Jakarta,ekoin.co –Meski Sekretaris Kabinet (Seskab) Letkol Teddy Indra Wijaya mengecam masih adanya pihak yang mempersoalkan penetapan status bencana nasional di Sumatera, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Rakyat tetap mendesak pemerintah segera menetapkan bencana di wilayah tersebut sebagai Bencana Nasional.
Desakan itu disampaikan Juru Bicara Gerakan Rakyat, Robby Kusumalaga, dalam konferensi pers di Kantor Sekretariat DPP Gerakan Rakyat, Cilandak, Jakarta Selatan, Jumat (19/12/2025).
“Korban bukan sekadar statistik. Ini adalah nyawa warga negara yang dijamin oleh konstitusi,” ujar Robby.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga 18 Desember 2025, jumlah korban meninggal dunia tercatat mencapai 1.068 jiwa, masing-masing 456 orang di Aceh, 366 orang di Sumatera Utara, dan 246 orang di Sumatera Barat. Selain itu, 190 orang dilaporkan hilang, sementara 537.185 jiwa masih berada di pengungsian.
Robby menilai pemerintah daerah telah kewalahan menangani dampak bencana akibat lumpuhnya infrastruktur vital, seperti jalan lintas provinsi, jembatan, dan rumah sakit daerah. Kondisi tersebut menyebabkan distribusi logistik terhambat dan sejumlah desa terisolasi selama berminggu-minggu.
Ia menyebut situasi ini telah memenuhi indikator penetapan Bencana Nasional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, mulai dari besarnya jumlah korban jiwa, luas wilayah terdampak, kerusakan infrastruktur kritis, hingga dampak sosial dan ekonomi yang meluas.
Selain faktor alam berupa Siklon Senyar, Gerakan Rakyat juga menilai kerusakan lingkungan akibat deforestasi dan alih fungsi lahan turut memperparah dampak bencana.
“Status Bencana Nasional bukan kemurahan hati, melainkan kewajiban konstitusional. Menolak status ini berarti mengingkari realitas kemanusiaan di lapangan,” tegas Robby.
Gerakan Rakyat menyampaikan empat tuntutan kepada Presiden, yakni menetapkan status Bencana Nasional, membuka akses bantuan internasional, memberlakukan moratorium izin tambang dan perkebunan sawit disertai audit lingkungan, serta memobilisasi penuh TNI, Polri, Basarnas, dan BNPB untuk membuka akses ke wilayah-wilayah terisolasi.
Di sisi lain, Gerakan Rakyat mengklaim telah menurunkan relawan serta menyalurkan bantuan logistik dan medis ke sejumlah wilayah terdampak, termasuk Aceh Tamiang yang harus dijangkau melalui jalur laut akibat terputusnya akses darat.
“Gerakan Rakyat akan terus bersuara hingga negara benar-benar hadir,” kata Robby.
Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Letkol Teddy Indra Wijaya menegaskan pemerintah pusat sejak awal telah menangani bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dengan skala nasional, meskipun tanpa menetapkan status darurat bencana nasional.
Pernyataan itu disampaikan Teddy dalam konferensi pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (19/12/2025), menanggapi desakan sejumlah pihak agar bencana di Sumatera ditetapkan sebagai bencana nasional.
“Masih ada pihak-pihak yang terus membahas status bencana nasional. Padahal sejak hari pertama, pemerintah pusat sudah turun langsung melakukan penanganan berskala nasional,” ujar Teddy.
Ia menyebut pemerintah telah memobilisasi lebih dari 50.000 personel gabungan TNI, Polri, Basarnas, dan relawan ke wilayah terdampak. Bahkan, pada pekan pertama bencana, sekitar 26.000 personel telah diterjunkan.
“Sekarang sudah lebih dari 50.000 personel berada di lapangan. Ini bukan penanganan kecil,” tegasnya.
Teddy juga menepis anggapan bahwa tanpa penetapan status bencana nasional, bantuan pemerintah pusat tidak dapat disalurkan. Ia menegaskan Presiden RI Prabowo Subianto sejak awal telah memerintahkan penggunaan dana pusat untuk seluruh proses tanggap darurat hingga pemulihan.
“Presiden sudah menegaskan semuanya menggunakan dana pusat. Tidak benar jika disebut tanpa status bencana nasional lalu tidak dibantu,” katanya.
Menurut Teddy, pemerintah telah mengucurkan anggaran negara hingga Rp60 triliun secara bertahap untuk penanganan bencana di Sumatera. Dana tersebut digunakan untuk pembangunan hunian sementara dan hunian tetap, perbaikan infrastruktur, fasilitas publik, hingga gedung pemerintahan yang rusak.
“Sekitar Rp60 triliun telah dikeluarkan untuk membangun kembali rumah warga, fasilitas umum, kantor pemerintahan, hingga gedung DPRD,” jelasnya.
Selain itu, pemerintah pusat juga menyalurkan bantuan langsung kepada kepala daerah. Sebanyak 52 bupati dan wali kota menerima dana tunai untuk penanganan awal bencana di wilayah masing-masing.
Teddy juga membantah anggapan bahwa sarana dan prasarana tidak akan dibantu tanpa status bencana nasional. Ia menyebut ribuan alat berat serta ratusan sarana transportasi telah dikerahkan ke wilayah terdampak.
“Lebih dari 100 kapal, pesawat, dan helikopter telah dikerahkan. Alat berat dari Kementerian PUPR sekitar seribu unit, didatangkan dari berbagai daerah,” ungkapnya.
Meski demikian, Teddy mengakui proses pemulihan membutuhkan waktu karena banyak jembatan dan ruas jalan yang putus akibat bencana. Namun, ia menegaskan perbaikan terus dilakukan secara bertahap.
Di akhir pernyataannya, Teddy mengajak seluruh elemen masyarakat untuk saling mendukung dan tidak saling menyalahkan dalam proses pemulihan Sumatera.
“Apakah semuanya sudah sempurna? Tentu belum. Karena itu mari bahu-membahu, saling mendukung. Jika niat membantu, lakukan dengan ikhlas dan tulus,” pungkasnya.










