Jakarta EKOIN.CO – Presiden Prabowo Subianto kembali melakukan reshuffle kabinet jilid ketiga yang menuai sorotan publik. Pergantian sejumlah menteri, wakil menteri, hingga kepala badan pemerintahan ini dinilai memperlihatkan semakin kuatnya peran politik Gerindra di lingkaran Istana. Pandangan ini disampaikan Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti.
Gabung WA Channel EKOIN untuk update berita terbaru
Reshuffle yang diumumkan pada Rabu (17/9/2025) menghadirkan wajah-wajah baru di Kabinet Merah Putih. Di antaranya Djamari Chaniago dilantik sebagai Menko Polkam menggantikan posisi kosong, sementara Erick Thohir ditunjuk sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga.
Selain itu, Prabowo juga mengangkat tiga wakil menteri baru, yaitu Afriansyah Noor sebagai Wamenaker, Rohmat Marzuki menjadi Wamenhut, dan Farida Farichah sebagai Wamenkop. Sejumlah posisi strategis lain juga ditempati tokoh baru, termasuk Mohammad Qodari sebagai Kepala Staf Kepresidenan serta Angga Raka Prabowo, politisi Gerindra, sebagai Kepala Badan Komunikasi Pemerintahan.
Gerindra dan Reshuffle Kabinet
Menurut Ray Rangkuti, reshuffle kabinet kali ini tidak semata-mata bertujuan untuk meningkatkan kinerja pemerintahan, melainkan lebih kepada strategi penguatan politik Gerindra.
“Saya tidak melihat reshuffle ini dalam konteks untuk meningkatkan kinerja, tapi lebih pada upaya memperkuat posisi politik Gerindra di Istana,” ujar Ray Rangkuti dalam kanal YouTube Tribunnews.com.
Ray menilai sejumlah posisi penting kini diisi oleh tokoh yang berhubungan erat dengan Gerindra. Hal ini dianggap sebagai langkah konsolidasi Prabowo untuk mempertegas arah politiknya, sekaligus mengurangi pengaruh Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.
Dejokowisasi dan Gerindranisasi
Lebih lanjut, Ray menyebut proses ini sebagai upaya ‘Dejokowisasi’ dan ‘Gerindranisasi’. Ia mencontohkan, Djamari Chaniago di posisi Menko Polkam dan Rohmat Marzuki sebagai Wamenhut, keduanya dinilai dekat dengan Gerindra.
“Pak Menko Polkam bersentuhan dengan Gerindra, Kepala Juru Bicara Istana orang Gerindra, begitu juga Wamen Kehutanan,” jelas Ray.
Menurutnya, semakin banyak tokoh Gerindra yang masuk kabinet, semakin jelas pula arah politik pemerintahan Prabowo. Hingga kini tercatat ada 12 kader dan politisi Gerindra menduduki kursi menteri maupun wakil menteri.
Ray juga menyebut langkah ini memperlihatkan semakin berkurangnya pengaruh politik Jokowi di Istana. Sejumlah nama yang selama ini dekat dengan Jokowi, seperti Sri Mulyani dan Budi Arie Setiadi, sudah digantikan.
Ray menambahkan, bila tokoh lain seperti Raja Juli Antoni atau bahkan Kapolri Listyo Sigit Prabowo diganti, maka dapat dipastikan hubungan politik antara Prabowo dan Jokowi benar-benar berakhir.
Politik Balas Budi Tetap Ada
Meski begitu, Ray tidak menampik bahwa unsur balas budi tetap mewarnai reshuffle. Hanya saja, ia menegaskan bobot utama pergantian kabinet ini lebih kepada penguatan politik Gerindra.
“Apakah ini bagian dari balas budi? Ya ada, tapi bobot terbesarnya itu penguatan politik Gerindra dan meminggirkan politik Pak Jokowi di lingkar Istana,” terang Ray.
Dalam catatan pasca-reshuffle jilid ketiga ini, kursi kabinet Gerindra semakin dominan. Posisi strategis mulai dari Mensesneg, Menlu, hingga Kepala Badan Komunikasi Pemerintah kini diisi oleh kader maupun politisi dekat Gerindra.
Situasi ini memperlihatkan arah politik pemerintahan Prabowo yang makin terpusat pada partai yang ia pimpin. Dengan komposisi yang ada, Gerindra tercatat sebagai partai dengan representasi terbanyak di Kabinet Merah Putih.
Keputusan ini sekaligus menguatkan persepsi bahwa strategi politik Gerindra di Istana tidak hanya sebatas mengisi jabatan, tetapi juga membangun dominasi jangka panjang.
Langkah Prabowo juga dinilai sebagai konsolidasi untuk menjaga stabilitas politik menjelang tahun-tahun krusial pemerintahan, sekaligus memastikan loyalitas pejabat di lingkaran terdekat.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
.










