Jakarta, – EKOIN – CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap praktik pemerasan dalam pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan. Dari tarif resmi Rp275.000, buruh dipaksa membayar hingga Rp6.000.000 dengan modus memperlambat, mempersulit, bahkan menolak permohonan jika tidak ada setoran tambahan.
“Ini sangat merugikan pekerja. Seharusnya pemegang amanah memudahkan, bukan malah menyulitkan,” tegas Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (22/8/2025).
Setyo menjelaskan, sertifikat K3 wajib dimiliki oleh setiap buruh untuk mendukung keamanan, kesehatan, dan kenyamanan kerja. Program ini diharapkan bisa meningkatkan produktivitas. Namun, praktik pemerasan justru membebani pekerja.
“Enam juta itu uang yang besar, bahkan berkali lipat dari pendapatan buruh sendiri,” katanya.
Aliran Dana dan Barang Bukti
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa hasil pemerasan digunakan untuk membeli berbagai aset, baik bergerak maupun tidak bergerak.
“Kami sudah membawa barang-barang bukti. Adapun untuk barang tidak bergerak, semua sudah kami kumpulkan,” jelas Asep.
Ia menambahkan, praktik ini terungkap melalui serangkaian wawancara dan pemeriksaan intensif yang dilakukan oleh penyidik KPK.
Tersangka Dijerat Pasal Pemerasan
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, sebagai tersangka utama. Ia diduga mempersulit dan memperlambat proses sertifikasi K3 bagi para pekerja.
“Dia mempersulit dan memperlambat pekerja, jadi dikenakan pasal pemerasan, bukan suap,” tegas Asep.
KPK memastikan kasus ini akan ditindaklanjuti hingga tuntas demi memberikan efek jera kepada pelaku, sekaligus mengembalikan proses sertifikasi K3 agar berjalan sesuai aturan resmi dan terjangkau.
Imbauan kepada Masyarakat
Dalam kesempatan yang sama, Asep juga mengimbau masyarakat untuk berani melaporkan dugaan tindak korupsi. Ia menegaskan, kasus pemerasan sertifikasi K3 ini bermula dari laporan warga.
“Kalau ada temuan segera laporkan. Pelapor tidak akan dipersulit dan tidak akan diberatkan. Justru partisipasi masyarakat sangat penting untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi,” pungkasnya.










