semakin parah dan berlarut. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










