Jakarta, EKOIN.CO – Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) kembali menunjukkan taringnya dalam upaya pengembalian aset negara. Pada penyerahan tahap IV yang digelar di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat 12 September 2025, Satgas PKH berhasil menyita lahan tambang PT Weda Bay Nickel. Penertiban ini merupakan bagian dari penguasaan kembali kawasan hutan seluas total 674.178,44 hektare dari 245 perusahaan/korporasi yang tersebar di 15 provinsi. Aksi tegas ini menambah daftar panjang keberhasilan Satgas PKH yang sejak delapan bulan lalu telah menguasai kembali kawasan hutan seluas 3.325.133,20 hektare, melampaui target awal sebesar 1 juta hektare.
Secara spesifik, penguasaan kembali lahan terhadap dua perusahaan tambang dilakukan pada 11 September 2025. Salah satunya adalah PT Weda Bay Nickel di Halmahera Tengah dan Halmahera Timur, Maluku Utara, dengan lahan seluas 148,25 hektare. Perusahaan lainnya adalah PT Tonia Mitra Sejahtera di Bombana, Sulawesi Tenggara, dengan lahan seluas 172,82 hektare. Total lahan tambang yang disita dari kedua perusahaan ini mencapai 321,07 hektare. Aksi ini menegaskan komitmen pemerintah dalam menertibkan praktik pertambangan ilegal dan penggunaan lahan tanpa izin yang merugikan negara.
Pentingnya Izin Pinjam Pakai Hutan untuk Tambang
Menurut Rilke Jeffri Huwae, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), banyak perusahaan tambang memiliki izin tambang, namun seringkali mereka tidak mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). “Mereka punya izin tambang, tapi mereka tidak memiliki izin pinjam pakai hutan,” ungkap Rilke Jeffri Huwae dalam siaran pers, Senin (15/9/2025). Celat hukum inilah yang akhirnya menjerat dua perusahaan besar tersebut. Penertiban ini juga sejalan dengan penegakan hukum yang lebih luas, di mana Satgas PKH juga mengidentifikasi kawasan hutan dengan bukaan tambang tanpa IPPKH seluas 4.265.376,32 hektare, dengan 14 perusahaan di antaranya terindikasi siap untuk dilakukan penguasaan kembali.
Jaksa Agung RI sebagai Wakil Ketua I Pengarah Satgas PKH menekankan bahwa langkah penertiban kawasan hutan dan pertambangan ilegal ini merupakan wujud nyata upaya menghadirkan keadilan sosial. Upaya ini juga bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan memastikan kekayaan alam dapat dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Komitmen ini tidak hanya berhenti pada penertiban lahan, namun juga berlanjut pada proses hukum dan administratif yang lebih mendalam.
Membangun Kembali Kekayaan Negara Lewat Penertiban
Nilai ekonomi dari penertiban lahan yang dilakukan Satgas PKH sangat fantastis. Kementerian Keuangan menaksir nilai indikasi aset dari penguasaan kembali lahan tahap sebelumnya mencapai Rp150 triliun. Angka ini menunjukkan betapa besarnya kerugian negara yang diakibatkan oleh penggunaan lahan ilegal. Selain itu, kontribusi nyata terhadap penerimaan negara juga sudah tercatat melalui berbagai jalur. Setoran escrow account telah mencapai Rp325 miliar, penyetoran pajak hingga 31 Agustus 2025 sebesar Rp184,82 miliar, serta nilai kontrak Rp2,34 triliun dengan laba bersih Rp1,32 triliun. Ada juga tambahan penerimaan negara dari PBB dan Non-PPP sebesar Rp1,21 triliun per 8 September 2025.
Hasil penguasaan kembali lahan ini tidak dibiarkan terbengkalai. Satgas PKH telah menyerahkan 1.507.591,9 hektare lahan kepada PT Agrinas Palma Nusantara (Persero) untuk dikelola secara produktif. Sementara itu, 81.793 hektare diserahkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup sebagai bagian dari kawasan Taman Nasional Tesso Nilo. Langkah ini menunjukkan bahwa penguasaan kembali bukan sekadar penindakan, tetapi juga upaya strategis untuk memulihkan dan mengoptimalkan pemanfaatan lahan untuk kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Ketua Pelaksana Satgas PKH, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah, menambahkan bahwa perubahan PP Nomor 24 Tahun 2021 yang telah ditandatangani oleh Presiden membuka jalan bagi perhitungan dan penagihan denda administratif. Regulasi ini memberi dasar hukum yang kuat untuk menuntut pertanggungjawaban dari para subjek hukum yang terlibat dalam penguasaan kawasan hutan secara ilegal. Dengan demikian, pemerintah tidak hanya mengandalkan penindakan di lapangan, tetapi juga memperkuat regulasi untuk memastikan praktik serupa tidak terulang di masa mendatang, demi memastikan setiap lahan tambang di Indonesia dikelola sesuai aturan. ( * )
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










