Jakarta, EKOIN.CO-Demonstrasi yang merebak di Jakarta akhir Agustus 2025 bukan rekayasa siapa pun, melainkan mencerminkan ketegangan yang tumbuh dari tekanan ekonomi yang dirasakan masyarakat. Kecewa, marah, dan resah menjadi bahan bakar aksi yang kini menjadi sorotan publik dan pasar.
Aksi Lahir dari Ketidakadilan Ekonomi
Menurut Direktur Ekonomi Digital CELIOS, Nailul Huda, gejolak massa ini murni dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi yang semakin sulit, bukan dimobilisasi oleh kekuatan asing. “Gerakan ini muncul akibat rakyat yang marah, resah, terhadap kondisi ekonomi mereka. Mereka semakin sulit mendapatkan pekerjaan, sulit mendapatkan pendapatan,” tegasnya
Tuntutan yang berkembang meliputi peningkatan upah, perbaikan sistem outsourcing, penghapusan PHK massal, hingga keadilan fiskal. Gelombang protes menjalar ke berbagai kota seperti Gorontalo, Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, dan Medan
Ketegangan dan Dampaknya pada Ekonomi & Investor
Aksi yang berujung ricuh di dekat gedung DPR memicu penurunan tajam bursa dan pelemahan rupiah. IHSG turun hingga 2,3%, sementara nilai tukar rupiah melemah hampir 1% terhadap dolar AS
Bank Indonesia segera melakukan intervensi, termasuk pembelian obligasi dan stabilisasi pasar valas Kendati demikian, sentimen negatif terus menghantui, terutama di kalangan investor asing.
Fokus Pemerintah Perkuat Respon Ekonomi murni
Pemerintah dan lembaga ekonomi diminta memperkuat kebijakan agar masyarakat tidak semakin terpuruk. Nailul Huda mengingatkan, “Ekonomi masyarakat kita tengah terpuruk dengan semakin banyak PHK, harga barang semakin melejit, dan berbagai indikator lainnya.” Belum lagi potensi larinya investor yang meresahkan stabilitas ekonomi
Di media lain, indikator ekonomi kuartal II–2025 memang menunjukkan pertumbuhan 5,12%, inflasi terkendali, dan nilai tukar rupiah relatif stabil keluar-masuk pasar global Namun, di lapangan, tekanan nyata terhadap masyarakat tetap nyata: pengangguran, biaya hidup tinggi, dan ketidakpuasan yang mendidih.
Aksi murni dan Risiko Sistemik Yang Tumbuh
Fakta terbaru menunjukkan tragedi yang menyayat: seorang driver ojol bernama Affan Kurniawan tewas dilindas kendaraan taktis saat aksi berlangsung, memicu gelombang solidaritas dan eskalasi ketegangan
Di sisi pasar modal, kepemilikan asing di IHSG menyentuh level terendah sejak 2011 (2,9%), dengan penjualan bersih asing sejak awal tahun mencapai Rp29,41 triliun menandai berkurangnya kepercayaan jangka panjang terhadap stabilitas Indonesia.
Aksi massa ini murni dicetus oleh ketidakadilan sosial-ekonomi. Tuntutan rakyat tidak bisa ditunda—yang dibutuhkan adalah kebijakan reflektif yang menurunkan ketidakpastian, memperbaiki distribusi, dan menjaga kepercayaan investor.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










