JAKARTA, EKOIN.CO – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid akhirnya menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada masyarakat atas pernyataannya yang memicu kegaduhan publik. Langkah ini diambil setelah kritik keras datang dari berbagai pihak, termasuk Politikus PDIP Ferdinand Hutahaean.
(Baca Juga : Reaksi Publik atas Permintaan Maaf Menteri)
Pernyataan kontroversial Nusron sebelumnya menyebut semua tanah di Indonesia sejatinya milik negara, sehingga rakyat hanya memakainya sementara. Ucapan tersebut menuai sorotan tajam, terutama dari kalangan politisi dan aktivis.
Ferdinand Sebut Permintaan Maaf Tidak Cukup
Menanggapi permintaan maaf tersebut, Ferdinand Hutahaean menyatakan bahwa Nusron telah menyadari kesalahannya, namun hal itu tidak cukup untuk meredakan kegaduhan.
(Baca Juga : Tanggapan Politikus Soal Pernyataan Menteri)
“Memang yang disampaikan Nusron itu benar-benar salah. Sebagai seorang Menteri kan harusnya dia paham gitu loh,” kata Ferdinand kepada fajar.co.id, Selasa (12/8/2025).
Ferdinand juga menyoroti latar belakang Nusron sebagai tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang mestinya memiliki sensitivitas tinggi dalam berucap. Ia menyesalkan pernyataan tersebut mencerminkan ketidakpahaman terhadap fungsi jabatan yang diemban.
Desakan untuk Mundur
Sebagai pejabat publik, kata Ferdinand, Nusron memiliki kewajiban melayani rakyat dalam pengelolaan tanah, bukan menempatkan negara seolah-olah satu-satunya pemilik. Ia menilai pernyataan Nusron menunjukkan sikap arogan.
“Itu kan namanya bajingan, kalau sekarang sudah minta maaf, seharusnya disertai dengan pengunduran diri lah,” tegas Ferdinand.
(Baca Juga : Desakan Pengunduran Diri Pejabat)
Menurutnya, seorang negarawan sejati akan mengambil langkah terhormat dengan mundur dari jabatan setelah membuat kegaduhan besar di masyarakat.
“Masa hanya minta maaf begitu, sudah menimbulkan kegaduhan di tengah publik kita. Pejabat kok tidak punya rasa malu seperti itu,” tambah Ferdinand.
Latar Belakang Polemik
Kontroversi bermula dari ucapan Nusron yang dianggap kasar dan menantang rakyat. Ia menyebut tidak ada yang benar-benar memiliki tanah di Indonesia selain negara. Sertifikat tanah, menurutnya, hanyalah hak menguasai, bukan hak milik mutlak.
Ucapan ini memicu protes dari para pemilik tanah yang merasa haknya terancam. Nusron mengakui setiap hari menerima keluhan terkait pengambilalihan lahan oleh negara.
Meski telah meminta maaf, publik menilai permintaan maaf Nusron belum menyentuh akar masalah, karena pernyataan tersebut menyangkut rasa aman warga terhadap kepemilikan tanah mereka.
Permintaan Maaf Terbuka
Dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (12/8/2025), Nusron menyatakan:
“Saya atas nama Menteri ATR BPN Nusron Wahid menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia.”
Ia juga menambahkan, “Kepada publik, kepada netizen atas pernyataan saya beberapa waktu yang lalu yang viral dan menimbulkan polemik di masyarakat dan memicu kesalahpahaman.”
Nusron menegaskan tidak bermaksud merendahkan rakyat, melainkan ingin menyampaikan pemahaman hukum agraria yang berlaku. Namun, ia mengakui pilihan kata yang digunakan tidak tepat.
Gelombang Kritik
Polemik ini menambah daftar panjang menteri di kabinet Prabowo Subianto yang menuai kritik akibat pernyataan publik. Pengamat menilai, komunikasi pejabat publik harus berhati-hati, terutama terkait isu sensitif seperti kepemilikan tanah.
(Baca Juga : Kontroversi Pejabat Publik)
Sejumlah tokoh masyarakat bahkan mendesak Presiden untuk mengevaluasi kinerja para menteri yang sering menimbulkan kegaduhan.
Ferdinand menjadi salah satu suara paling lantang yang menyebut bahwa permintaan maaf Nusron tidak akan memulihkan kepercayaan publik tanpa tindakan nyata.
Dampak di Lapangan
Di beberapa daerah, pernyataan Nusron telah memicu keresahan warga. Banyak yang khawatir tanah yang mereka tempati bisa diambil sewaktu-waktu oleh negara.
Aktivis agraria menilai polemik ini bisa dimanfaatkan untuk memperkuat advokasi hak kepemilikan warga atas tanah. Mereka mendorong pemerintah mengeluarkan pernyataan resmi yang menegaskan posisi hukum rakyat.
Penilaian Akademisi
Pakar hukum agraria dari Universitas Indonesia menyebut bahwa secara hukum, memang benar tanah dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun, dalam praktiknya, kepemilikan sertifikat memberikan jaminan hak yang kuat bagi warga.
Menurutnya, penyampaian konsep hukum kepada publik harus memperhatikan bahasa yang mudah dipahami dan tidak menimbulkan kesan merampas hak rakyat.
Arah Kebijakan Ke Depan
Beberapa pengamat menyarankan agar pemerintah melakukan sosialisasi masif tentang Undang-Undang Pokok Agraria untuk menghindari kesalahpahaman. Sosialisasi ini diharapkan menjadi langkah lanjutan setelah permintaan maaf Nusron.
Kementerian ATR/BPN juga diharapkan membuka forum dialog dengan masyarakat untuk membahas isu sensitif terkait kepemilikan tanah.
Polemik yang dipicu oleh pernyataan Nusron Wahid menunjukkan pentingnya komunikasi publik yang sensitif dan tepat. Permintaan maaf yang ia sampaikan menjadi langkah awal meredakan situasi, namun desakan pengunduran diri dari sejumlah pihak tetap bergulir.
Kejadian ini mengajarkan bahwa posisi strategis seperti Menteri ATR/BPN memerlukan kehati-hatian ekstra dalam berbicara, apalagi soal tanah yang menyentuh langsung kehidupan rakyat.
Kritik dari tokoh politik dan masyarakat memperlihatkan bahwa kepercayaan publik dapat goyah hanya karena satu pernyataan yang dinilai keliru.
Sosialisasi aturan agraria yang masif dinilai menjadi solusi agar masyarakat memahami posisi hukum mereka secara benar.
Langkah-langkah lanjutan akan menjadi penentu apakah permintaan maaf Nusron dapat memulihkan kepercayaan publik atau tidak. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










