Jakarta, EKOIN.CO – Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkapkan kerugian besar akibat wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak, dengan total mencapai Rp9 triliun pada awal 2022. Wabah ini menyebabkan dampak signifikan, meskipun tidak mencapai level pandemi seperti Covid-19. Upaya penanganan pun terus digencarkan untuk menekan penyebarannya.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan, Agung Suganda, di sela-sela acara Strategi Nasional Pengendalian PMK, Selasa (26/8/2025). Menurutnya, kerugian itu timbul akibat sejumlah faktor. “Pada 2022 lalu, kerugiannya cukup besar ya, kalau perhitungan kita hampir sekitar Rp9 triliun. Ini akibat penurunan produktivitas, kemudian juga ada yang mati dipotong paksa dan sebagainya,” terang Agung.
Meskipun sempat mereda, wabah PMK kembali meningkat pada akhir 2024 akibat adanya pola musiman dan pancaroba. Untuk mengatasi lonjakan ini, Kementan segera mengambil langkah proaktif. Sejumlah upaya telah dijalankan sejak awal 2025, termasuk program vaksinasi yang terbagi dalam dua tahap.
Tahap pertama dilaksanakan pada Januari hingga Maret 2025 dengan mengalokasikan 2,1 juta dosis vaksin. Sementara itu, tahap kedua kini sedang berlangsung, dimulai pada Juli hingga September 2025, dengan target penyaluran 1,9 juta dosis. Melalui program vaksinasi ini, Kementan berharap beberapa daerah dapat mencapai nol kasus (zero case) PMK.
Agung menambahkan bahwa saat ini, dua provinsi telah berhasil mencapai target tersebut, yaitu Bali dan Jawa Barat. “Ini yang terus kita upayakan dan kata kuncinya adalah di samping penerapan biosekuriti, kemudian juga vaksinasi adalah kesadaran seluruh pemangku kepentingan bukan hanya peternak terutama para pedagang yang biasanya mau lintaskan sapi-sapi atau ternak yang rentan terhadap PMK ini,” jelasnya.
Berdasarkan data Kementan per 24 Agustus 2025, kasus PMK masih menyebar di tujuh provinsi, dengan total 593 ekor hewan ternak yang terdampak. Provinsi Sulawesi Selatan menjadi wilayah dengan kasus terbanyak, yakni 323 ekor, diikuti oleh Jawa Tengah (110 ekor), Jawa Timur (109 ekor), Jawa Barat (21 ekor), Sulawesi Barat (15 ekor), Sumatera Barat (15 ekor), dan Yogyakarta (5 ekor).










