Bogor,EKOIN.CO- Dampak tambang di wilayah Bogor Barat kembali mencuat setelah Gubernur Jawa Barat mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang penutupan sementara tambang. Kebijakan ini menjadi angin segar bagi warga yang bertahun-tahun menghadapi masalah sosial, lingkungan, hingga korban jiwa akibat aktivitas tambang.
Gabung WA Channel EKOIN di sini
Sejak lama, mobilitas truk tambang di Rumpin, Parungpanjang, Gunungsindur, dan Ciseeng menimbulkan deretan masalah. Mulai dari kerusakan jalan, polusi udara penyebab ISPA, kecelakaan lalu lintas, hingga kemacetan parah yang mengganggu aktivitas masyarakat.
Kehadiran SE Gubernur Jawa Barat Nomor 7920/ES.09/PEREK menjadi titik balik. Dengan penutupan sementara tambang, warga berharap ada perbaikan nyata terhadap tata kelola pertambangan di Bogor Barat.
Dampak Tambang dan Penutupan Sementara
Aktivitas tambang di Bogor Barat sebelumnya kerap menimbulkan praktik pungutan liar, upah rendah, bahkan keterlibatan anak di bawah umur. Situasi ini memperburuk kondisi sosial-ekonomi warga yang tinggal di sekitar lokasi tambang.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan bahwa negara harus hadir untuk melindungi rakyat. “Selama ini negara lalai hadir di tengah rakyat. Maka, pemerintah sekarang berusaha mengembalikan fungsi negara. Penutupan tambang adalah langkah konkret yang kami ambil,” ujarnya saat bertemu keluarga korban di Gedung Pakuan, Bandung, Kamis (2/9/2025).
Dalam pertemuan tersebut, Dedi juga menyerahkan kompensasi kepada keluarga korban yang meninggal maupun yang mengalami cacat akibat kecelakaan truk tambang. Hal ini menjadi simbol kepedulian pemerintah sekaligus bentuk tanggung jawab negara.
Menurut Dedi, jalan umum yang selama ini dilalui truk tambang tidak boleh dijadikan jalur utama pertambangan. Karena itu, perusahaan tambang diwajibkan membangun jalur sendiri jika ingin beroperasi kembali. Namun ia mengakui pembangunan jalur tambang tidak sederhana karena biaya tinggi dan regulasi rumit.
Desakan Konsistensi Pemerintah
Selain langkah administratif, Pemprov Jabar juga menyiapkan langkah hukum melalui Tim Hukum “Jabar Istimewa” untuk menggugat perusahaan yang melanggar aturan. Langkah ini ditujukan untuk memperkuat posisi pemerintah dan memastikan dampak tambang tidak lagi merugikan warga.
Pertemuan dengan keluarga korban turut dihadiri Ketua Aliansi Gerakan Jalur Tambang (AGJT) dan Himpunan Mahasiswa Rumpin (HMR). Mereka menyampaikan dukungan penuh terhadap kebijakan penutupan tambang.
Ketua AGJT menilai bahwa masalah tambang bukan sekadar teknis, melainkan berkaitan erat dengan tata kelola izin usaha pertambangan (IUP). “Hukum di hilir juga bermasalah. Banyak IUP tidak jelas, pengelolaan tambang tidak transparan, dan keterlibatan aparat dalam melindungi perusahaan bukan hal baru. Inilah yang membuat masalah tambang berlarut-larut puluhan tahun,” tegasnya.
Pihak AGJT juga mengingatkan agar konsistensi pemerintah tetap dijaga. “Kami mendukung penutupan tambang, tapi konsistensi pemerintah adalah kunci. Jangan sampai rakyat kembali dikorbankan,” ujar perwakilannya.
Masyarakat kini menunggu realisasi dari kebijakan ini. Harapan besar ditujukan agar penutupan tambang bukan hanya sementara, tetapi juga menjadi momentum perbaikan tata kelola pertambangan di Jawa Barat.
Dengan adanya SE ini, publik berharap dampak tambang yang merugikan masyarakat dapat diminimalisir, sekaligus mendorong hadirnya solusi jangka panjang bagi keselamatan warga dan kelestarian lingkungan.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










