Bengkulu,EKOIN.CO- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu resmi menetapkan Nazirin, Inspektur Tambang Kementerian ESDM wilayah Bengkulu, sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pertambangan. Penetapan dilakukan Selasa (26/8/2025), menjadikan Nazirin sebagai tersangka ke-12 dalam perkara yang diperkirakan merugikan negara hingga Rp 500 miliar.
Ikuti berita terbaru EKOIN.CO lewat WA Channel.
Menurut Pelaksana Harian Kasi Penkum Kejati Bengkulu, Denny Agustian, penetapan tersangka didasarkan pada hasil pemeriksaan yang mengungkap adanya gratifikasi yang diterima Nazirin. “Dari rangkaian pemeriksaan, Nazirin melanggar gratifikasi yang melanggar pasal 5, pasal 11 dan pasal 12 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,” ujar Denny saat dikonfirmasi melalui telepon.
Gratifikasi Korupsi Pertambangan Rp 1 Miliar
Kasi Penyidikan Kejati Bengkulu, Danang Prasetyo, mengungkapkan bahwa Nazirin menerima uang total Rp 1 miliar dari tersangka Bebby Hussy, Komisaris PT Tunas Bara Jaya. Uang tersebut diberikan agar syarat pertambangan milik PT Ratu Samban Mining (RSM) dapat dipenuhi. “Kita sudah tetapkan tersangka tiga orang untuk suap atau gratifikasi. Peran tersangka Nadzirin seharusnya melakukan pengawasan namun tidak dilakukan,” jelas Danang.
Dalam pengembangan kasus, kejaksaan juga mengamankan sebuah mobil Toyota Fortuner hitam milik Bebby Hussy. Mobil tersebut ditemukan di kediaman Awang, kerabat Bebby yang juga terjerat kasus perintangan penyidikan.
Kasus gratifikasi ini menambah daftar panjang pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam jaringan korupsi pertambangan di Bengkulu. Sebelumnya, Kejati Bengkulu telah menetapkan 11 tersangka lain yang berasal dari berbagai perusahaan tambang dan pejabat terkait.
Daftar 12 Tersangka Korupsi Pertambangan
Adapun daftar lengkap tersangka hingga kini terdiri dari:
- Kepala Cabang PT Sucofindo Bengkulu, Imam Sumantri.
- Direktur PT Ratu Samban Mining, Edhie Santosa.
- Komisaris PT Tunas Bara Jaya, Bebby Hussy.
- General Manager PT Inti Bara Perdana, Saskya Hussy.
- Direktur Utama PT Tunas Bara Jaya, Julius Soh.
- Agusman, Marketing PT Inti Bara Perdana.
- Sutarman, Direktur PT Inti Bara Perdana.
- Komisaris PT Ratu Samban Mining, David Alexander.
- Kepala Inspektur Tambang ESDM periode April 2022–Juli 2024, Sunindyo Suryo Herdadi.
- Awang, adik kandung Bebby Hussy.
- Andy Putra, kerabat jauh Bebby Hussy.
- Inspektur Tambang Kementerian ESDM wilayah Bengkulu, Nazirin.
Penyidikan kasus ini bermula dari dugaan pelanggaran yang dilakukan PT Ratu Samban Mining (RSM) dan PT Tunas Bara Jaya (TBJ), perusahaan yang dikendalikan Bebby Hussy. Dugaan awal meliputi aktivitas pertambangan di luar izin usaha produksi, masuk ke kawasan hutan tanpa izin, serta tidak melakukan reklamasi pasca-tambang.
Kejati Bengkulu juga mendapati indikasi penjualan batu bara fiktif dengan manipulasi kualitas. Penggeledahan dilakukan di kantor Sucofindo serta Pelindo Regional II Bengkulu, guna melengkapi bukti atas praktik korupsi pertambangan yang sistematis.
Selain itu, kejaksaan menyita berbagai aset bernilai tinggi dari para tersangka, termasuk rumah mewah, perhiasan, harta bergerak, hingga kendaraan pribadi. Upaya ini dilakukan untuk memulihkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 500 miliar.
Kerugian negara tersebut tidak hanya berasal dari praktik manipulasi penjualan batu bara, tetapi juga akibat kerusakan lingkungan dari kegiatan tambang ilegal. Fakta ini memperkuat tuduhan bahwa korupsi pertambangan telah berdampak besar pada sektor ekonomi maupun lingkungan di Bengkulu.
Kejati Bengkulu memastikan penyidikan akan terus diperluas, mengingat masih terbuka peluang adanya tersangka baru. Penelusuran terhadap aliran dana gratifikasi juga akan dilakukan guna mengungkap pihak-pihak lain yang diduga terlibat.
Hingga berita ini diturunkan, Nazirin belum memberikan keterangan resmi terkait status hukumnya. Sementara itu, Kejati Bengkulu berkomitmen membawa seluruh pelaku korupsi pertambangan ke meja hijau untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.Kasus korupsi pertambangan di Bengkulu semakin memperlihatkan rumitnya praktik kecurangan di sektor energi dan sumber daya mineral. Penetapan Nazirin sebagai tersangka ke-12 menegaskan bahwa kejahatan ini tidak hanya melibatkan pengusaha, tetapi juga pejabat negara.
Besarnya kerugian negara hingga Rp 500 miliar menambah urgensi penegakan hukum yang lebih tegas. Aparat diharapkan mampu menutup celah hukum yang selama ini dimanfaatkan pelaku untuk meraup keuntungan ilegal.
Kasus ini juga menunjukkan bagaimana gratifikasi menjadi pintu masuk praktik korupsi yang sistematis. Transparansi dalam pengawasan pertambangan mutlak diperlukan.
Masyarakat pun menaruh harapan agar kasus ini tidak berhenti pada penetapan tersangka, melainkan berujung pada vonis yang memberi efek jera.
Langkah penyitaan aset para tersangka merupakan upaya penting, namun pembenahan tata kelola pertambangan harus tetap menjadi prioritas ke depan. ( * )
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










