Ketapang, EKOIN.CO – Kasus keracunan massal yang menimpa ratusan siswa sekolah dasar di Ketapang, Kalimantan Barat, menyita perhatian publik. Insiden ini terjadi usai program Makan Bergizi Gratis (MBG) menyajikan menu ikan hiu goreng. Hidangan tersebut dianggap tidak lazim sekaligus berisiko tinggi karena secara ilmiah, daging hiu diketahui mengandung kadar merkuri berbahaya.
๐ Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Daging hiu dan bahaya kesehatan
Kepala Regional MBG Kalbar, Agus Kurniawi, mengungkapkan pihaknya tengah menelusuri penyebab pasti keracunan. Namun, dugaan kuat mengarah pada menu ikan hiu goreng yang jarang dikonsumsi sehari-hari. “Kami sedang berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan untuk memastikan kandungan makanan yang menyebabkan kasus ini,” ujarnya.
Secara ilmiah, daging hiu memang dikenal mengandung logam berat, khususnya merkuri. Jika dikonsumsi, terutama oleh anak-anak, zat tersebut bisa mengganggu sistem saraf, pertumbuhan otak, hingga fungsi organ vital lainnya. Hal ini menjadikan konsumsi daging hiu berisiko, meskipun dimasak dengan baik.
Para pakar kesehatan juga mengingatkan bahwa ikan hiu berada di puncak rantai makanan laut. Akumulasi racun dari organisme kecil yang dimakan hiu menyebabkan kadar merkuri dalam tubuhnya lebih tinggi dibandingkan ikan biasa.
Alternatif aman dalam program MBG
Program MBG yang bertujuan meningkatkan gizi siswa dinilai harus lebih selektif dalam memilih menu. Sejumlah ahli menekankan pentingnya menyajikan sumber protein yang lebih aman seperti ikan air tawar, ayam, atau telur. Menu tersebut dianggap lebih sesuai dengan kebutuhan anak-anak sekaligus minim risiko.
Pihak sekolah dan orang tua siswa kini berharap pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap menu MBG. Mereka menekankan bahwa program ini penting untuk keberlanjutan pendidikan, namun harus dibarengi dengan aspek keamanan pangan.
Di beberapa negara, konsumsi daging hiu bahkan dibatasi ketat karena alasan kesehatan dan lingkungan. Selain bahaya merkuri, populasi hiu di alam liar terancam akibat penangkapan berlebihan. Dengan demikian, penyajian daging hiu dinilai tidak hanya berisiko kesehatan, tetapi juga berdampak buruk pada ekosistem laut.
Sementara itu, Dinas Kesehatan Kalimantan Barat memastikan tengah memantau kondisi ratusan siswa yang sempat dirawat. Sebagian besar sudah menunjukkan pemulihan, meski beberapa masih dalam pengawasan medis.
Kesadaran publik mengenai bahaya daging hiu kini semakin meningkat. Insiden di Ketapang menjadi peringatan bahwa pemilihan menu program gizi harus berdasarkan kajian ilmiah, bukan sekadar variasi pangan.
Pakar gizi juga menyarankan agar edukasi tentang keamanan pangan diperkuat, baik kepada penyedia makanan sekolah maupun masyarakat umum. Hal ini diyakini dapat mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.
Program MBG tetap dipandang positif sebagai upaya mendukung pendidikan dan kesehatan anak-anak. Namun, pengawasan dan pengendalian mutu makanan harus diperketat.
Ke depan, langkah preventif seperti uji laboratorium pada bahan makanan sebaiknya menjadi prosedur wajib. Dengan begitu, program dapat berjalan aman tanpa mengorbankan kesehatan siswa.
Kasus di Ketapang menegaskan bahwa ilmu pengetahuan dan kebijakan publik harus berjalan seiring. Keamanan pangan bukan hanya persoalan teknis, melainkan bagian penting dari perlindungan generasi penerus.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










