Jakarta, EKOIN.CO – Suasana sepi menyelimuti Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pada Senin (14/7/2025). Ratusan kios tampak tutup, sementara pedagang yang masih bertahan mengeluhkan merosotnya jumlah pembeli. Kondisi ini memaksa mereka bertahan dalam ketidakpastian, meski penghasilan terus menurun drastis.
Marsih, pedagang pakaian yang telah 15 tahun berjualan di pasar tersebut, mengaku hanya bisa pasrah. “Saya bertahan hanya untuk menghidupi keluarga. Kalau pindah, belum tentu lebih baik,” ujarnya kepada CNBC Indonesia. Ia menambahkan, meski berharap pembeli kembali ramai, peluang itu semakin kecil.
Mamat, penjual nasi dengan pengalaman 30 tahun, merasakan penurunan pelanggan paling parah dalam lima tahun terakhir. “Dulu tahun 2000-an masih ramai. Tapi sejak Covid-19, sepi luar biasa. Kalau bisa nangis, kami pasti sudah menangis,” katanya. Meski berat, ia tetap berjualan demi menyekolahkan anak bungsunya.
Di lantai dua pasar, puluhan ruko terlihat kosong. Hanya segelintir pengunjung yang terlihat, kebanyakan berbelanja di toko perhiasan emas. Lisa, salah satu pedagang emas, mengaku beralih ke penjualan online untuk bertahan. “Sekarang serba digital. Kami sering live biar tetap dapat pembeli,” jelasnya.
Sementara Rudi, pedagang sembako, menyoroti dampak kenaikan harga pangan. “Pelanggan mengurangi belanja karena harga naik. Yang rugi ya kami,” keluhnya. Para pedagang juga terbebani biaya sewa ruko sekitar Rp1 juta per bulan, belum termasuk listrik dan air.
Berdasarkan pantauan CNBC Indonesia, suasana pasar jauh berbeda dibanding masa kejayaannya dulu. Meski demikian, para pedagang tetap berjuang demi kelangsungan usaha dan keluarga mereka.










