Jakarta EKOIN.CO – Kementerian Kehutanan (Kemenhut) memperketat pengawasan terhadap 12 perusahaan yang diduga terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Penindakan tegas akan dilakukan apabila terbukti terjadi kelalaian dalam pencegahan kebakaran. Pengawasan ini menegaskan komitmen pemerintah dalam menekan risiko karhutla yang berulang setiap tahun.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho, menyatakan bahwa pemantauan dilakukan melalui sistem deteksi dini berbasis teknologi. “Melalui Sipongi, kita bisa mendeteksi dini adanya titik panas sehingga langkah cepat dapat diambil,” ujarnya.
Menurut Dwi, Sipongi dapat diakses publik sehingga informasi titik panas lebih transparan. Hal ini diharapkan meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam melaporkan potensi kebakaran sejak dini.
Pemantauan Ketat Karhutla
Selain Sipongi, Kemenhut juga bekerja sama dengan lembaga terkait untuk menindaklanjuti data hotspot yang terdeteksi satelit. Dengan demikian, akurasi dalam menentukan penyebab kebakaran dapat lebih terjamin.
Dwi menegaskan bahwa korporasi yang terbukti abai akan diberi sanksi administratif hingga pencabutan izin. “Perusahaan wajib bertanggung jawab terhadap lahan konsesinya. Tidak ada toleransi bagi yang lalai,” katanya.
Langkah pengawasan ini bukan hanya untuk pencegahan, tetapi juga untuk memastikan akuntabilitas pengelolaan lahan. Pemerintah menekankan agar korporasi tidak hanya mengejar keuntungan tanpa memperhatikan dampak lingkungan.
Sanksi Tegas untuk Korporasi
Kemenhut mencatat, sebagian besar titik panas berada di wilayah konsesi perkebunan. Oleh karena itu, perusahaan yang beroperasi di wilayah rawan diminta memperkuat sarana pencegahan seperti embung, menara pemantau, hingga patroli rutin.
Dalam beberapa tahun terakhir, penegakan hukum atas kasus karhutla menunjukkan peningkatan. Sejumlah perusahaan pernah dikenakan denda triliunan rupiah akibat kelalaian.
Masyarakat sipil juga dilibatkan dalam upaya pengawasan dengan membentuk posko bersama di daerah rawan kebakaran. Mekanisme ini dinilai efektif karena masyarakat berada di garis depan lokasi.
Pemerintah menekankan bahwa keberhasilan pengendalian karhutla bukan hanya tanggung jawab Kemenhut, melainkan seluruh pemangku kepentingan. Sinergi antara pemerintah, korporasi, dan masyarakat diharapkan mampu menekan laju kebakaran setiap musim kemarau.
Seiring meningkatnya intensitas El Nino, risiko kebakaran hutan diperkirakan lebih besar. Oleh sebab itu, pengawasan berbasis teknologi dan kerja lapangan terus digencarkan.
Dwi menutup dengan pesan bahwa karhutla harus dilihat sebagai bencana ekologis yang mengancam kesehatan, ekonomi, dan lingkungan. “Jika kita lengah, maka dampaknya sangat luas, baik untuk manusia maupun ekosistem,” ujarnya.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










