PATI, EKOIN.CO – Pernyataan Bupati Pati, Sudewo, yang menantang masyarakat untuk melakukan unjuk rasa, kini berujung pada gelombang perlawanan yang nyata. Masyarakat Pati Bersatu merespons dengan membentuk posko donasi di depan Kantor Bupati sebagai persiapan aksi demo besar pada 13 Agustus 2025.
Ketegangan Meningkat di Depan Kantor Bupati
Tantangan Sudewo agar warga mengerahkan hingga 50 ribu massa dijawab dengan langkah konkret oleh masyarakat. Koordinator aksi, Ahmad Husein, mengonfirmasi bahwa posko donasi menjadi simbol kesiapan warga menghadapi kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen.
“Makanya saya berani bikin posko donasi di sini, biar dia melihat bahwa masyarakat benar-benar mendukung! Sumbangan segini banyaknya ini dari masyarakat semua,” kata Ahmad Husein saat berada di lokasi.
Ratusan dus air mineral dan perlengkapan aksi mulai terkumpul di posko yang berdiri sejak awal Agustus. Kehadiran posko ini kemudian menimbulkan reaksi dari pemerintah daerah.
Plt Sekretaris Daerah Pati, Riyoso, menginstruksikan Satpol PP untuk mengamankan logistik dari posko tersebut. Riyoso berdalih bahwa tindakan ini dilakukan demi kelancaran acara Kirab Boyongan yang akan digelar pada 6–7 Agustus.
“Ini, kan, sudah tanggal 5. Tanggal 6–7 Agustus ada acara Kirab Boyongan. Maka tadi kami amankan dan tertibkan dulu. Bukan melarang demo, tapi demi keteraturan tempat dan waktu,” kata Riyoso, menjelaskan maksud penertiban tersebut.
Namun aksi Satpol PP memicu ketegangan. Adu mulut dan dorong-dorongan terjadi ketika massa menolak logistik mereka diangkut truk.
Supriyono, tokoh masyarakat dalam aksi tersebut, melampiaskan kemarahan dengan naik ke truk Satpol PP. Ia menuding Pemkab inkonsisten dalam menegakkan Perda dan menyudutkan rakyat kecil.
“Karaoke ilegal melanggar Perda kamu biarkan! Malah wong cilik kamu injak-injak! Pengecut kamu Riyoso!” teriak Supriyono di tengah kerumunan warga.
Warga Ajukan Perlawanan Hukum
Tidak berhenti di lapangan, masyarakat membawa persoalan ini ke ranah hukum. Kuasa hukum mereka, Esera Gulo, menyebut penyitaan logistik oleh Satpol PP sebagai tindakan tidak sah.
“Jelas kalau kami laporkan, ini tindak pidana pencurian. Mereka tidak punya surat tugas, surat penyitaan, akhirnya Satpol PP bersedia mengembalikan barang ke tempat semula,” ujar Esera.
Langkah ini membuktikan bahwa perlawanan warga tidak hanya terjadi di jalanan. Upaya hukum menjadi bentuk lain dari penolakan terhadap kebijakan yang dinilai memberatkan rakyat.
Sementara itu, posko donasi masih aktif dan terus menerima dukungan dari warga yang tidak puas atas kenaikan PBB.
Persiapan unjuk rasa akbar terus dilakukan dengan penjagaan sukarela oleh masyarakat.
Warga menyatakan akan tetap melanjutkan perjuangan sampai tuntutan mereka dipenuhi.










