Jakarta, EKOIN.CO – Setoran pajak dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Badan hingga Juli 2025 tercatat masih mengalami kontraksi. Kondisi ini menjadi sinyal kuat bahwa tekanan terhadap ekonomi nasional belum sepenuhnya mereda.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono, menilai penurunan di dua pos penerimaan utama ini menggambarkan lemahnya konsumsi, terbatasnya impor, serta profitabilitas korporasi yang masih tertekan. Menurutnya, tren tersebut perlu diwaspadai karena bisa berdampak pada keberlanjutan fiskal negara.
Pajak Jadi Indikator Tekanan Ekonomi
Prianto menjelaskan, kontraksi PPN menandakan daya beli masyarakat dan aktivitas konsumsi dalam negeri masih tertahan. Padahal, PPN merupakan pajak yang paling dekat dengan aktivitas belanja masyarakat. “Kalau PPN melemah, itu artinya konsumsi rumah tangga belum pulih optimal,” ujar Prianto.
Di sisi lain, penurunan setoran PPh Badan menunjukkan kinerja perusahaan belum kembali normal. Laba perusahaan yang tipis bahkan menurun membuat setoran pajak ke negara ikut terkoreksi. Menurut Prianto, kondisi ini menjadi gambaran bahwa sektor usaha masih mencari jalan keluar dari tekanan global dan domestik.
Data Kementerian Keuangan menunjukkan, realisasi penerimaan pajak hingga pertengahan tahun masih menghadapi tantangan, terutama dari sektor manufaktur dan perdagangan yang menjadi kontributor utama PPN dan PPh Badan.
Kebutuhan Strategi Pajak yang Adaptif
Prianto menekankan perlunya strategi fiskal yang lebih adaptif agar pelemahan penerimaan pajak tidak semakin dalam. Pemerintah, menurutnya, perlu mengombinasikan kebijakan insentif sekaligus memperkuat basis penerimaan. “Perlu ada keseimbangan antara menjaga iklim usaha dengan memastikan penerimaan pajak tetap stabil,” jelasnya.
Selain itu, penguatan administrasi perpajakan juga dianggap penting untuk meminimalisir potensi kebocoran. Upaya digitalisasi dan pengawasan berbasis data besar bisa menjadi cara memperluas kepatuhan wajib pajak.
Kondisi global, termasuk pelemahan perdagangan internasional, turut memberikan tekanan pada kinerja ekspor dan impor Indonesia. Hal ini berimbas pada penerimaan PPN impor serta PPh Badan dari sektor industri berorientasi ekspor.
Ekonom menilai, pemerintah perlu memperkuat stimulus pada sektor konsumsi domestik untuk menahan laju pelemahan. Dengan konsumsi sebagai penyumbang terbesar PDB, langkah ini diyakini mampu memperbaiki basis penerimaan PPN dalam jangka menengah.
Ke depan, jika tren kontraksi pajak terus berlanjut, ruang fiskal pemerintah bisa tertekan. Dampaknya bukan hanya pada belanja negara, tetapi juga program pembangunan yang membutuhkan pendanaan besar.
Meskipun demikian, optimisme tetap ada jika pemerintah berhasil menjaga stabilitas makro dan mendorong investasi. Upaya pemulihan ekonomi diharapkan perlahan akan memperbaiki setoran pajak dari berbagai sektor.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










