Jakarta, EKOIN.CO – Pakar Hukum dari Universitas Lampung, Prof Hieronymus Soerjatisnanta, menilai bahwa proses hukum terhadap tersangka kasus impor minyak mentah, Riza Chalid, tidak akan mudah dijalankan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Ia menyebutkan bahwa Kejagung akan menghadapi “tembok tebal dan kuat” dalam upaya memproses hukum Riza Chalid, meskipun institusi tersebut memiliki banyak catatan prestasi.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Dalam pernyataannya pada Rabu (6/8/2025), Prof Tisna mengatakan bahwa keberhasilan Kejagung dalam berbagai kasus hukum sebelumnya tidak secara otomatis menjamin keberhasilan dalam menghadapi Riza Chalid. “Kejagung boleh punya banyak prestasi. Tapi menghadapi Riza Chalid, dia akan berhadapan dengan tembok tebal dan kuat,” ujarnya.
Menurut Prof Tisna, kendala utama dalam kasus ini adalah posisi Riza Chalid yang diduga berada di luar negeri, tepatnya di Jepang. Ia menekankan pentingnya kerja sama internasional dalam menangani buronan yang berada di negara lain, serta memanfaatkan hubungan diplomatik yang telah terjalin antara Indonesia dan Jepang.
Hambatan Ekstradisi dan Pembatasan Gerak
Prof Tisna menjelaskan bahwa meskipun Riza Chalid berada di luar negeri, masih terdapat peluang untuk memulangkannya ke Indonesia. “Tisna masih melihat peluang untuk memulangkan Riza Chalid sebenarnya masih ada. Terlebih jika memang Riza Chalid posisinya ada di Jepang,” katanya.
Ia menambahkan bahwa hubungan antara Indonesia dan Jepang selama ini cukup baik, sehingga memungkinkan terjadinya proses ekstradisi jika terdapat kesepakatan atau kerja sama hukum antara kedua negara. Selain itu, keberadaan perwakilan Indonesia di Jepang dapat menjadi jembatan dalam memfasilitasi proses hukum terhadap Riza Chalid.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung itu juga mengingatkan bahwa Kejagung sudah melakukan langkah penting dengan mencabut paspor Riza Chalid. Tindakan tersebut secara hukum membatasi ruang gerak Riza Chalid di luar negeri, khususnya dalam melakukan perjalanan lintas negara.
“Dengan dicabutnya paspor, ruang gerak Riza Chalid juga menjadi terbatas,” ujar Prof Tisna. Menurutnya, langkah ini dapat dimanfaatkan oleh Kejagung untuk menekan dan mempersempit pergerakan Riza Chalid agar proses hukum bisa segera dilakukan.
Strategi Hukum dan Tantangan Internasional
Lebih lanjut, Prof Tisna menyampaikan bahwa kasus seperti ini tidak hanya membutuhkan kekuatan hukum domestik, tetapi juga diplomasi tingkat tinggi. Kejagung diharapkan mampu membangun komunikasi intensif dengan pemerintah Jepang untuk mendukung langkah hukum tersebut.
Ia juga menyoroti pentingnya konsistensi Kejagung dalam mengawal kasus ini agar tidak terjadi kebuntuan hukum. Menurutnya, jika Kejagung bisa menunjukkan komitmen dan kerja sama yang baik dengan mitra luar negeri, maka peluang menangani kasus ini secara tuntas masih terbuka.
Meski begitu, Prof Tisna tidak menampik adanya tantangan besar, terutama terkait kemungkinan adanya pengaruh kekuatan ekonomi dan politik dalam kasus ini. Ia menyebutkan bahwa Riza Chalid dikenal memiliki jejaring yang kuat, baik di dalam maupun luar negeri.
Situasi ini, menurut Prof Tisna, menjadi bagian dari “tembok tebal dan kuat” yang dimaksudnya. Ia menyarankan agar Kejagung tidak lengah dan terus menjaga independensinya dalam menangani kasus ini hingga tuntas di pengadilan.
Kejaksaan Agung belum memberikan pernyataan resmi terbaru terkait keberadaan Riza Chalid dan langkah lanjutan yang akan diambil. Namun, publik menantikan perkembangan lebih lanjut, terutama upaya konkret yang bisa menunjukkan komitmen penegakan hukum tanpa pandang bulu.
Secara terpisah, beberapa pengamat hukum menilai bahwa kasus ini dapat menjadi ujian bagi Kejagung dalam membuktikan kemampuannya menegakkan hukum terhadap pelaku kejahatan kelas atas. Langkah-langkah strategis seperti pelibatan Interpol dan nota diplomatik disebut perlu segera dilakukan.
Sementara itu, masyarakat berharap proses hukum terhadap Riza Chalid dapat segera dijalankan di Indonesia agar ada kepastian hukum dan keadilan. Apalagi kasus impor minyak mentah ini berdampak signifikan terhadap sektor energi nasional.
Riza Chalid sebelumnya disebut-sebut memiliki peran penting dalam berbagai transaksi impor minyak mentah, namun kemudian menjadi buronan setelah proses hukum mulai dijalankan. Kasus ini sempat menyita perhatian luas karena menyangkut kepentingan negara.
kasus hukum Riza Chalid membutuhkan kerja keras Kejagung dan dukungan lintas lembaga serta hubungan internasional. Pembatasan gerak Riza Chalid melalui pencabutan paspor menjadi salah satu langkah awal yang strategis.
Diperlukan transparansi dan koordinasi lintas sektor agar publik dapat terus mengawasi perkembangan penanganan kasus ini. Kejagung dituntut untuk menjaga integritas dan profesionalisme dalam setiap tahap proses hukum yang dilakukan.
Jika proses ini tidak ditangani dengan serius, akan muncul keraguan terhadap komitmen penegakan hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, Kejagung harus mampu menghadapi segala tantangan hukum, diplomasi, dan politik dengan tegas.
Adapun keberadaan Riza Chalid di luar negeri bukan alasan untuk menghentikan upaya hukum. Sebaliknya, ini menjadi ujian penting dalam penegakan hukum lintas negara.
Diharapkan, pemerintah Indonesia mampu menjalin kerja sama hukum yang lebih kuat dengan Jepang agar proses hukum terhadap Riza Chalid dapat segera terealisasi di tanah air. (*)










