Jakarta EKOIN.CO – Bank Indonesia (BI) mengimbau seluruh pihak meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko global yang terus meningkat, khususnya yang berasal dari Amerika Serikat. Seruan ini disampaikan Gubernur BI Perry Warjiyo dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI pada Kamis, 3 Juli 2025, di Jakarta.
Perry mengungkapkan bahwa defisit fiskal Amerika Serikat kini mencapai 6,4%, sehingga suku bunga obligasi di negara tersebut berpotensi tetap tinggi. Menurutnya, situasi ini akan berdampak langsung terhadap stabilitas keuangan nasional serta pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Secara keseluruhan memerlukan kewaspadaan,” ujar Perry kepada anggota dewan dalam rapat tersebut.
Ia menegaskan bahwa Bank Indonesia telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk memastikan stabilitas nilai tukar rupiah dan Surat Berharga Negara (SBN) tetap terjaga dalam menghadapi tekanan global.
Ketidakpastian Global Kian Tajam
Perry menjelaskan bahwa penguatan dolar AS tidak lagi sekuat sebelumnya. Kondisi ini mendorong investor global mengalihkan modal mereka ke instrumen yang lebih aman seperti emas. Sementara itu, sebagian aliran modal juga bergerak menuju negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Ia menyoroti bahwa volatilitas arus modal masuk dan keluar sangat sensitif terhadap perkembangan geopolitik dunia maupun perubahan kebijakan ekonomi global. Hal ini membuat situasi pasar keuangan menjadi lebih rentan dan dinamis.
“Tentu saja perlu diwaspadai karena volatilitas inflow dan outflow sangat rentan pada pergerakan ketidakpastian maupun pada geopolitik dunia,” terang Perry.
Dalam kesempatan itu, Perry juga menyampaikan bahwa Bank Indonesia terus memantau dinamika ekonomi global secara berkala dan memperbarui kebijakan moneter sesuai perkembangan terkini.
Langkah Koordinasi dan Pemantauan Intensif
Bank Indonesia juga mengupayakan kebijakan sinergis dengan berbagai otoritas fiskal dan sektor keuangan guna merespons ketidakpastian global. Perry menekankan pentingnya kolaborasi lintas institusi dalam menjaga ketahanan ekonomi nasional.
Koordinasi intensif dilakukan agar instrumen moneter dan fiskal tetap sejalan, khususnya dalam menjaga stabilitas nilai tukar dan mendukung pembiayaan APBN. BI menilai penguatan sinergi ini penting agar tekanan eksternal tidak mengguncang sistem keuangan domestik.
Seiring tekanan global yang membesar, Bank Indonesia memastikan instrumen kebijakan yang tersedia akan digunakan secara responsif. Langkah ini juga mencakup penguatan komunikasi kebijakan agar pelaku pasar memperoleh kepastian arah dan waktu respon kebijakan.
Menurut Perry, persepsi pelaku pasar terhadap ketegangan geopolitik dan arah kebijakan ekonomi global memengaruhi pergerakan modal dan nilai tukar. Oleh karena itu, stabilitas pasar harus dijaga secara konsisten dan terukur.
Perry menekankan bahwa penguatan fundamental ekonomi Indonesia tetap menjadi prioritas utama. Dalam menghadapi tekanan dari luar negeri, ketahanan sektor keuangan menjadi kunci dalam meredam potensi gejolak ekonomi.
Ia menyebut bahwa BI tetap pada jalurnya untuk mengelola inflasi dalam sasaran yang telah ditetapkan serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kondisi eksternal yang tidak menentu ini juga mendorong Bank Indonesia lebih berhati-hati dalam menyesuaikan kebijakan suku bunga acuan. Hal ini dimaksudkan agar tidak menciptakan tekanan tambahan bagi sektor keuangan domestik.
Meski demikian, Perry menyatakan bahwa perekonomian Indonesia masih memiliki prospek yang cukup kuat, dengan pertumbuhan yang relatif stabil dan inflasi yang terjaga dalam batas aman.
Kebijakan stabilisasi yang dijalankan BI akan tetap mengutamakan prinsip kehati-hatian, mengingat ketidakpastian global bisa berdampak dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Bank Indonesia juga mendorong sektor perbankan nasional untuk meningkatkan manajemen risiko dan memperkuat struktur permodalan guna menghadapi kemungkinan guncangan eksternal.
Dengan demikian, sistem keuangan Indonesia diharapkan tetap solid dalam menghadapi potensi arus keluar modal maupun tekanan terhadap nilai tukar rupiah.
BI mengajak semua pelaku ekonomi, termasuk sektor swasta, untuk beradaptasi dengan dinamika global saat ini melalui strategi bisnis yang fleksibel dan responsif terhadap risiko eksternal.
Perry menegaskan kembali bahwa seluruh pemangku kepentingan harus siaga dan tidak menganggap enteng risiko global, terutama yang berasal dari kebijakan fiskal dan moneter negara maju.
Dalam penutupan pernyataannya, Perry menyampaikan keyakinannya bahwa kerja sama lintas sektor dan respons kebijakan yang cepat akan menjaga ketahanan ekonomi nasional dari gejolak eksternal.
yang dapat diambil dari situasi ini adalah agar pemerintah, otoritas fiskal, dan pelaku pasar semakin memperkuat kerja sama dan komunikasi dalam menyikapi perkembangan global. Ketegasan dalam merespons arus modal dan menjaga stabilitas nilai tukar akan menjadi benteng utama melawan tekanan dari luar.
Khusus bagi pelaku usaha, penting untuk melakukan diversifikasi pasar dan sumber pendanaan guna mengurangi ketergantungan terhadap kondisi eksternal yang fluktuatif. Strategi manajemen risiko juga perlu ditingkatkan agar bisnis tetap resilien dalam menghadapi dinamika ekonomi global.
Selain itu, masyarakat diimbau agar bijak dalam mengambil keputusan keuangan pribadi di tengah gejolak global, seperti memilih instrumen investasi yang sesuai dengan profil risiko dan kondisi pasar terkini.
Dari sisi kebijakan fiskal, transparansi dan disiplin anggaran harus dijaga agar persepsi pasar terhadap Indonesia tetap positif. Stabilitas fiskal akan memperkuat daya tahan APBN terhadap tekanan pembiayaan akibat perubahan di pasar global.
Secara keseluruhan, kolaborasi nasional dan adaptasi terhadap perubahan global menjadi kunci utama agar ekonomi Indonesia tetap tumbuh dan stabil di tengah tantangan ketidakpastian yang terus meningkat.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










